Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pegunungan tengah Papua terbentang hampir sepanjang pulau. Dataran tinggi ini membujur sepanjang 600 kilometer, dari barat Danau Paniai hingga perbatasan dengan Papua Nugini. Wilayah yang luas ini memiliki beberapa lembah yang penting, sebagai lokasi masyarakat Papua pegunungan bermukim dan berkebun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat pegunungan Papua sangat andal dalam bercocok tanam di lereng bukit yang terjal. Populasi terpadat daerah Paniai yang dihuni Suku Mee dan Lambah Baliem kampung halaman Suku Dani. Mereka bercocok tanam di lahan subur pada ketinggian 1.400 – 2.700 mdpl di lembah-lembah dan di kaki-kaki pegunungan tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di wilayah itu tanaman kopi arabika tumbuh secara alami tanpa pupuk pabrik. Alam pegunungan tengah Papua memberikan kondisi yang memungkinkan kopi arabika tumbuh subur, “Kopi di Lembah Baliem, Wamena pertama kali diperkenalkan oleh dinas pertanian Belanda atau Departement Landbouw op Nederlandscg Niew-Guinea pada tahun 1960,” ujar Hari Suroto peneliti Peneliti Balai Arkeologi Papua.
Kepala dinas pertanian pada waktu itu van der Sluis sengaja memilih bibit kopi arabika terbaik dan berkualitas tinggi, yang didatangkan langsung dari Papua Nugini. Kopi ini dikenal dengan kopi Jamaica Blue Mountain, yang tanaman indukannya berasal dari Jamaika. Di Lembah Baliem, kopi ini pertama kali ditanam di Kurima dan Bokondini.
Di Kawasan Pasifik Selatan, hanya Papua dan Papua Nugini yang menghasilkan kopi. Produk kopi dari dua wilayah itu, sangat digemari hingga Australia dan Selandia Baru.
"Hal ini merupakan peluang yang sangat bagus untuk kopi Papua, selain disukai oleh konsumen dalam negeri, juga bernilai ekspor tinggi," ujar Tantowi Yahya Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru.
Warga sedang mengolah biji kopi arabika Wamena. Dok. Darmo Tanoyo
Kopi arabika yang tumbuh di pegunungan tengah Papua, masing-masing wilayah memiliki cita rasa dan aroma yang berbeda, hal ini karena dipengaruhi oleh ketinggian tempat, intensitas matahari, kandungan mineral dalam tanah dan kelembaban tanah.
Kopi arabika Wamena, Lembah Baliem, beraroma honey like chocolaty caramel fruity dengan after taste yang sangat manis. Kopi arabika Wamena berkadar keasaman yang rendah sehingga dapat dinikmati oleh semua orang.
Saat ini kopi arabika Wamena ditanam di Yagara, Wolo, Kurima dan Piramid. Kopi arabika Jamaican Blue Mountain yang jadi indukan kopi pegunungan Papua, dalam sejarahnya pertama kali didatangkan oleh pemerintah Inggris ke Papua Nugini tahun 1890. Sesuai namanya, kopi ini berasal dari Blue Mountain region, Jamaika. Kemudian pada akhir 1920-an, kopi ini mulai dibudidayakan di perkebunan untuk tujuan ekspor.
Persoalannya, kopi-kopi itu ditanam di wilayah yang terpencil. Alat transportasi untuk mengirim hasil panen kopi, terbilang mahal karena menggunakan helikopter. Salah satunya kopi Amungme, karena hasil panennya harus diangkut dengan helikopter, dengan sewa US$3.000 per satu jam.
Memperkenalkan Kopi Papua di Selandia Baru
Di Selandia Baru, Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru,Tantowi Yahya bertekad menjadikan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Wellington sebagai ‘Rumah Indonesia’. Di kantor KBRI, warga Selandia Baru bisa menyaksikan keragaman budaya Indonesia.
“Selain budaya, KBRI Wellington sejak lama menggunakan kopi sebagai alat diplomasi. Kecintaan masyarakat Selandia Baru terhadap kopi, kami jadikan peluang, di KBRI Wellington kami menyiapkan ‘Ruang Gorontalo’ sebagai pusat kopi Indonesia. Hampir setiap tamu kami ajak ke ruang ini untuk menikmati aneka kopi dari Indonesia termasuk kopi Papua,” kata Dubes Tantowi Yahya.
Di Ruang Gorontalo ini, setiap Jumat terdapat kelas gratis barista yang diikuti oleh masyarakat, mahasiswa Indonesia, dan Selandia Baru, “Jaya Argakusuma, barista profesional kami yang pernah mendapatkan penghargaan di kompetisi barista di Wellington menjadi trainer yang mumpuni dan sabar,” imbuh Tantowi.
Dubes Tantowi Yahya sedang bersama para mahasiswa Indonesia dan warga Selandia Baru dalam kelas barista setiap Jumat di KBRI Wellington, Selandia Baru. Dok. Tantowi Yahya
Menurut Tantowi, kopi bisa menjadi primadona ekspor, “Kopi Papua memenuhi kriteria yang diinginkan konsumen Selandia Baru, yaitu rasa, aroma dan eksotisme. Kopi Papua sangat digemari dan sangat spesial bagi masyarakat Selandia Baru,” ujarnya.