Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Dokter Hong Kong Di Bandung

Beberapa dokter hong kong melakukan praktek gelap di bandung, kanwil dep. kesehatan ja-bar belum bertindak. mungkin mereka bukan wni, karena syarat untuk mendapatkan izin praktek adalah wni. (ksh)

9 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU ketika pernah santer berita tentang orang-orang Indonesia berobat ke Singapura atau Taiwan. Tetpi di Bandung, sekarang ini di kalangan dokter sering terdengar pembicaraan tentang adanya dokter Hongkong yang buka praktek gelap-gelapan di kota itu. Salah satu gelanggang tempat mereka praktek terletak di sebuah rumah bertingkat dua di Jalan Tampomas, Bandung. Selintas lewat di depan rumahnberwarna hijau itu, terkesan penghuninya adalah seorang pedagang kaya yang jarang di rumah. Tetapi di dalam, tiap hari, pagi dan sore, Tiong Kui (bukan nama sebenarnya) dan istrinya Ai Tju (bukan nama sesungguhnya) tenang-tenang buka praktek pengobatan. Pasiennya kebanyakan orang-orang Tionghoa. Beberapa di antaranya ada juga penduduk asli. Pasiennya kebanyakan langganan tetap. Selebihnya pasien baru, yang mendengar tentang adanya dokter Hongkong itu dari cerita mulut-kemulut. A ong, seorang pasien yang mengaku sudah berobat ke Jalan Tampomas itu sejak 3 tahun yang lalu, datang ke situ untuk penyakit kandungan. Penyakitnya itu ditangani Ai Tju, yang mengaku sebagai ahli kebidanan dan kandungan lulusan Hongkong. "Tetapi anak-anak saya berobat kepada suaminya," kata Ayong. Maksudnya selain dia, anggota keluarganya berobat pada suami si ahli kandungan, bernama Tiong Kui, ang mengaku ahli penyakit dalam, jebolan sebuah universitas di Hongkong. Menurut cerita beberapa pasien, di tangan dokter Hongkong ini mereka boleh memilih pengobatan tradisional maupun kedokteran modern. "Istri saya berobat ke mari semenjak dia hamil. Kami senang dengan pengobatan tradisional, karena tak ada akibat sampingnya sebagaimana kedokteran modern," ucap seorang pria nonpri yang datang mengantarkan istrinya. Dari sekian banyak pasien dokter Hongkong ini, ada pula yang mengkombinasikan pengobatan di situ dengan keahlian dokter yang buka praktek resmi di Kota Bandung. "Ibu rupanya menderita sakit jantung dan penyempitan pembuluh darah. Dia berobat di sini. Tapi juga pada dokter biasa," kata seorang pemuda yang untuk pertama kali berkunjung ke tempat praktek yang tersembunyi di jalan Tampomas tersebut. Tiong Kui maupun istrinya berpraktek tak-lebih-tak-kurang seperti dokter lumrahnya. Kepala seorang pasien yang mengeluhkan ambeien, Tiong Kui yang bertubuh sedang, usia sekitar 35 tahun mempersilakan pasiennya membuka baju dan rebah di atas tempat tidur. Ia menggunakan stetoskop untuk membuat diagnosa penyakit. Tekanan darah juga diukurnya dengan tensimeter. "Pokoknya persis seperti dokter biasa ketika memeriksa pasien," cerita seorang pasien kepada wartawan TEMPO. Yang luar biasa cuma ini. Si pasien memperoleh resep obat kedokteran modern yang ditulis dalam huruf kanji. Dan harus ditebus di sebuah toko obat di Gang Tamin, Bandung. Tarif Tiong Kui Rp 4.000. Sedan istrinya, sebagai ahli kandungan dan kebidanan memasang Rp 5.000. Sang suami rata-rata sehari memperoleh 10 pasien. Sedangkan istrinya bisa 3 kali lebih banyak. Untuk kegiatan praktek tanpa papan nama, jumlah pasien ini memang termasuk laris keras. Praktek serupa juga ditemukan di Jalan Moh. Toha Dalam. Tersembunyi di samping sebuah pabrik tekstil. Sugianto yang kepada wartawan TEMPO mengaku bekerja sebagai asisten di situ, menyebutkan praktek dokter Hongkong di dekat pabrik tekstil itu adalah "praktek dengan izin resmi dari linas Kesehatan. Izinnya berupa izin dalam, yaitu dibolehkan praktek untuk famili dan kawan dekat." TAPI ternyata Sugianto tak bisa menunjukkan surat izin yang dia sebutkan. Kemudian dia hanya menyebutkan bahwa yang mengurus izin dokter Hongkong itu adalah Ikatan Shinshe dan Akupunturis (ISA). Siem Kie le, Ketua ISA, mengaku mengurus izin beberapa orang dokter yang punya keahlian sebagai shinshe. "Tetapi mereka tidak dibenarkan berpraktek seperti dokter," katanya menegaskan. Tidak jelas apakah dokter Hongkong yang suami-istri dan berpraktek di Jalan Tampomas itu termasuk yang diurus Siem Kie le. Tetapi nyatanya ketika suami-istri itu pindah ke tempat praktek yang sekarang, di tempat praktek yang lama (di Jalan Guntur) terdapat pengumuman yang berbunyi: "Dokter pindah ke Jalan Tampomas." Tentang dokter Hongkong yang praktek gelap ini sudah sampai ke telinga peabat dinas kesehatan. Tetapi tindakan belum juga dijatuhkan. "Kalau mereka praktek tanpa papan nama, sulit bagi kami untuk mengetahuinya," cetus dr Tjahaja, penjabat Kakanwil Dep-Kes Jawa-Barat. Menurut dr Djohan S.M., Ketua Ikatan Dokter Indonesia Cabang Bandung, praktek gelap dokter di Bandung itu terjadi karena kemungkinan besar mereka bukan WNI. "Sebab syarat untuk mendapatkan izin praktek adalah WNI," katanya. Kalangan dokter di Bandung beranggapan sama. Sebab kalau mereka WNI sekalipun dia lulusan Hongkong, bisa saa dapat izin setelah menempuh proses adaptasi sebagaimana yang telah diatur pemerintah. Kabarnya ada di antara dokter Hongkong yang praktek gelap tersebut kelahiran Bandung, tapi masih berstatus WNA. Dan ada yang memang jelas-jelas WNA. "Ya kami adalah warga negara asing," kata Ai Tju yang berpraktek di Jalan Tampomas dengan suaminya. Hanya itu yang dikatakannya kepada wartawan TEMPO. Dia tak mau melayani pertanyaan lebih jauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus