Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Jeritan dari benua selatan

Jakarta: hasta mitra, 1982 resensi oleh: david t. hill.(bk)

9 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYANYIAN SEORANG ABORIJIN Oleh: Thomas Keneally, Hasta Mitra, Jakarta, 1982, 218 hlm. + foto DENGAN terbitnya Nyanyian Seorang Aborijin, pembaca Indonesia dapat menikmati salah satu dan hazanah kesusastraan tetangga selatannya. Buku ini merupakan novel Australia pertama yang diterjemahkan di Indonesia. Suatu hal yang agak mengherankan kalau kita ingat bahwa sudah beberapa novel, kumpulan puisi dan antologi cerpen yang diterjemahkan dari bahasa Indonesia oleh sarjana Australia. Novel-novel terkemuka dari periode Atheis sampai yang terbaru, Bumi Malayssia, telah terbukti digemari pembaca Australia. Dalam beberapa bulan saja terjemahan Bumi Manusia (This Earth of Mankind) terjual habis. Setidak-tidaknya Nyanyian Seorang Akorijin (NSA) bisa sedikit mengisi kekosongan ini. Walaupun, seperti sewajarnya dengan sebuah novel, gambaran yang dilukiskan sang penoarang agak impresionistis dan perspektifnya kurang luas. Pengarang NSA adalah Thomas Kenelly, yang di tanah air maupun di luar negeri dianggap salah satu pengarang Australia paling berbakat dewasa ini. Bahkan sebelum terbitnya The Chant of Jimmie Blacksmith (yang di Indonesia diterjemahkan dengan judul Nyanyian Seorang Aborijin) di Australia pada tahun 1972, Keneally telah dianggap penulis internasional yang masih dapat mempertahankan kekhasan dan suasana Australia. Ketika terbit di Australia, The Chant of Jimmie Blacksmith laris, sangat dipuji, dan berhasil meraih sebuah hadiah sastra yang terhormat (The Royal Literary Award). Lebih menghebohkan lagi adalah film cerita yang dibuat, berdasar novel ini, yang merangsang diskusi dan perdebatan. Penonton terkejut sekali melihat kekerasan dan tekanan batin yang diderita kaum aborijin di tanah air mereka. Hal ini memang telah lama dialami di bawah tangan penjajah putih yang menyerang benua itu pada abad ke-18. Sebagian besar penjajah itu kaum tahanan yang dibuang ke Australia karena pelanggaran hukum--akibat tekanan kemiskinan yang merajalela di negeri Inggris waktu itu. Banyak lagi separatis Irlandia yang memberontak melawan penjajah Inggris. Dengan datangnya kaum putih, jumlah orang Aborijin menurun karena pembunuhan, penyakit dan lainain. Dari kurang lebih 300.000 yang ada ketika orang putih datang, pada tahun 1920 tinggal 60.000. Sekarang jumlahnya kira-kira 170.000. Dengan perluasan permukiman orang putih, Aborijin makin digeser ke bagian dalam benua tandus itu. Yang tetap tinggal di pinggir-pinggir tanah selatan telah bercampur baur dengan kaum putih--kadang-kadang atas kemauan sendiri, tapi lebih sering karena perempuan hitam diperkosa lelaki putih yang menganggap Aborijin barang yang boleh direbut semau-maunya. Suasana itulah yang dicerminkan dalam NSA. Orang Aborijin alam novel ini bernama Jimmie Blacksmith, dengan darah campuran. Ibunya Aborijin yang diperkosa, barangkali dengan bayaran sebotol alkohol atau barang murahan seperti itu. CERITANYA sederhana, Jimmie yang telah diasuh seorang pendeta kulit putih yang picik, menikah deng seorang wanita putih dari kalangan rendah. Pernikahan mereka direstui pendeta tersebut, yang mengharapkan hubungan itu akan lebih mengkristenkan Jimmie. Namun suami-istri itu ditolak masyarakat kulit putih. Mereka dipermainkan dan diisap oleh orang-orang putih. Sedang Jimmie, terjepit antara dua peradaban yang saling bertentangan, tambah bingung dan frustrasi. Akhirnya, dihina kelewat batas-tahannya, dia mengamuk dan membunuh sebuah keluarga orang putih. Cerita selanjutnya melukiskan pelariannya serta pencariannya bagi sebuah jalan keluar dari kemelut psikologis. Novel ini sebetulnya berdasarkan ccrita nyata pada tahun 1900. Tokoh Jimmie Blacksmith berdasar orang yang bernama Jimmie Governor. Tentu saja dengan beberapa perubahan, tetapi pokok cerita ini benar. Karena itulah novel ini patut dibaca oleh orang Indonesia yang ingin ikut merasakan kejamnya penindasan orang putih terhadap kaum Aborijin di Australia pada masa lalu. Dan, kalau orang Australia yang berkulit putih benar dan jujur, harus mengakui bahwa perlakuan yang sangat jelek dan tidak berperikemanusiaan itu masih sedikit banyak terjadi di berbagai tempat sampai sekarang. Pada bulan Juni 1981 sebuah komite penelitian dari Worid Council of Churches (Dewan Gereja Dunia) mengunjungi Australia untuk meneliti keadaan kaum Aborijin. Laporan mereka sangat memalukan pemerintah Australia, yang di dalam masyarakat internasional disoroti sebagai pemerintah yang belum melakukan cukup untuk membalas utang budi mereka kepada kaum Aborijin. Utang budi atas perampokan hak-hak mereka atas tanah air itu, atas kekerasan dan kejahatan yang diperlakukan. Sampai sekarang di beberapa negara bagian Australia hak-hak kaum Aborijin masih dirampas tanpa mempedulikan Undang-undang Dasar ataupun legislasi lain. Kebetulan sekali pada saat ini, Icetika NS nlulai beredar di sini, di Negara Bagian Queensland diselenggarakan Pesta olahraga Persemakmuran (Commonwealth Games) yang dihadiri negara-negara dari Persemakmuran Inggris. Kaum Aborijin telah merencanakan demonstrasi di pesta tersebut, untuk memprotes bahwa hak-hak mereka atas tanah dan perlakuan yang layak belum cukup diperindahkan oleh pemerintah Queenslad. Sampai kaum Aborijin pernah mengirim delegasi ke negara-negara Afrika Hitm dalam Persemakmuran, untuk memohon agar mereka tidak mengikuscrta dalam pesta olahraga tersebut sebagai protes pada pemerintah Australia,untuk membuktikan solidaritasnya dengan saudara-saudara berkulit hitam. MASALAH-MASALAH yang dijadimkan tema novel ini jelas masih aktual. Sayang novel pertama mengenai kaum Aborijin yang beredar di Indonesia tidak ditulis oleh orang Aborijin. Sebetulnya sekarang ada sastrawan Aborijin yang mulai muncul. Misalnya, baru-baru ini dramawan Aborijin Robert Merrit, serta Teater Hitam telah mementaskan sandiwaranya Tje Cake Man, mengenai masalah yang dihadapi seornt Aborijin di Australia sekarang, di sebuah festival teater di Amerika. Pembaca Indonesia barangkali akan terkejut juga melihat betapa kasar, tajam, dan "langsung" pembicaraan tokoh-tokoh dalam cerita ini. Memang omongan orang Australia biasa bisa kasar atau cabul bagi kuping orang Indonesia kalangan menengah. Sulit juga untuk menangkap suasana keras dan kasar itu dalam bahasa Indonesia, tanpa memakai kata-kata yang agak kaku atau yang mungkin akan disensur di sini. Apalagi dalam beberapa adegan yang sengaja dimasukkan untuk menunjukkan ancaman seksual terhadap orang Aborijin serta orang wanita putih dari kaum lelaki kulit putih. Tetapi adegan semacam itu memang penting dalam penciptaan suasana serta pelukisan ketidakseimbangan dalam hubungan. Mudah-mudahan munculnya novel Australia yang pertama ini akan memperluas pengertian antara bangsa Indonesia dan bangsa Australia, baik yang berkulit putih maupun yang hitam. Serta meningkatkan tekanan pada pemerintah Australia untuk memperbaiki keadaan kaum Aborijin. David T. Hill

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus