Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Setelah Salsinha Kembali

Gastao Salsinha akhirnya menyerah. Di Dili, pemberontak yang memimpin percobaan pembunuhan Ramos Horta itu disambut meriah. Dia punya rekening ratusan ribu dolar di Australia.

5 Mei 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA belas lelaki muncul berseragam militer lengkap. Mereka mengapit Gastao Salsinha. Pemimpin pemberontak itu mengenakan topi berlambang bendera Timor Leste. Beriringan, mereka masuk ke kantor pemerintah Palacio do Governo Republik Demokrasi Timor Leste di Dili pada Selasa pekan lalu.

Di pintu, para pejabat pemerintah dan Presiden Ramos Horta berjajar menunggu. Begitu Salsinha muncul, semuanya menyambutnya dengan tangan terbuka. Para pejabat menyalami mereka satu per satu. Di antara pemberontak terdapat Marcelo Caetano. Wajahnya tenggelam di balik topi hitam. Dia berjalan mendekat ke Horta. Suasana agak tegang.

Horta melirik pemuda yang pernah menembak dirinya itu. Marcelo menunduk. Penembakan terjadi 11 Februari lalu. Horta ditembak di rumahnya saat pulang lari pagi. ”Aku mengenal wajahmu. Kamulah yang menembakkan peluru itu,” ujar Presiden Timor Leste sembari menatap wajah Marcelo. Pemuda itu menangis, lalu mencium tangan Horta. Mereka bersalaman, lalu berpelukan. Horta meminta Marcelo mengakui perbuatannya di depan warga Timor Leste. Tapi tak ada kata yang keluar dari mulut Marcelo.

Lalu Horta berpidato. Dia mengatakan gembira putra Timor Leste kembali ke Dili. Meski begitu, dia berbicara lantang bahwa tak ada toleransi bagi pemberontak. ”Saya tidak mau main-main lagi dengan kalian yang berniat jahat membunuh presiden,” kata Horta dengan suara berat. Dia mengatakan pengadilan akan menegakkan kebenaran.

Di depan pengadilan, Marcelo mengaku menembak Horta karena emosional melihat pemimpinnya, Mayor Alfredo Reinado, tewas tertembak. Lima pemberontak, termasuk Gastao Salsinha, dikenai tahanan sementara di Lembaga Pemasyarakatan Becora, Dili, Kamis pekan lalu.

Bagaimana Salsinha, musuh nomor satu Pemerintahan Xanana Gusmao—Perdana Menteri Timor Leste—akhirnya menyerah? Dalam satu wawancara, Salsinha meminta maaf kepada warga Timor Leste, yang menurut dia menderita selama krisis dan banyak yang tinggal di kamp pengungsi. ”Pasukan saya menyerah demi rakyat. Mereka siap menghadapi pengadilan.”

Laporan kantor berita Australia, ABC, menyebutkan Salsinha telah merundingkan syarat penyerahan sejak dua pekan lalu, dibantu polisi Timor Leste dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Badan dunia itu berharap Salsinha dan pengikutnya dituntut di pengadilan atas serangan yang berniat membunuh Horta. Empat tersangka lain secara terpisah ditahan di Indonesia dan diserahkan kepada penguasa Timor Leste.

Tapi Salsinha rupanya tak suka kata menyerah. Dalam pemeriksaan di pengadilan pada Kamis pekan lalu, dia mempertegas pernyataannya bahwa dia menyerahkan diri kepada pengadilan secara sukarela. Tujuannya mencari keadilan dan kebenaran. ”Kalau dikatakan menyerah, aku tidak akan datang ke Dili,” ujarnya.

Bekas tangan kanan Mayor Alfredo Reinado Alves—pemimpin pemberontak yang tewas dalam aksi rencana pembunuhan Horta—itu juga menyatakan menyerah demi menghindari kekerasan. Dia mengatakan ingin ikut membangun Timor Leste. Informasi yang dikumpulkan Tempo menunjukkan, sebelum Salsinha menyerahkan diri, ada kesepakatan antara dia dan Penjabat Presiden Fernando Lasama de Araujo serta Jaksa Agung Longinhos Monteiro. Pertengahan Maret, ia berjanji akan turun ke Dili jika Presiden Horta pulang setelah melewati masa perawatan di Australia.

Bujukan untuk menyerah sudah dilakukan sejak dua pekan setelah percobaan pembunuhan, pada 27 Februari. Saat itu, lewat pertemuan empat mata di Distrik Ermera, Jaksa Agung Longinhos Monteiro menawarkan dua opsi: menyerah atau ditangkap. Negosiasi berlangsung dua pekan.

Namun bekas pasukan Falintil terus menolak dan meminta tentara Timor Leste menghentikan pencarian. Alasannya, Salsinha dan pasukannya butuh waktu berkumpul untuk menyerahkan diri. Pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah hanya mengabulkan penghentian operasi sehari. Karena tak ada reaksi dari kelompok Salsinha, pencarian kembali berlanjut dengan opsi sama: menyerah atau mati kalau melawan.

Xanana juga tak tinggal diam. Dia mengultimatum pemimpin pemberontak agar turun ke Dili sebelum Presiden Horta pulang. Sumber yang dekat dengan Salsinha mengatakan banyak ancaman masuk ke telepon selulernya. Tapi banyak juga yang mendukung agar dia tidak menyerah. Akhirnya, dia memutuskan turun ke Dili.

Salsinha turun gunung karena kesepakatan antara dia dan Jaksa Agung serta Penjabat Presiden Fernando Lasama de Araujo. Disepakati, keamanan Salsinha dan kawan-kawannya akan terjamin bila mereka menyerahkan diri. Dalam kesepakatan tersebut, mereka juga diminta menyerahkan diri secara sukarela ke pengadilan, bukan ke pasukan operasi gabungan.

Begitulah. Pada 17 April lalu, ketika Horta kembali dari perawatan di Australia, Salsinha bersama dua anak buahnya mengemas barang, lalu turun dari perbukitan. Jumat dua pekan lalu, Salsinha lebih dulu menyerahkan diri di Kampung Laula, Distrik Ermera, bersama tiga anggotanya, yakni Jose da Cruz alias Ventura, Jose Agapito Madeira, dan Andre da Silva. Tiga hari kemudian, 12 pemberontak mengikuti jejak Salsinha.

Apakah pengadilan Dili sanggup menuntaskan perkara itu? Bisik-bisik di elite politik mengatakan Salsinha malah akan diberi amnesti. Pengadilan Distrik Dili memutuskan semua pemberontak dijebloskan ke penjara sambil menunggu proses investigasi selanjutnya. Ada dugaan kuat, mereka juga terlibat perampasan senjata polisi di perbatasan dan aksi penyerangan tentara Timor Leste pada 2006 di Fatuahi, Dili.

Tapi Salsinha masih menyimpan rahasia. Aksi penyerangan terhadap Xanana Gusmao belum terungkap. ”Belum saatnya,” ujar Salsinha. Semua rahasia itu, kata dia, akan dibongkar di depan persidangan kelak. ”Ini tergantung kesepakatan kami dengan Presiden Horta,” dia menambahkan.

Banyak warga Timor Leste bertanya soal motif di balik penembakan pada Februari. Spekulasi merebak sejak Horta mengatakan komandan pemberontak itu punya rekening di Australia berjumlah Aus$ 700 ribu (Rp 6 miliar). Menurut laporan harian The Australian, Horta mencoba mencari kaitan antara simpanan di bank itu dan pendukung logistik pemberontak.

Meski usaha Horta menyeret pemberontak ke pengadilan layak dipuji, banyak kalangan tetap pesimistis. ”Seperti di Indonesia, di sini tak banyak perkara yang bisa selesai di pengadilan,” ujar seorang warga Dili.

Nezar Patria (Jakarta), Jose Sarito Amaral (Dili)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus