Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hormon Pengendali Nafsu Makan
Tim ilmuwan dari Inggris belum lama ini berhasil menemukan hormon yang bisa meredam nafsu makan berlebihan. Hormon itu adalah leptin. Tak cuma mengontrol rasa lapar, leptin ternyata juga bisa mengendalikan nafsu makan. Para ilmuwan yang dipimpin Paul C. Fletcher, ahli jiwa dari Universitas Cambridge, mengetahui bahwa besar-kecilnya nafsu makan seseorang bergantung pada kemampuan tubuhnya dalam menghasilkan leptin. ”Semakin sedikit jumlah leptin, semakin besar nafsu makan,” kata Fletcher, seperti dilansir situs HealthdayNews, Rabu dua pekan lalu.
Nafsu makan berlebihan ini mendorong seseorang makan dalam jumlah banyak, yang akhirnya berimplikasi pada peningkatan bobot tubuh. Dalam laporan yang diterbitkan jurnal Science edisi Agustus, dijelaskan bahwa leptin dihasilkan oleh sel lemak. Melalui aliran darah, hormon ini bergerak menuju otak. Leptin selanjutnya memerintah otak memberikan sinyal yang memberikan perasaan kenyang dan mengurangi rasa lapar. Leptin juga mempengaruhi bagian otak yang bertanggung jawab terhadap hasrat makan. Kehadiran hormon ini membuat seseorang cuma akan makan ketika perutnya dalam kondisi lapar.
Fletcher berharap penemuan ini mampu memberikan cakrawala pemikiran baru mengenai masalah obesitas dan penanganannya. ”Memahami proses interaksi antara sistem otak dan hormon pemberi sinyal lapar membuat kita memiliki gambaran lebih lengkap mengenai faktor apa saja yang mengontrol perilaku makan, termasuk lebih mengerti mengapa ada orang yang begitu sulit mengendalikan nafsu makannya,” katanya.
Kopi Menjaga Daya Ingat
Daya ingat biasanya bakal memudar seiring dengan bertambahnya usia. Tapi bukan berarti hal itu tidak bisa dicegah. Salah satunya dengan rajin minum kopi. Sebuah penelitian yang dilakukan sekelompok peneliti Prancis menunjukkan kafein yang dikandung kopi mampu menjaga kemampuan kognitif—termasuk kemampuan mengingat—pada perempuan usia lanjut. Dengan kata lain, kopi bisa mencegah seseorang jadi pelupa.
Berdasarkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology edisi Agustus, diketahui bahwa peluang perempuan berusia 65 tahun untuk mengalami penurunan daya ingat berkurang 30 persen bila dia rutin minum tiga cangkir kopi atau lebih dalam sehari. Bahkan efek positif kebiasaan minum kopi ini makin terlihat pada perempuan berusia 80 tahun ke atas. Tiga cangkir kopi sehari bisa menurunkan risiko kehilangan daya ingat hingga 70 persen.
Bagaimana dengan teh yang juga mengandung kafein? Karen Ritchie dari French National Institute for Health and Medical Research mengatakan, teh juga punya khasiat serupa. ”Tapi jumlah yang diminum harus lebih banyak, yakni enam cangkir sehari,” katanya. Dia menambahkan, kafein membantu mengurangi kadar satu jenis protein yang disebut beta amyloid. Akumulasi protein ini disinyalir berperan dalam proses terjadinya penyakit alzheimer maupun penurunan daya ingat alias kepikunan.
Uniknya, khasiat kafein ternyata cuma dirasakan kaum perempuan. Soal ini Ritchie punya hipotesis tersendiri. Kemungkinan proses metabolisasi kafein dalam tubuh perempuan berbeda dengan pria. ”Atau bisa juga khasiat kafein ini baru muncul setelah berinteraksi dengan hormon estrogen dan progesteron yang dimiliki perempuan,” katanya.
Terapi Stimulasi Otak Buat Parkinson
Penderita parkinson stadium lanjut sering tak mampu mengendalikan tubuhnya walau sudah mengkonsumsi obat. Gejala seperti otot terasa kaku, gerakan lamban, tremor (bergetar), dan keseimbangan yang kacau kerap membuat hidup mereka terganggu. Melalui terapi deep brain stimulation, harapan penderita parkinson untuk terbebas dari gangguan motorik tersebut terbuka lebar.
John Thomas, ahli bedah saraf dari National Neuroscience Institute, Singapura, menjelaskan bahwa terapi ini dilakukan dengan mencangkokkan elektroda di wilayah target tertentu di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerak. ”Pemilihan target bersifat individual, tergantung gejala yang sering dialami,” kata Thomas dalam acara Temu Pasien Parkinson di Jakarta, Rabu pekan lalu. Tapi umumnya yang menjadi wilayah target adalah bagian otak yang disebut subthalamic nucleus dan globus pallidus.
Lewat pembedahan, elektroda yang ditanam di otak itu kemudian dihubungkan dengan kabel ke suatu alat kontrol semacam alat pacu jantung yang ditanam di bawah kulit dekat dada pasien. Ukurannya kira-kira sebesar stopwatch. Alat itu mampu menghasilkan rangsangan listrik frekuensi tinggi di wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam pengendalian gerakan. Rangsangan tersebut diharapkan mampu memulihkan keseimbangan sirkuit otak, sehingga gejala parkinson bisa diredam.
Thomas mengingatkan, terapi ini tidak bersifat menyembuhkan, tapi cuma mengurangi atau menekan gejalanya. Sebab, sampai sekarang perjalanan penyakit ini belum bisa dihentikan. ”Penyebabnya pun belum diketahui,” ujarnya. Yang jelas, terapi ini terbukti mengendalikan gejala tadi hingga 90 persen. Kualitas hidup para penderita parkinson pun kembali meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo