Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kata FOMO sudah tidak asing lagi di media sosial. Kata ini pertama kali dikenal di Twitter. Di media sosial, kata FOMO dimaknai sebagai rasa takut tertinggal jika tidak mengikuti tren tertentu. Lantas, apa sebenarnya itu FOMO?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir Techtarget, FOMO atau Fear Of Missing Out adalah respons emosional seseorang terhadap keyakinan bahwa orang lain memiliki hidup yang lebih baik, kehidupan yang lebih memuaskan, atau seseorang telah melewatkan peluang penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
FOMO sering menyebabkan perasaan tidak nyaman, ketidakpuasan, depresi, dan stres. Apalagi di era media sosial seperti sekarang ini, yang menjadi faktor meningkatnya FOMO dalam diri seseorang.
Media sosial dapat menciptakan situasi di mana pengguna terus-menerus membandingkan kehidupan mereka dengan pengalaman ideal orang lain yang mereka lihat di posting media sosial.
Perasaan cemas dan tidak puas yang diciptakan oleh FOMO juga dapat membuat seseorang meningkatkan untuk terus memeriksa tren terbaru yang orang lain lakukan. Sehingga mereka akan terus-menerus membuka ponsel dan menggulir sosial media.
Sejarah FOMO
Penelitian tentang FOMO kemungkinan besar telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Namun yang tercatat, FOMO pertama kali dipelajari oleh seorang ahli strategi pemasaran, Dan Herman, pada 1996.
Lalu pada 2004, Patrick McGinnis, seorang mahasiswa MBA Harvard, mempopulerkan istilah tersebut ketika ia menerbitkan sebuah artikel di surat kabar mahasiswa Harvard Business School, The Harbus, berjudul Teori Sosial di HBS: Dua FO McGinnis.
Awalnya, McGinnis menyebut emosi itu FOBO atau Fear of Better Option yaitu takut akan pilihan yang lebih baik. Dia dan teman-temannya menyadari bahwa rekan-rekan mereka mengalami kesulitan ketika membuat rencana dan mereka mengaitkannya dengan meningkatnya kesadaran akan kematian dan kebutuhan untuk menjalani hidup sepenuhnya yang biasanya dirasakan pada tahun-tahun setelah tragedi 9/11.
Namun, dia dan teman-temannya menyadari bahwa kenegatifan itu tidak sebanyak rasa takut menerima sesuatu yang mungkin bukan yang terbaik, melainkan rasa takut kehilangan pengalaman yang tidak diketahui.
Sejak itu, penelitian terus dilakukan pada topik tersebut. FOMO ditambahkan ke kamus utama sepanjang 2010-an dan merupakan kandidat utama untuk Word of the Year dari American Dialect Society pada 2011.
FANI RAMADHANI
Pilihan Editor: Tips Menghindari FOMO