Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Guru Besar FK Unud Sebut Pentingnya Pencegahan Resistensi Antibiotik

Langkah pencegahan resistensi antibiotik penting dilakukan karena merupakan masalah kesehatan yang tak dapat disepelekan dan kerap berujung kematian.

20 November 2024 | 13.27 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan yang tidak dapat disepelekan dan kerap kali berujung kematian. Koordinator One Health Collaboration Center (OHCC) Universitas Udayana Bali, Ni Nyoman Sri Budayanti, pun mengingatkan pemerintah dan pihak-pihak terkait mengenai pentingnya mencegah resistensi antiobiotik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Harus dicegah terjadi resisten karena kalau sudah maka sulit disembuhkan. Apalagi sudah sangat lama sekali terakhir kali ditemukan (antibiotik) sekitar 10 tahun lalu," kata Sri dalam kegiatan Diseminasi Laporan Program Desa Bijak Antibiotika (SAJAKA) secara daring, Rabu, 20 November 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana itu mengatakan langkah pencegahan tersebut penting dilakukan. Sri menjelaskan saking berbahayanya, setiap tahun terdapat sekitar 700 ribu orang yang meninggal dunia akibat masalah kesehatan tersebut. 

"Di seluruh dunia, termasuk Indonesia juga, sekitar 700 ribu orang meninggal dunia karena resistensi antibiotik. Tidak ketahuan, tiba-tiba sudah parah dan meninggal," ucapnya.

Angka kematian melonjak di 2050
Ke depannya, sekitar tahun 2050 diperkirakan angka kematian akibat resistensi antibiotik bisa mencapai 10 juta orang per tahun. Angka tersebut, tergolong sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari penyakit lain seperti kanker dan penyakit jantung.

Ia juga mengatakan antibiotik termasuk salah satu obat yang sangat penting bagi manusia. Meski begitu, penggunaan obat antibiotik sering disepelekan sehingga berujung pada resistensi. Ia juga menjelaskan resistensi tersebut dapat terjadi karena dua hal, yakni konsumsi secara berlebihan dan tidak menghabiskan atau tidak minum antibiotik sesuai anjuran dokter.

"Ketika keduanya dilakukan bisa terjadi resistensi, bakteri kebal terhadap antibiotik apapun," ujar Sri.

Sejalan dengan pentingnya edukasi mengenai penggunaan obat antibiotik, One Health Collaboration Center Universitas Udayana bersama Pfizer Indonesia, The Indonesia One Health University Network (INDOHUN), serta mitra kerja sama terkait lainnya menghadirkan Program Desa Bijak Antibiotika (SAJAKA). Program edukasi mengenai penggunaan antibiotik tersebut diharapkan mampu meningkatkan kewaspadaan dan kepedulian masyarakat desa untuk menggunakan obat antibiotik seperlunya, baik pada manusia maupun hewan ternak.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus