Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Keluarga di Jalur Cepat

Pembalap muda terjun ke jalur profesional berkat dilatih dan dibiayai pihak keluarga. Hingga lomba ke luar negeri, sanak pun ikut serta.

5 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Acara kumpul keluarga kali ini berlangsung di Inggris. Sang ibu, Melanie Hermanto, dan dua kakak laki-laki Satrio Hermanto ikut serta. Mereka bersama-sama memberi semangat si bungsu Satrio berlaga di jalur cepat A1 Grand Prix putaran kesepuluh di Brands Hatch pada 2-4 Mei 2008.

Sayang, kali ini Johnnie Hermanto, sang ayah, tak bisa mengantar. Tidak seperti ketika balap putaran keempat di Zhuhai, Cina, akhir tahun lalu. Bahkan ketika itu ibu mertua Melanie, Enny Siswoko, yang sudah berusia 70-an tahun, ikut serta. ”Saat-saat seperti ini kami manfaatkan untuk pertemuan keluarga,” kata Melanie.

Cerita yang mirip terjadi pada keluarga Asmasoebrata. Anak keduanya, Allida Alexandra Nurlutfia Asmasoebrata, sudah dua tahun terakhir terjun ke balap kelas formula. Lomba ke luar negeri sudah sering dia lakoni. Ayahnya, Alex Asmasoebrata, selalu menemaninya. Kadang ibunya, Sofia Muri Mardiana, juga ikut serta. Menurut Alex, ayah dan anak justru baru bisa bertemu ketika ada acara balap di luar negeri. ”Kalau di Jakarta, susah ketemu, meskipun tinggal satu rumah,” kata Alex, pembalap seangkatan Tinton Soeprapto dan Aswin Bahar.

Setiap kali putrinya yang berusia 18 tahun itu menang, Alex tak lupa mengabarkannya kepada saudara dan kenalannya. Bagi Alex, inilah berita terpenting, mengalahkan masalah politik atau korupsi. Ketika Alexandra memenangi putaran pertama lomba gokar nasional di Medan akhir Maret lalu, misalnya, Alex langsung menyebarkannya melalui telepon dan pesan pendek. ”Alexandra lima kali start dan lima kali juara pertama.”

Keluarga Satrio dan Alexandra sudah terbiasa mendukung anggota keluarga mereka yang berlomba di sirkuit cepat. Jangankan di sini, di luar negeri pun dilakoni. Meski prestasi keduanya belum kinclong benar, setiap lomba penting bagi keluarga. Wak-tu balapan digunakan sebagai ajang kumpul. Selain memberi dukungan, kegiatan lainnya tentu saja ada, seperti belanja atau bersantai. ”Ayahnya selalu menemani Alexandra di sirkuit. Tapi saya malas dan jalan-jalan sendiri,” Sofia bercerita.

Ya, balap mobil bisa dikatakan sebagai ”olahraga keluarga”. Ayahnya pembalap, anaknya begitu juga. Atau dari kalangan keluarga, ada yang suka olahraga balap atau berkutat di dunia otomotif. Pokoknya, tidak jauh-jauh dari mobillah.

Mick Schumacher, yang baru berusia sembilan tahun, misalnya, sudah kentara mewarisi keahlian ayahnya, Michael Schumacher. Putra kedua mantan juara dunia Formula 1 tujuh kali itu pekan lalu mengikuti kejuaraan gokar di Spanyol. Mick tengah digadang-gadang media sebagai calon pengganti keluarga Schumacher di jalur balap.

Begitupun dengan Alex. Dia ”mewariskan” karier balap—bukan sekadar hobi—kepada Alexandra. Dua anak mantan pembalap Helmy Sungkar, Rifat dan Rizal Sungkar, juga terjun ke jalur cepat sirkuit balap. Begitupun dengan dua anak lelaki Tinton Soeprapto, Ananda Mikola dan Moreno Soeprapto.

Balap kemudian memang menjadi bisnis keluarga. Modal dan pembinaan serius ditangani keluarga. Alex, misalnya, mulanya tak pernah berencana menjadikan anak perempuannya pembalap profesional. Ketika masih berusia 11 tahun, dia mencoba mengendarai gokar bermesin 60 cc yang dipinjam Alex dari seorang kawannya. Rupanya gadis cilik itu tak sekadar suka, tapi malah makin rajin berlatih dengan disiplin tinggi. Setelah anaknya makin serius, Alex sendiri yang melatih di sirkuit balap Sentul.

Pada usia 13 tahun, Alexandra mengikuti berbagai kejuaraan karting. Gelar juara diperolehnya, seperti juara nasional gokar seri I pada 2005 di Sirkuit Sentul. Waktu itu ia menjadi satu-satunya peserta perempuan. Museum Rekor-Dunia Indonesia bahkan memberinya penghargaan sebagai pembalap formula wanita pertama di Indonesia, April tahun lalu.

Kini, jadwalnya sungguh padat. Hampir tiap minggu ia terjun ke arena balap. Dua tahun terakhir, Alexandra mulai menjajal arena balap formula. Mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Paramadina, Jakarta, itu bertekad masuk sepuluh besar kejuaraan Asian Formula Renault 2008 serta masuk tiga besar lomba gokar internasional dan dua besar gokar nasional.

Satrio dan Bagoes Hermanto sedikit berbeda. Ayahnya, Johnnie Hermanto, memang bukan pembalap. Tapi, ketika kecil, Johnnie mengajak bermain gokar saat sekeluarga berlibur ke London. ”Eh, sejak itu anak-anak jadi ketagihan. Saya kira hanya untuk senang-senang saja,” ujar Melanie.

Ketika Bagoes dan Satrio makin serius, orang tua pun mendukung. Setelah malang melintang di arena balap gokar dan formula di Indonesia serta mancanegara, Bagoes, yang kini berusia 28 tahun, akhirnya memilih melanjutkan kuliah bisnis di London. Setelah meraih gelar sarjana strata satu, Bagoes—orang Indonesia pertama yang menjadi juara formula Asia 1997—pulang ke Indonesia menjadi manajer adiknya, Satrio.

Nah, Satrio kini menjadi satu-satunya wakil Indonesia di A1 Grand Prix Motor pada musim kompetisi 2007-2008. Mantan juara nasional gokar dan peringkat ketiga Formula Renault V6 Asia ini cuti kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Tangerang, demi berlaga di jalur cepat. Meski prestasi laki-laki 24 tahun ini masih jauh di belakang, dia bertekad masuk sepuluh besar.

Muhammad Subhan Aksa, 22 tahun, juga jatuh cinta pada dunia balap sejak kecil gara-gara lingkungannya. Maklum, ayah pria kelahiran Makassar ini, Mohamad Aksa Mahmud, adalah pemilik toko mobil Mitsubishi. Maka, sejak usia 14 tahun, setelah mengerti sedikit soal utak-atik mobil, Ubang—demikian panggilannya—tertarik pada dunia jalur cepat ini.

Kini dia menjadi navigator pereli Hade Mboi. Tahun lalu, mereka berhasil menjadi juara umum kedua dalam kejuaraan nasional reli dan peringkat pertama untuk kelas kebut (sprint rally). Awal tahun ini, mereka berhasil masuk sepuluh besar dalam sebuah balapan di Swedia.

Rifat dan Rizal Sungkar terjun ke dunia reli karena ”darah”. Ayah mereka, Helmy Sungkar, yang mantan pembalap, sering mengajak dua bocah itu nonton reli. Mereka akhirnya terjun ke jalur profesional. Tahun lalu, Rifat menjadi juara umum ketiga Asia Pasific Rally Championship 2007 seri kedua di Selandia Baru dan juara umum keempat putaran ketiga di Canberra, Australia.

Balap, apakah itu gokar, speedcar, atau formula, memang memunculkan kesan eksklusif: olahraga orang kaya. ”Ini dunia gaul yang mahal,” kata Satrio. Untuk mengikuti satu musim lomba, misalnya, harus mengeluarkan dana US$ 300 ribu (sekitar Rp 2,7 miliar). Ikut Formula 3 di Eropa butuh 1 juta euro (sekitar Rp 14,5 miliar) per musim. Biaya itu untuk membayar kendaraan dan tim mekanik. ”Dulu ayahnya harus banting tulang untuk membiayai Bagoes dan Satrio balapan,” ujar Melanie.

Gokar lebih murah. Menurut Alex, mobil gokar bekas bisa dibeli Rp 13,5 juta. Untuk mengikuti balap karting harus mengeluarkan sekitar Rp 12,5 juta, sudah termasuk tim teknisi asal Indonesia, tapi belum termasuk biaya pergantian suku cadang. Bila hendak terjun ke dunia balap profesional, selain modal harus kuat, wajib ada sponsor. ”Untuk gokar, keluarga mungkin masih bisa membiayai. Tapi, kalau sudah terjun ke formula, tak mungkin hanya mengandalkan orang tua. Harus ada sponsor yang ikut membiayai,” tutur Satrio.

Biaya makin menggelembung bila setiap acara balap ke luar negeri digunakan sebagai ajang reuni keluarga. Ya, untuk memberi dukungan, kumpul-kumpul, belanja, atau sekadar jalan-jalan.

Grace S. Gandhi, Sahala Lumbanraja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus