TAK ada pertemuan para dokter yang begitu bertuah seperti
Kongres Kesehatan Anak se-Asia ke-II 3 Agustus yang lalu di
Jakarta. Presiden Soeharto datang sendiri ke Balai Sidang
Senayan untuk mengucapkan kata-kata pembukaan dan memalu gong
tanda dibukanya kongres yang dihadiri sekitar 400 utusan dari
luar negeri. Nyonya Tien Soeharto dan Wakil Presiden Sultan
Hamengkubuwono -- meskipun tak mengucapkan pidato -- hadir juga
di sana dan berkenalan dengan para peserta.
Hanya separo tempat duduk balai sidang itu terisi, namun
pembukaan hari itu tetap memberikan kesan besar-besaran. Di
tengah-tengah ruangan sekuntum kembang teratai kuncup setinggi
tiga meter dibangun, sebagai lambang dari thema kongres: Tumbuh
Kembang di Asia Tenggara. Kongres ini semula akan
diselenggarakan di Hongkong, tetapi kota koloni itu ternyata
mengundurkan diri, karena kesibukan dokter dan kurangnya
persiapan. Indonesia menyanggupkan diri untuk mengambil-alih
tugas tersebut dan panitia begitu hebatnya hingga dapat
mengumpulkan uang sebanyak Rp 80 juta. Menurut panitia 40% dari
jumlah itu datang dari pemerintah, sedangkan sisanya sumbangan
dari perusahaan swasta dan yang terkumpul dari kalangan dokter
sendiri.
Sendratari
Hari itu selain dari Presiden ada pula pidato dari Menteri
Kesehatan Siwabessy, Sekjen Ikatan Ahli Kesehatan Anak
Internasional, Stapleton dan dari AH Markum, Ketua Paniia
Kongres. Sehabis pidato-pidato dipilihkan pula sebuah acara
hiburan yang dibuat "berisi", yaitu sebuah sendratari yang
dimainkan oleh grup Rudy Wowor, yang menggambarkan masa anak
dikandung, besar dan menjadi dewasa. Ketika kuntum bunga menguak
dan meloncatlah seorang anak perempuan, Nyonya Tien Soeharto
diminta turun ke panggung untuk menebarkan beras kunyit ke arah
kuntum bunga yang jadi mekar itu..."Sebagai tanda ikatan yang
tak putus-putusnya antara seorang ibu dengan anaknya", kata
pembawa acara.
Setelah pembukaan di Balai Sidang,kegiatan kongres tumpah ke
Hotel Indonesia. Bali Room yang sewanya sehari sekitar Rp
750.000 menjadi pusat pertemuan untuk membicarakan naskah-naskah
ilmiah yang masuk dari berbagai negara. Indonesia mengemukakan
naskah yang cukup aktuil, yaitu gejala penyakit Rye, satu gejala
penyakit yang ditemukan sarjana Australia Rye, berupa gejala
penyakit seperti radang otak dan panas kejang. Kelompok dokter
dari RS Sumber Waras telah melaporkan beberapa kasus yang mereka
temukan di rumahsakit tersebut tahun 1975 di Bangkok. Namun kali
ini gejala-gejala penyakit itu mereka bicarakan lagi dengan
tambahan kasus.
Meskipun begitu, laporan kelompok Sumber Waras yang tempohari di
Bangkok itu sama sekali ditolak oleh Prof dr Sutejo, Kepala
Bagian Penyakit Anak RSCM/FKUI. Dalam sebuah konperensi pers,
sebelum kongres dibuka, dia mengatakan laporan Sumber Waras itu
"tidak ilmiah, karena salah satu syarat, yaitu pemeriksaan
Glutamic Acid tidak mereka lakukan". (Namun dr Hansa Wulur dari
kelompok Sumber Waras di lain kesempatan dengan menyodorkan
beberapa tulisan dari luarnegeri menjawab dengan tegas:
"Pemeriksaan Glutamic acid hanya bersifat anjuran belaka, bukan
patokan yang harus diikuti. Tetapi bagaimana pun kami akan
melakukan pemeriksaan ke arah itu. Kami kesukaran dalam
memasukkan alat pemeriksaan cairan otak tersebut").
Walaupun rupanya masih ada perkara antar-dokter yang semacam
itu,Kongres Kesehatan Anak Asia Ke-II di HI itu sungguh meriah.
Ruangan lobby disunglap menjadi tempat kesibukan sekretariat. Di
pintu masuk Bali Room ada pameran kesehatan anak dan
berdampingan dengan ruangan itu ada pula pasar oleh-oleh --
mulai dari batik, keramik sampai ke tanaman bonsai.Pendeknya,
para dokter anak bertemu, dan perdagangan jalan terus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini