Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika makan ayam mematikan, kami yang pertama mati karena flu burung." Selebaran-selebaran bernada promosi itu tergeletak di atas meja makan. Jumat dua pekan lalu itu warga Kampung Leang-leang, Kabupaten Maros, yang mayoritas bekerja sebagai peternak ayam?dan wakilnya yang duduk di DPRD Sulawesi Selatan?sedang menggelar acara makan ayam bersama. Tujuannya mendorong masyarakat agar tidak takut makan daging unggas tersebut.
Sejak virus flu burung (avian influenza) merebak di Sulawesi Selatan, awal Maret lalu, minat masyarakat mengkonsumsi daging ayam memang merosot drastis. Harga jual ayam pun ikut anjlok. Selain di Sulawesi Selatan, virus flu burung juga menyerang ternak ayam di Jawa Barat, daerah yang menyumbang 30 persen pasokan unggas nasional.
Padahal, sebelum kasus flu burung merebak, unggas dari Jawa Barat juga diekspor ke negara-negara di Asia Tenggara. "Kini tak ada lagi negara yang mau menerima," kata Musny Suatmojo, Kepala Sub-Dinas Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Jawa Barat. Di Tanah Air, virus mengerikan itu telah menelan 125 ribu ternak unggas dalam tiga bulan terakhir.
Flu burung menjadi momok karena bisa mengancam jiwa manusia. Penyakit ini timbul akibat infeksi virus influenza A subtipe H5N1 (H: hemagglutinin; N: neuraminidase). Virus ini memiliki ketidakstabilan tinggi dan bermutasi secara cepat.
Semua kuman flu, kata Dr Titiek Djannatun, ahli ilmu virus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), memiliki kromosom DNA (deoxyribonucleic acid) yang bersegmen dan tidak terikat secara kovalen. Rantainya mudah putus. Lalu mereka akan mengadakan kombinasi dengan rantai lain membentuk kombinasi baru. Akibatnya, dari tahun ke tahun sangat mudah bermutasi. "Yang menyerang manusia itu sebetulnya yang sudah bermutasi," kata Titiek.
Teorinya, jika ada virus flu burung menjangkiti hewan yang sebelumnya terkena flu mamalia, kedua virus itu bisa berkombinasi membentuk virus baru yang bisa menular pada manusia. Saat ini, virus flu burung dan flu mamalia bisa menjangkiti babi. "Ini yang harus diwaspadai, karena itu peternak disarankan agar tidak beternak secara campur aduk dan berdekatan," ujar Warsito, Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, jika virus itu sudah menyebar ke manusia, jutaan orang bisa meninggal. Tapi sejauh ini belum ditemukan bukti virus flu burung telah berubah dalam bentuk yang mudah menyebar ke manusia. Kendati demikian, sejak dua tahun lalu, virus mengerikan itu telah menelan korban puluhan jiwa manusia di Vietnam, Thailand, dan Kamboja.
Di Indonesia, virus flu burung yang kembali menyerang masih dari jenis yang sama. "Sejauh pengetahuan saya, masih tetap H5N1 yang dulu," ujar I Wayan Teguh Wibawan, ahli ilmu kekebalan tubuh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Kesimpulan itu didukung analisis proficiency Balai Besar Veteriner di Wates, Yogyakarta, yang menunjukkan reaksi positif dengan anti-sera dari Balai Penelitian Senetaria serta dari laboratorium referensi di Belanda. "Tetap H5N1 yang tidak homolog. Artinya, analisis DNA-nya tidak sama dengan virus flu burung di Vietnam, Thailand, dan Hong Kong," ujar Warsito. Jadi, belum ada mutasi yang berbahaya dari virus itu. Sehingga daging ayam dan telur masih aman dikonsumsi manusia.
"Alhamdulillah, di Indonesia belum ada manusia yang diidentifikasi positif mengidap virus H5N1," ujar Rosmini Day, Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber dari Binatang Departemen Kesehatan. Namun kewaspadaan tetap perlu dijaga. Caranya, dengan mengirimkan obat antivirus ke sejumlah rumah sakit dan mengirimkan tim investigasi ke daerah yang sedang dilanda wabah flu burung.
Secara kasat mata sulit membedakan gejala manusia yang terjangkit flu burung dengan influenza biasa. Karena itu, harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika ada peternak atau orang yang berhubungan dengan peternakan mengalami gejala flu?seperti demam?akan dilakukan pemeriksaan serum. Tiga puluh empat rumah sakit di 17 provinsi yang endemik telah disiapkan untuk mengantisipasi hal itu.
Isolasi juga dilakukan agar wabah tidak menyebar. Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan, contohnya, saat ini terkena isolasi. Tak ada unggas yang boleh keluar dari kedua provinsi itu, sebaliknya tak ada unggas dari provinsi lain yang boleh masuk.
Vaksinasi unggas merupakan upaya lain mencegah penyebaran flu burung. Saat ini di tingkat pusat telah disiapkan 50 juta vaksin. Sementara itu di provinsi yang tertular, ada 126 juta vaksin yang siap digunakan. Vaksin bisa membantu unggas memiliki antibodi untuk menangkal virus.
Lis Yuliawati, Irmawati (Makassar), Rana Akbari Fitriawan (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo