Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama PP Aisyiyah dan PP Muslimat NU dengan responden 2.068 ibu yang memiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun tentang pola konsumsi dan persepsi susu kental manis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Maluku menemukan data 28,96 persen dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebanyak 16,97 persen ibu yang menjadi responden mengaku memberikan kental manis untuk anak setiap hari. Penelitian hasil survei menemukan sumber kesalahan persepsi, sebanyak 48 persen ibu mengakui mengetahui kental manis sebagai minuman untuk anak adalah dari media, baik TV, majalah/koran, dan media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengingatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memperketat regulasi kental manis menyusul masih tingginya prevalensi stunting atau kekerdilan di Tanah Air.
“Peraturan mengenai produk kental manis yang tertuang dalam PerBPOM No 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan perlu dilaksanakan terlebih dulu, ketika sudah berjalan baru kita akan tahu ada kekurangannya. Setelah kurun waktu tiga hingga lima tahun baru akan ada pertimbangan lagi untuk direvisi,” ujar Agus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 26 Februari 2021.
Sejumlah hal yang diatur dalam peraturan tersebut adalah penggunaan kental manis bukan untuk pengganti ASI dan sumber gizi, larangan penggunaan kata susu pada label, serta larangan visualisasi anak dan kental manis digambarkan dalam bentuk minuman pada label, iklan, dan promosi. Aturan itu akan memasuki batas waktu penyesuaian pada 19 April 2021, dengan kata lain lepas dari batas waktu yang ditentukan, sanksi sebagaimana disebutkan pada pasal 71 peraturan tersebut sudah berlaku.
Di antara sanksi yang dapat dikenakan adalah penghentian sementara produksi, penarikan pangan dari peredaran oleh produsen, hingga pencabutan izin. Dia menambahkan peraturan tersebut penting untuk mencegah anak-anak dari sejumlah potensi penyakit seperti diabetes.
“Makanya produsen diminta mengubah label dan iklan, jangan ada lagi yang menunjukkan kental manis diminum anak-anak. Ketentuan ini dibuat untuk melindungi anak-anak,” terang Agus.
Agus juga menuturkan sebelumnya telah menemukan sejumlah iklan-iklan kental manis yang bertentangan dengan ketentuan BPOM. PerBPOM No 31 Tahun 2018 adalah masa depan anak-anak Indonesia. Sebaiknya semua pihak, termasuk pemerintah dan swasta, dalam hal ini produsen dan industri dapat menjalankan sebagaimana yang diamanatkan.
“Jika ada yang menginginkan ditunda atau mengatakan perlu direvisi, itu adalah hanya untuk kepentingan industri,” imbuhnya.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Dra Chairunnisa, MKes meminta agar BPOM benar-benar menegakkan sanksi kepada produsen kental manis pada April mendatang. Sebagai organisasi masyarakat yang peduli terhadap kesehatan bayi dan anak-anak, pihaknya akan terus mengawal hal tersebut.
“Memang kalau kita lihat di beberapa outlet di supermarket sudah ada perubahan-perubahan, di mana kental manis ini tidak lagi ditempatkan di rak yang sama dengan produk susu," katanya.
"Tapi produsen itu kan tetap melakukan kegiatan-kegiatan yang terselubung yang membuat masyarakat akhirnya tetap memahami bahwa kental manis itu adalah susu. Itu yang memang menjadi tantangan kita dan BPOM perlu menegakkan sanksinya nanti,” lanjut Chairunnisa.