Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Damai di HKBP kapan datangnya?

Usulan tim penengah, agar gereja HKBP dipakai secara bergilir oleh kelompok yang bertentangan, tak bisa dilaksanakan. perkara pidana dan perdata pun masuk pengadilan.

11 Desember 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONFLIK dalam organisasi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) masih berlanjut, dan tampaknya sulit diramalkan kapan selesainya. Terakhir, sekitar 70 ibu-ibu jemaat HKBP minta perlindungan ke kantor Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan di Jakarta, Selasa pekan lalu. Mereka menuntut, antara lain, agar dibuka lagi Sinode Godang (Muktamar Agung) HKBP yang berdasarkan peraturan HKBP sendiri, dan bebas campur tangan luar. Mereka juga minta perlindungan dari gangguan pihak-pihak tertentu. Tuntutan itu terlihat dari 12 poster yang mereka bawa. Dan soal ''gangguan'' tersebut mungkin terwakili oleh seorang wanita kurus berpakaian kumal yang ikut dalam rombongan itu. Mata kirinya buta akibat tindakan kelompok yang meneror mereka: petani berkulit hitam ini dibacok sekelompok orang tatkala bergotong-royong membersihkan gereja, 22 Oktober lalu, di Desa Gajah, Kisaran, Sumatera Utara. Dan bila ditanya mengapa hanya ibu-ibu yang datang, jawabnya: karena suami mereka dianiaya kelompok tertentu. Tampaknya, gagalnya Sinode Godang KHBP memilih eforus baru yang disepakati bersama, November l992 lalu, buntutnya panjang. Umat terpecah: pendukung eforus lama, S.A.E. Nababan, dan pendukung eforus baru, Pendeta P.W.T. Simanjuntak. Kelompok pertama berkata bahwa eforus baru tak sah karena dipilih lewat Sinode Godang Istimewa yang penyelenggaranya ditunjuk oleh institusi di luar HKBP, yakni Bakorstanasda Medan saat itu dipimpin oleh Mayjen H.R. Pramono. Kelompok kedua mengatakan bahwa eforus baru sah-sah saja karena sudah diakui oleh Pemerintah. Sejauh ini kedua kelompok sulit melakukan kompromi, maka konflik pun meletup di sana-sini, hingga puluhan kasus pidana dan perdata bergulir ke meja hijau. Memang ada tim penengah yang dibentuk oleh Pemerintah, diketuai oleh T.B. Silalahi, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Tapi Silalahi, bukan anggota HKBP, terbatas melihat konflik ini sebagai konflik organisasi. Maka, diusulkanlah agar gereja dipakai bersama, oleh kelompok pro-eforus lama dan baru, secara bergiliran. Tapi apa yang terjadi? Bukan pemakaian gereja secara bergilir yang terjadi, melainkan perebutan gereja. Di Gereja HKBP di Glugur, Kisaran, misalnya, jemaat yang terbelah dua bergantian menguasai gereja. Minggu, 28 November lalu, gereja itu kembali dikuasai jemaat yang pro-Nababan, entah sampai kapan. Di Gereja HKBP Jalan Sudirman, Medan, yang mutlak dikuasai kelompok pro-eforus baru, kelompok pro-eforus lama terpaksa melakukan kebaktian di Perguruan Immanuel, yang terletak di seberang gereja itu. Suasana konflik juga terasakan di Gereja HKBP Jalan Pabrik Tenun, Medan. Di gereja yang temboknya tampak kusam itu terpampang sebuah spanduk biru kumal bertuliskan ''Setia Sampai Akhir'', menjulur dari atap gereja. Gereja ini dikuasai jemaat pro-Nababan. Sebelumnya, pemakaian gereja itu bergiliran dengan jemaat yang pro-Simanjuntak. Menteri Agama, beberapa waktu lalu, sudah menegaskan bahwa kepemimpinan eforus baru adalah sah. Tapi banyak pendeta dan anggota HKBP yang masih sulit menerima Sinode Godang yang terakhir itu sah. Sebab, itu tadi, ada campur tangan dari luar. Menurut mereka, gagalnya Sinode Godang November 1992 tak lalu mengesahkan campur tangan pihak luar. Maka, lebih dari 200 pendeta, guru jemaat, dan pegawai HKBP tetap menolak eforus baru, Pendeta Simanjuntak. Dan karena itu, mereka dipecat. Jumlah itu cukup banyak, sekitar 40% dari aparat HKBP keseluruhannya. Dampak yang jelas dari perpecahan ini, uang kolekte yang terkumpul dalam kotak sumbangan yang diedarkan setiap kebaktian pun terbagi. Dan bukan hanya terbagi, tapi juga banyak gereja yang lalu tak mengirimkan uang kolekte ke pusat seperti lazimnya. Konon, di pusat, uang kolekte anjlok 12% ada yang menduga, sebenarnya angka anjlok ini lebih besar lagi. Tapi, seberapa jauh penurunan uang kolekte mempengaruhi kegiatan HKBP yang dipimpin oleh eforus baru, tak jelas. Yang kini diharapkan, suasana damai bisa tercipta di gereja HKBP pada Natal nanti. Sungguh ironis bila pada hari yang dipercaya oleh umat Kristen sebagai hari yang mendatangkan damai di bumi, justru pada hari itu konflik meledak di gereja- gereja HKBP karena pengaturan jadwal kebaktian tak bisa dikompromikan. Setiap kelompok meminta waktu yang sama di tempat yang sama. Jadi, adakah konflik ini tanpa jalan keluar? Permintaan ibu- ibu di Kantor Menteri Koordinator Polkam itu, umpamanya membuka kembali Sinode Godang dengan memegang teguh peraturan HKBP sendiri, tentu hanya akan didukung oleh kelompok pro-eforus lama. Konflik tak akan lenyap, hanya masalahnya yang baru. Ada yang bilang, penyelesaian akan dicapai dalam Sinode Godang ke-52, lima tahun lagi. Bisa saja. Yang menjadi masalah, dalam lima tahun itu, bagaimana konflik-konflik di gereja HKBP akan diselesaikan secara adil? Bagaimana pula, seperti diminta oleh ibu-ibu yang datang ke Jakarta itu, perlindungan bisa diperoleh oleh semua pihak dari teror pihak lain, bukan hanya satu pihak saja yang dilindungi? Tak jelas juga mengapa usulan yang terdengar dulu tak disambut. Yakni, HKBP pecah saja menjadi dua secara resmi. Mungkin masalahnya, bila disepakati HKBP dipecah menjadi dua itu, kelompok mana yang berhak menggunakan nama HKBP? Bila itu sulit ditentukan, masih ada jalan keluar: HKBP dimuseumkan, dan setiap kelompok membuat nama baru. Masih ada ganjalan, memang, membagi uang kolekte dan barang inventaris, termasuk gereja, dengah adil. Tapi memang lalu muncul pertanyaan, mungkin mendasar, jangan- jangan perpecahan resmi inilah yang dimaui oleh campur tangan luar itu. Bila demikian, mengapa tak bersatu saja kalian, bah! Bersihar Lubis, Sarluhut, Mukhlizardy, dan Munawar Chalil (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus