WAJAH bulat seperti Titiek Dwijayati, mendaun sirih bagaikan Sophia Latjuba, atau persegi menawan bak Jackie Kennedy, ternyata, bisa menjelaskan dua hal. Yang pertama tentu saja asal-usul keluarganya. Yang kedua, pola makan si empunya wajah. Mereka yang sering mengunyah makanan keras, bentuk wajahnya cenderung tidak simetris, sedangkan rahangnya lebih besar. Terkadang, raut wajah itu bahkan sedikit mencong. Sebaliknya, yang terbiasa makanan lunak, wajah dan rahangnya lebih bagus dan biasanya proporsional. Namun, untuk pertumbuhan gigi yang rapi, jenis makanan keras ternyata lebih bermanfaat. Dengan makanan keras, pertumbuhan gigi dirangsang hingga tumbuh lengkap dan teratur. Mereka yang terus-menerus me- nyantap makanan lunak, giginya tumbuh berdesakan dan tidak teratur. Kesimpulan itu adalah hasil penelitian Dokter Gigi Mieke Sylvia Margaretha Amiatun Ruth, yang berlangsung tiga bulan di Nusa Tenggara Timur. Lewat penelitian ini, Mieke pekan lalu berhasil meraih gelar doktor di Universitas Airlangga Surabaya, dengan predikat sangat memuaskan. Wanita berusia 42 tahun itu sebenarnya sudah satu dasawarsa mengamati perbedaan pertumbuhan rahang dan wajah. Tapi baru dua tahun lalu, Mieke menemukan fakta tersebut pada dua generasi masyarakat Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Di daerah itu Mieke menemukan perbedaan mencolok pada gigi, rahang, serta wajah pada warga yang berusia 70 tahun ke atas dengan yang baru berusia 17 tahun. Dan penyebabnya adalah perilaku makan mereka. ''Aktivitas itulah yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi rahang serta wajah,'' kata Mieke, yang sehari-hari adalah staf Laboratorium Orthodontia, Universitas Airlangga. Pada generasi tua, Mieke menemukan bahwa pertumbuhan gigi mereka lebih rapi dibandingkan cucu-cucu mereka. Hal itu bisa dikaitkan pada pola makan yang lebih banyak mengonsumsi jagung bakar atau jagung disangrai (goreng tanpa minyak). ''Karena makanan ini bersifat keras, maka fungsi kunyah gigi terlatih baik,'' ujar Mieke. Sebaliknya pada generasi muda, rata-rata sampel yang diteliti mengalami maloklusi. Menurut Mieke, mereka tak lagi makan jagung tapi melahap nasi yang lunak. Akibatnya, peranti kunyahnya tidak berfungsi optimum. Untuk membuktikan perubahan morfologi rahang dan wajah pada dua generasi yang terjadi karena pola makan ibu dua anak ini menggunakan tinjauan antropometri. Dari pengukurannya, Mieke menemukan, generasi tua Manggarai mempunyai rahang lebih besar dibandingkan generasi muda. ''Generasi lama, bentuk wajahnya umumnya asimetris. Sebaliknya, generasi baru lebih simetris dan proporsional,'' katanya seraya memperlihatkan foto generasi lama dan baru dari Manggarai, kepada Widjajanto dari TEMPO. Untuk mendapatkan bentuk wajah dan gigi yang baik, menurut Mieke, perilaku makan harus diatur. Misalnya, makanan perlu dikombinasi, lunak dan keras disantap bergantian. Selain makan nasi atau roti, biasakanlah juga mengonsumsi biji-bijian. Yang paling menarik dari penelitian ini, menurut Profesor Habil Josef Glinka, adalah membuktikan perubahan morfologi rahang dan wajah pada dua generasi di Manggarai. ''Ini merupakan penelitian antropologi ragawi terbaru di Indonesia,'' kata ahli antropologi ragawi dari Unversitas Airlangga yang sekaligus bertindak selaku promotor Mieke. Gatot Triyanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini