Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Ini Makna Identitas Budaya pada Indonesia Fashion Week 2018

Indonesia Fashion Week 2018 memilih budaya dari tiga destinasi wisata yang menjadi wilayah paling utama di Indonesia. Apa saja?

29 Maret 2018 | 14.38 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Parade busana di acara pembukaan Indonesia Fashion Week atau IFW 2018 di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Rabu 28 Maret 2018. TEMPO | Astari P. Sarosa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Fashion Week 2018 resmi digelar pada 28 Maret 2018 di Jakarta. Tema yang dipilih tahun ini adalah Cultural Identity. Kepada TEMPO.CO, desainer kondang, Sonny Muchlison, menjelaskan makna pemilihan tema tersebut. Menurutnya, tahun ini ramai dengan pengangkatan isu seputar kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan(eco-friendly).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hal ini berlandaskan dari kejenuhan orang akan produk fashion yang terlalu besar dan banyak muncul di pasaran. Perkembangan internet, apalagi dengan kehadiran sosial media, membuat pemasaran akan suatu produk lebih mudah dan luas terjangkau. Akhirnya, masyarakat mengikuti tren yang berkembang dan hal ini mengakibatkan penciptaan mode yang sama dalam skala besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Nah, kejenuhan orang akan kesamaan produk yang besar ini yang akhirnya membuat mereka beralih ke eco-friendly,” ungkap Sonny saat dihubungi TEMPO.CO 28 Maret 2018.

Baca: Indonesia Fashion Week : Ada Pink di Tema Busana Pria Tahun 2018

Ia melanjutkan, bahwa pemilihan tema eco-friendly melambangkan suatu sentuhan pribadi dan juga identitas diri yang kuat, “Mulai dari tahun kemarin sudah banyak tema sibori dan eco-print digunakan. Hal ini menandakan kejenuhan masyarakat kita akan kemunculan produk yang sama terus menerus.”

Sebagai identitas budaya itu sendiri, Indonesia Fashion Week 2018 memilih budaya dari tiga destinasi wisata yang menjadi wilayah paling utama di Indonesia. Ada Danau Toba di Sumatera Utara, kemudian Candi Borobudur dari Jawa Tengan dan terkahir Labuan Bajo dari Nusa Tenggara Timur.

Putri Indonesia Intelegensia 2013 Eva Sianipar memperlihatkan kain ulos koleksi Torang Sitorus pada pameran bertajuk 'Benang-benang Doa' di Loom Gallery, Medan, Sumatera Utara, 21 Oktober 2015. ANTARA FOTO
Selain keelokan alam yang menjadi ciri khas dari ketiga destinasi tersebut, warisan budaya yang dimilikinya juga melambangkan identitas masing-masing wilayah. Contohnya adalah kain. “Kalau kita melihat motif kain pada budaya Batak itu adalah motif yang paling tidak diikuti oleh wilayah lain,” dan Sonny juga menjelaskan, kekerabatan yang sangat tinggi yang dimiliki oleh budaya Batak terlambangkan dengan motif dan warna pada kain Batak.

Baca juga:
Happiness Festival: Rahasia Bahagia, dari Sampah sampai Karir
Cristiano Ronaldo Menolak Tato, Apa Kaitannya dengan Donor Darah?

“Motif gorga dari kain Batak berupa bangunan-bangunan khas Batak yang menempel. Melambangkan tali persaudaraan yang sangat erat.” Warna dari motif kain gorga ini juga khas, hanya terdiri dari warna merah, hitam dan putih. Dan jangan lupa dengan kain ulos yang menjadi simbol identitas masyarakat suku Batak.

Ilustrasi Batik. TEMPO/Aris Andrianto
Beralih ke budaya Jawa,  kain jimbe yang sampai saat ini masih digunakan para patriat Jawa menjadi lambang atas kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Kain jimbe berasal dari India, namun telah ‘di-Indonesia-kan’ dengan penggunaan motif batik dalam setiap kainnya. “Apapun bentuknya, batik merupakan sebuah proses pencarian jati diri,” kata desainer yang turut serta dalam pagelaran IFW 2018 pada 30 Maret nanti. Jadi, Sonny melanjutkan, dibalik semua motif batik yang ada pasti memiliki makna. “Pasti ada kaidah atau artinya.”

Dan terakhir adalah wilayah Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. “Wilayah NTT merupakan wilayah dengan penenun yang paling banyak,” ucap Sonny. Hal ini terbukti dengan banyaknya motif pada kain melambangkan kekayaan yang dimiliki daerah Timur ini. “Bisa ambil contoh kain manggarai dari daerah Maumere, atau corak-corak dari Sumba Timur yang mengandung penuh makna,” ucap Sonny.

Motif kuda terbuat dari kerang karya desainer Sonny Muchlison.(Dok. Pribadi)
Dalam corak kain asal Sumba Timur, Sonny menggambarkan bentuk motif segitiga bersirat yang ekornya mengecil, seperti ujung pulpen, yang disebut Sonny sebagai  bonggol jagung. Yang memiliki makna rasa terimakasih rakyat Sumba kepada Dewa atas pemberian rezeki(jagung) untuk kelangsungan hidupnya. Beralih ke motif, dalam budaya NTT terdapat motif kuda dan juga ayam. Kedua hewan ini merupakan lambang atas kekayaan rakyat NTT,

“Kalau disana, menikah itu maharnya bukan perhiasan. Keluarga dari pihak perempuan berhak untuk meminta kekayaan berupa kuda atau ayam atau hal lain.” katanya.  Di NTT, mereka yang memiliki kuda diartikan sebagai sosok dengan kekayaan yang paling besar.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus