Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Keberadaan board game cafe membuat banyak anak muda kepincut permainan papan.
Kafe jenis ini menyajikan board game sebagai menu utama, sementara makanan dan minuman sekadar pelengkap yang tak jarang disajikan di ruangan terpisah.
Para pemain lama juga betah bermain sepanjang hari karena selalu ada judul-judul board game baru.
SEPASANG muda-mudi itu duduk berhadapan. Raut wajah keduanya tampak serius sembari menatap tumpukan kartu di atas meja. Si pemuda bernama Jason bergantian dengan teman perempuannya membuka kartu satu per satu dan meletakkannya di atas sebuah alas berkelir hijau. Lama-kelamaan, susunan kartu itu membentuk sebuah wilayah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setiap kali membuka kartu, keduanya berpikir keras untuk menaruh meeple—semacam pion berbentuk manusia—di jalur jalan atau permukiman. Walau baru memahami cara memainkannya, mereka hanyut dalam permainan papan Carcassonne di Dice Board Game Cafe, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Rabu, 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Carcassonne yang dimainkan Jason adalah edisi 20th Anniversary yang dirilis pada 2020. Permainan papan tersebut merupakan board game kedua mereka sejak tiba di kafe pada sore itu. Sebelumnya, mereka menjajal Gizmos, board game yang dirilis pada 2018. Dengan tarif Rp 50 ribu per orang, Jason bisa leluasa memainkan semua jenis permainan papan yang tersedia di kafe itu hingga berjam-jam.
Jason, 23 tahun, mendapat rekomendasi mengenai Dice Board Game Cafe dari teman kantornya. Dia menilai jenis permainan di kafe yang dibuka sejak 2023 itu lengkap. Sebagai pehobi, dia sedikitnya sekali sepekan meluangkan waktu untuk bermain di board game cafe. Dia mengungkapkan, beberapa tahun terakhir, banyak tempat nongkrong di Jakarta yang menawarkan berbagai jenis permainan papan baru yang menjadi kesukaannya, seperti Wingspan—keluaran 2019. Sementara itu, pengelola juga tak melupakan judul-judul lama, seperti Ticket to Ride yang populer sejak 2004.
Jason menjelaskan, banyak varian board game yang seru karena memiliki unsur cerita. Pandemic, misalnya, menuntut para pemain bekerja sama menemukan obat untuk empat penyakit yang mewabah di dunia. Warga Jakarta Barat ini mengungkapkan bahwa ia betah berlama-lama di board game cafe karena banyak pilihan permainan. Di akhir pekan, dia bisa menghabiskan waktu hingga enam jam bersama teman-temannya.
Stella, Bastian, dan Sandra juga menggandrungi board game. Hujan deras pada Senin siang, 11 November 2024, tak menyurutkan langkah tiga sekawan asal Tangerang, Banten, itu untuk mendatangi The Bunker Board Game Cafe di Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, untuk memainkan Dungeon Fighter. Di antara banyak pilihan board game cafe, Bastian mengatakan mereka memilih kafe itu karena bebas asap rokok dan vape serta minuman beralkohol.
Annisa Maulidina Putri dan Nur Aliza Trisgianto pertama kali bermain board game di kafe. Mereka memilih Maple Board Game Cafe di Kopo, Bandung, yang dekat dengan tempat aktivitas mereka di sebuah komunitas seni. “Penasaran ada board game apa saja, sekalian mencoba hal baru bermain game di kafe,” tutur Aliza.
Ular laut dan meeple dalam permainan papan Survive the Island. Dok. The Bunker
Annisa biasanya bermain board game bersama temannya di kampus. Sementara itu, Aliza sebelumnya sebatas memainkan permainan papan klasik seperti Ludo dan Halma.
Saat bermain Slide Quest, board game bikinan Blue Orange yang dirilis pada 2019, keduanya terlihat tegang. Mereka harus mengangkat pelan-pelan sebidang papan agar boneka karakter kesatria mungil berwarna biru bisa bergerak ke tempat tujuan akhir. Annisa dan Aliza wajib bekerja sama dengan penuh kesabaran supaya arah pergerakan jagoan mereka sesuai dengan jalur garis putih yang mengular. Pada misi lain, mereka perlu mendorong beberapa penjaga agar jatuh ke lubang sesuai dengan nomornya. Saban kali usaha mereka meleset, meledaklah gelak tawa dan jeritan.
Bermain selama lima jam sejak pukul 15.00 WIB, Annisa dan Aliza juga memainkan Concept bersama pemandu atau game master di kafe itu. Permainan papan keluaran 2013 yang tergolong favorit itu menantang pemain untuk menebak kata sesuai dengan gambar di kartu. Sepanjang waktu nongkrong itu, mereka menghabiskan kopi dingin, roti bakar, dan tahu goreng dengan total biaya Rp 150 ribu.
•••
MELIHAT banyaknya anak muda yang gandrung bermain board game di kafe, Ketua Asosiasi Pegiat Industri Board Gim Indonesia Mahawira S. Dillon mengatakan popularitas permainan papan lumayan meningkat walau masih jauh dari arus utama. “Paling tidak, ketika diiklankan, orang jadi pengin coba hal baru,” kata Wira—panggilan akrab Mahawira.
Wira mengungkapkan, satu tantangan dalam membangun budaya bermain board game di Indonesia adalah minimnya ruang publik. Ruang publik yang ada pun tidak ramah permainan papan. Taman-taman di Jakarta, misalnya, sulit digunakan untuk sekadar bermain catur.
Padahal, Wira melanjutkan, bermain board game bisa meningkatkan budaya membaca. Sebelum memulai permainan, pemain harus mau membaca aturan bermain yang lumayan panjang.
Ketiadaan tempat bermain di ruang publik itu diisi oleh board game cafe. Dice Board Game Cafe yang baru buka satu setengah tahun lalu di Kelapa Gading, misalnya, berfokus pada penyediaan permainan papan, bukan makanan dan minuman.
Alex Rumondor, pemilik kafe itu, mengatakan penyediaan makanan dan minuman di sana diurus oleh pihak ketiga di lantai terpisah. Dice Board Game Cafe menempati sebuah rumah toko di lantai 1 dan 2, sementara penjual makanan dan minuman di tingkat 3 dan 4.
Bisnis itu bermula dari hobi. Alex dan istrinya sering nongkrong di board game cafe lain. Dia lalu hendak membuka kafe serupa di dekat tempat tinggalnya di Kelapa Gading pada 2020. Namun keinginan itu baru terwujud pada Maret 2023, selepas masa pandemi Covid-19.
Saat awal beroperasi, Dice baru memiliki koleksi board game sekitar 280 unit. Seiring dengan waktu, jumlahnya bertambah hingga 400 unit, baik impor maupun lokal. Jenis dan tingkat kesulitannya pun bervariasi, ditandai dengan stiker bulat berbeda warna.
Alex mengatakan rata-rata pengunjung Dice sebanyak 300 orang sepekan atau 1.200 orang per bulan. Biasanya pengunjung memenuhi kafenya di akhir pekan sehingga butuh reservasi untuk memastikan ketersediaan tempat. Masa libur sekolah atau hari besar juga menjadi musim panennya.
Det, game master di Dice, mengatakan kebanyakan pengunjung memilih bermain di kafe karena tersedia ratusan pilihan permainan dengan harga relatif terjangkau, Rp 50 ribu sepanjang hari. Kalau membeli, satu board game harus ditebus seharga Rp 500 ribu-1 juta.
•••
BUKAN hanya kafe baru, tempat lama seperti The Bunker pun tetap ramai pengunjung meski sudah sembilan tahun berdiri. Kafe di area Summarecon Serpong itu menjadi surga bagi pencinta board game. Pasalnya, tempat nongkrong ini selalu menawarkan varian baru board game. Di hari jadi mereka pada 29 November 2024, misalnya, The Bunker akan merilis sembilan game terbaru yang judulnya dirahasiakan.
Vania Lystia, manajer The Bunker, mengatakan mereka memiliki 200 jenis permainan papan, termasuk Cookie Box, Sequence, dan Survive the Island yang baru dirilis tahun ini. “Harus antre untuk memainkan game itu, apalagi pada weekend,” kata Vania.
Sesuai dengan namanya, Survive the Island menuntut pemain bertahan hidup di pulau terpencil. Karakter pemain bisa berenang atau menggunakan rakit untuk bepergian, tapi harus menghindari ular laut, hiu, dan kaiju (kata dalam bahasa Jepang yang berarti monster) untuk mencapai tempat aman.
Sejak dibuka, Vania menjelaskan, The Bunker tak pernah libur, kecuali saat Idul Fitri. Jam operasional kafe adalah pukul 09.30-22.00. Aturannya, pengunjung memilih waktu bermain, bisa per jam seharga Rp 15 ribu atau seharian seharga Rp 50 ribu. “Bebas bermain game apa saja,” ujarnya.
Di Bandung, sejak satu dekade lalu, sejumlah kafe menyediakan permainan papan klasik, seperti catur dan monopoli, juga permainan kartu. Permainan ini merupakan fasilitas tambahan dari jualan utama mereka, makanan dan minuman.
Pengunjung memainkan permainan papan Gravity Warfare di The Maple Board Game Cafe di Kopo, Bandung, 16 November 2024. Tempo/Prima Mulia
Sebaliknya, board game cafe menyajikan menu utama permainan papan, sementara makanan dan minuman sekadar pelengkap. Joshua Michael mengenal konsep ini saat bersekolah barista di Seattle, Amerika Serikat, pada 2009, yang membuatnya keranjingan board game.
Pulang ke Bandung pada 2013, Joshua melanjutkan hobinya dan membeli banyak mainan papan. Akhirnya, pada November 2019, Joshua dan istrinya, Jesslyn Susanto, membuka Maple Board Game Cafe di bangunan rumah toko dua tingkat miliknya.
Lantai pertama seluas 400 meter persegi dibagi untuk arena bermain, tempat makan dan minum, serta penjualan kartu permainan. Sementara itu, lantai atas untuk kantor, ruang kerja bersama yang disewakan, studio foto, dan studio siniar. Setiap hari, tempat itu buka mulai pukul 10.30 dan tutup pukul 20.00 di hari kerja—pukul 21.00 di akhir pekan.
Maple menerapkan tarif Rp 30 ribu per orang. Pelajar dan mahasiswa mendapat potongan harga menjadi Rp 20 ribu. Seharian, pengunjung bebas memilih permainan. Adapun tarif anak di bawah 12 tahun Rp 35 ribu. “Karena anak-anak harus selalu didampingi game master, sekalian buat menjaga alat permainan tidak rusak atau hilang,” ucap Jesslyn.
Mereka menyiapkan satu-dua game master di hari kerja. Jumlah pemandu bertambah di akhir pekan atau jika kedatangan rombongan. Jika ada komponen yang hilang dan sulit diganti secara satuan, seperti kartu atau koin, pengunjung diwajibkan mengganti secara keseluruhan.
Di Maple, ada sekitar 460 board game yang terpajang rak kayu. Sebanyak 93 persen berasal dari Eropa dan Amerika Serikat, selebihnya buatan lokal. Total nilainya hampir Rp 500 juta. Namun, setiap bulan, rata-rata hanya sekitar 40 judul atau 10 persen yang ramai dimainkan pengunjung. Di antaranya Splendor, permainan berbasis kartu yang bisa dimainkan dua-empat orang dengan misi pengumpulan poin dari tema cerita tentang perdagangan permata di era Renaisans.
Isa Rachmad Akbar, penggemar board game di Bandung, mengatakan board game cafe marak di kota-kota besar Indonesia sejak 2018-2019. Dari tiga tempat yang disambanginya di Bandung, setiap kafe papan permainan punya keunikan dari segi interior, variasi game, dan menu makanan-minuman. Adapun board game yang sering dimainkan pengunjung adalah Splendor, Survive the Island, dan Cookie Box. “Jenisnya game strategi, game anak atau keluarga, dan kasual,” ujar Isa.
Jesslyn mengatakan Maple dikunjungi 70-100 orang per bulan. Tingkat kunjungan tertinggi tercatat saat hari libur di tengah pekan. Saat itu hampir dipastikan kafe dengan kapasitas 50 orang itu penuh seharian. “Mayoritas pelajar dan mahasiswa,” tuturnya. Tidak hanya menunggu tamu, Maple juga aktif menjalin kerja sama dengan sebuah sekolah swasta di Bandung untuk mengembangkan board game yang bernilai edukasi sebagai kegiatan ekstrakurikuler.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Friski Riana, Anwar Siswadi (Bandung), Ayu Cipta (Tangerang)