Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kampanye Anti Obat Mencret

Lembaga konsumen melancarkan kampanye anti obat mencret, clioquinol. seorang korban dari jepang, yuko kigasawa ikut memberikan kesaksian. kampanye itu agak mengguncangkan. (ksh)

21 Agustus 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM film terlihat seekor kera yang semula lincah akhirnya lumpuh dan buta setelah dicekoki obat mencret Entro-Vioform, 6 butir tiar hari selama 2 minggu. Hadirin menarik napas. Tetapi suasana menekan perasaan justru tambah menjadijadi setelah film berakhir dan lampu dinyalakan di ruangan Press Club, Jalan Veteran di Jakarta 12 Agustus itu. Yuko Kigasawa, 35 tahun, wanita yang berada di tengah-tengah sekitar 80 hadirin dalam ruangan itu menangis terisak-isak. Rupanya film tentang kera yang dibuat dokter-dokter Indonesia itu mengingatkan wanita yang hanya bisa berjalan dengan kursi roda tersebut pada obat yang sama. Dia pernah makan obat itu secara berkepanjangan, hingga berakibat dirinya lumpuh dan hanya bisa melihat dengan kacamata amat tebal. Dengan suasana begitulah Yayasan Lembaga Konsumen memulai kampanye anti-clioquinol, obat mencret yang juga dikandung pil Entro-Vioform tadi. Wanita Jepang yang mengaku jadi korban obat mencret itu sengaja diundang untuk berbicara di depan sejumlah wartawan Jakarta. Dengan kesaksian Yuko Kigasawa, beserta pandangan seorang wakil dari International Organisation of Consumers Unions dan beberapa ahli Indonesia, Lembaga Konsumen rupanya berharap anggapan bahwa obat mencret itu berbahaya menjadi lebih kuat. Sehingga pemerintah terbujuk untuk melarangnya beredar. Arus anti-clioquinol berasal dari Jepang, satu bangsa yang dianggap beberapa peneliti menyimpan faktor X dan menanggungkan begitu banyak penderita kelumpuhan maupun SMON (Subacute Myelo Optic Neuropathy -- kerusakan saraf mata secara pelan-pelan) yang bisa mengakibatkan kebutaan gara-gara clioquinol. Menurut catatan para pejuang antiobat mencret itu, di Jepang sekarang tercatat 20.000 penderita SMON. Dari jumlah itu 7.391 penderita bahkan sudah naik ke pengadilan untuk menuntut ganti rugi. Yuko Kigasawa yang datang berkampanye ke Indonesia bersama suaminya, merupakan salah seorang penggugat dan berhasil memperoleh ganti rugi US$ 200.000. Mahkamah pengadilan sendiri sulit mengambil keputusan, karena kesaksian yang pro dan kontra clioquinol. Tetapi kemudian dicapai kesepakatan produsen (antara lain Ciba-Geigy) dan pemerintah setempat secara patungan mengeluarkan uang ganti rugi. Menurut Elisabeth Hutama, salah seorang pengurus Lembaga Konsumen yang berbicara pada hari kampanye itu, di Indonesia terdapat 22 merk obat antidiare (mencret) yang mengandung clioquinol. "Obat ini sudah dilarang beredar di Jepang dan Amerika Serikat. Di Norwegia, Swedia dan Denmark sudah ditarik dari peredaran. Sedangkan Australia dan Venezuela sudah membatasinya dengan menetapkan obat itu hanya boleh digunakan berdasarkan resep dokter. Sedang di Indonesia masih dijual dengan bebas," kata Elisabeth. Sedangkan Ketua International Organisation of Consumers Unions, Anwar Fazal yang berasal dari Penang mengatakan di Malaysia clioquinol sudah dilarang pemerintah sejak 7 Agustus yang baru lalu. Sementara Bangladesh menyetopnya sejak 12 Juni. Indonesia mengkonsumsi 300 juta pil obat itu saban tahun. Masih tanda tanya apakah pemerintah Indonesia akan ikut melarang. Sebab sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Dr. Midian Sirait, obat mencret itu sudah dipergunakan sejak 30 tahun yang lalu. "Mestinya kalau ada kasus SMON sudah terdengar," katanya kepada wartawan TEMPO, Max Wangkar. Midian diundang ke pertemuan yang bersifat kampanye itu, tapi berhalangan hadir. Tetapi buat orang Jepang bencana kelihatannya datang begitu cepat. "Pada tahun 1966 saya memperoleh resep clioquinol 3 tablet sehari. Tak lama kemudian saya lumpuh dan mati rasa. Selain itu penglihatan saya menjadi amat kabur," kata sang korban, Yuko Kigasawa dalam kampanye di depan wartawan pekan lalu. KEPALA Bagian Farmakologi FKUI dan anggota tim penilai obat jadi Departemen Kesehatan, dr. Iwan Darmansjah, cenderung menganjurkan clioquinol dilarang. Dia mengakui belum pernah mendapat laporan tentang adanya penderita SMON. "Meskipun demikian apakah kita harus menunggu ditemukannya kasus dulu baru dilarang?" katanya dalam pertemuan antara pihak penentang clioquinol dan para wartawan itu. Iwan sendiri tidak secara tegas menganjurkan orang menghindari clioquinol. Hanya dia menganjurkan orang agar tidak usah secara sembarangan meminum obat diare kalau kena diare, bila tak jelas penyebab penyakit itu. Sebab menurut hasil penelitian yang pernah dia laksanakan terhadap 500 pasien diare, ternyata manfaat clioquinol kecil sekali, dibandingkan dengan efek sampingnya. "Yang diberi placebo (obat kosong) ternyata 82% yang sembuh sedangkan yang diberi clioquinol 93%. Jelas perbedaannya sedikit sekali. Karena itu tanpa diobati, diare bisa sembuh sendiri," kata ahli farmakologi yang selalu muncul dalam sidang WHO kalau membicarakan masalah obat-obatan. Kampanye Lembaga Konsumen itu barangkali agak mengguncangkan. Tetapi untuk memberikan rasa aman, para penderita diare barangkali boleh mencoba obat anti-diare yang tidak mengandung clioquinol. Jumlahnya memang masih langka. Salah satu di antaranya pil yang mengandung gambir, kunyit dan kaolin. Kalau memang tidak gawat dan masih percaya obat tradisional, mengapa tak mencoba daun jambu muda?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus