Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kesehatan jiwa atau mental adalah kesatuan kesehatan dan menjadi hak dasar setiap orang yang harus dipenuhi. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia (Kemenko PMK) menyebut isu-isu terkait kesehatan mental seharusnya menjadi salah satu isu sentral seperti halnya stunting karena berhubungan dengan sumber daya manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kesehatan mental ini harus sebagai isu sentral seperti halnya stunting," ujar Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK, Nancy Dian Anggraeni, dalam Semiloka Darurat Kesehatan Mental Masyarakat di Jakarta, Selasa, 12 Desember 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, masalah kesehatan jiwa di Indonesia masih memerlukan perhatian bersama karena beban penyakit yang cukup tinggi serta kapasitas layanan dan tenaga kesehatan yang masih belum memadai dan mampu menjangkau seluruh populasi kelompok rentan.
"Beberapa kebijakan mencegah timbulnya masalah dan gangguan kesehatan jiwa telah dilaksanakan oleh beberapa stakeholder. Namun, perlu upaya-upaya penguatan agar angka-angka permasalahan kesehatan jiwa tidak bertambah dan bisa menurun," jelasnya.
Tenaga profesional masih kurang
Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional (GME) usia di bawah 15 tahun sebesar 9,8 persen atau satu dari 10 orang mengalami GME. Kemudian, prevalensi depresi usia 15 tahun ke atas sebesar 6,1 persen lebih tinggi dari rata-rata dunia yang hanya 3,8 persen. Hal ini, kata Nancy, setara dengan satu dari 16 orang mengalami depresi.
"Lalu, prevalensi gangguan jiwa berat sebesar 0,18 persen atau setara dengan hampir dua dari 1.000 orang mengalami gangguan tersebut," jelasnya.
Selain itu, data Indonesia Drugs Report menunjukkan angka prevalensi penyalahgunaan narkoba pada 2021 meningkat menjadi 1,95 persen atau hampir 3,7 juta jiwa dari 2019 sebesar 1,8 persen. Bahkan, pada kelompok usia anak menurut UNICEF, dua dari tiga anak usia 13-17 tahun pernah mengalami setidaknya satu jenis kekerasan, dua dari lima anak usia 15 tahun pernah mengalami perundungan setidaknya beberapa kali dalam sebulan.
Hasil penelitian Indonesia-National Adolescent Mental Survey (I-NAMHS) 2021 menunjukkan prevalensi gangguan kecemasan pada remaja (10-17 th) sebesar 3,7 persen dan 1,4 persen remaja memiliki pikiran untuk bunuh diri dalam 12 bulan terakhir. Sementara kapasitas layanan kesehatan untuk kesehatan jiwa masih terbatas.
Saat ini, rasio jumlah tenaga kesehatan jiwa seperti psikiater, psikolog klinis, perawat jiwa, masih di bawah rasio yang ditetapkan WHO. Rasio psikiater di Indonesia satu berbanding 223.587 sedangkan standar WHO satu berbanding 30.000. Rasio psikolog klinis satu berbanding 81.468, sedangkan standar WHO 1:30.000.
"Serta sebarannya pun tidak merata, hanya terpusat di Pulau Jawa. Demikian juga dengan fasilitas kesehatan untuk layanan kesehatan jiwa masih perlu peningkatan karena empat (Gorontalo, Papua, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara) dari 34 provinsi belum memiliki RSJ sedangkan RSU dengan layanan psikiatri terbatas hanya 318 dari 720 RSUD," kata Nancy.
Melihat data tersebut, selain upaya yang sifatnya menyiapkan sumber daya untuk penanganan dan mengatasi kesehatan jiwa, perlu dilakukan upaya hulu, yakni pencegahan terjadinya masalah gangguan jiwa.
"Hal ini sejalan dengan upaya menciptakan generasi unggul yang sehat, tangguh, produktif, dan mampu bersaing dalam menuju Indonesia maju di tahun emas 2045," tegasnya.
Pilihan Editor: Jaga Kesehatan Jiwa dengan 4 Langkah Mudah Berikut