Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kantin Pusat Pengembangan Kompetensi Pendidik, Tenaga Kependudukan dan Kejuruan (P2KPTK2) Jakarta Pusat terlihat ramai oleh siswa berpakaian seragam putih abu-abu. Mereka memenuhi beberapa stan penjual makanan yang ada di gang sempit perlintasan antara Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 27 dan P2KPTK2. Ada sekitar 40an orang anak hilir mudik di kantin itu memesan makanan pukul 09.50. "Kami ini dari SMKN 27," kata salah satu anak perempuan berseragam putih abu-abu, Bianca Grasheilla Selasa 21 Agustus 2018.
Baca: Agar IQ Tinggi, Jangan Biarkan Anak Tidur Larut Mala
Selain Bianca, 7 teman perempuan yang satu meja dengannya yang juga berasal dari SMKN 27. Mereka lebih suka jajan di kantin sebelah sekolah mereka karena mereka nilai kantin mereka menjual makanan yang kurang bervariasi. "Sebenarnya sih tidak boleh, tapi kantin kami sudah tidak bervariasi pilihannya," kata gadis 18 tahun itu.
Bianca dan teman-temannya memilih makanan yang beragam. Ada yang memakan soto babat, ada yang memesan mi rebus ataupun nasi goring serta gorengan. Untuk minuman, sebagian besar dari mereka memilih minum es teh, atau nutrisari. Ada pula yang lebih suka salah satu minuman serbuk dalam kemasan untuk menemani mi rebus santapannya. Ada banyak pilihan makanan yang bisa disantap para pelajar ini. Ada stan sate, soto, makanan nusantara, pecel lele, nasi goreng, dan stand mi serta minuman, gado-gado dan ketoprak.
Dari berbagai stan itu, stan gado-gado, ketoprak, dan makanan nusantara yang menjajakan ikan dan telur, termasuk sepi dan jarang ada pembeli. Sebaliknya, stan mi rebus dan minuman manis, serta nasi goreng yang terlihat paling sesak. Para pelajar seolah berkompetisi untuk mendapatkan layanan si penjual. Di stan mi dan minuman itu, dua orang penjaga sibuk melayani pelanggannya. Dengan cepat sekali mereka merebus dan meracik mi, lalu dibarengi dengan memanggang roti bakar yang sudah diisi oleh meses, keju dan cokelat serta susu kental manis. Seorang lain membuat minuman dengan mengisi susu kental manis di gelas plastik lalu mencampurnya dengan minuman serbuk dalam kemasan yang sudah dicampur es. "Pilihan jajanan kita itu yang penting murah, banyak dan enak," kata Bianca yang mendapatkan jajan 400 ribu perbulan.
Mengutamakan enak sepertinya juga dilakukan anak-anak muda yang sedang makan sekaligus nongkrong di Food Hall Senayan City pada 18 Agustus lalu. Pada malam minggu, beragam anak muda duduk berkelompok sambil menyantap makanan mereka. Di meja anak muda yang berada sekitar dua meter dari Tempo, terlihat ada beberapa santapan siap saji seperti ayam goreng tepung, kentang goreng, mie goreng, lalu ada pula yang makan nasi ayam. Minuman mereka rata-rata berupa minuman bersoda atau teh susu dengan es yang saat ini sedang popoler.
Anak muda menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali mengatakan menjelang bonus demografi, pemerintah sudah mulai memikirkan masalah kesehatan anak muda. "Kesehatan tentang remaja sebenarnya masih ilmu yang tergolong baru buat kami, walau sudah ada di Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019 ini," katanya.
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), anak muda atau youth adalah orang-orang yang berusia 15-24 tahun. Namun ada juga organisasi PBB lain, UN Habit, mengklasifikasi anak muda dari 15-32 tahun. Bahkan di The Africa Charter menyebut usia anak muda ini dari 15-35 tahun. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan Indonesia memang dicanangkan akan mendapatkan Bonus Demografi pada 2030. Saat itu, jumlah usia produktif Indonesia antara 15-30 bisa mencapai 180 juta orang dan jumlah usia non produktif hanya sepertiganya saja.
Baca: https://gaya.tempo.co/read/1126378/agar-iq-tinggi-jangan-biarkan-anak-tidur-larut-malam
Makanan atau tepatnya nutrisi yang disantap Bianca dan teman-temannya serta anak-anak di mall belum tentu sesuai dengan gizi yang dibutuhkan mereka. Nutrisi yang kurang tepat bisa mengakibatkan 4 masalah kesehatan yang dialami anak muda yaitu kurang zat besi alias anemia, masalah tinggi badan, kurus atau kurang energi kronis, dan kegemukan atau obesitas.
Direktur Kesehatan Keluarga Eni Gustina mengatakan ada 18,4 persen remaja yang mengalami anemia. Ada pula 20,8 persen wanita usia subur yang mengalami kekurangan energi kronik. Masalah kehamilan pada usia remaja pun masih terjadi sebanyak 20,3 persen. "Semua ini menjadi salah satu hambatan pemerintah untuk menurunkan kematian Ibu di Indonesia," kata Eni.
Baca: Cek Kesehatan Anak Melalui Internet, Pilih Situs yang Terpercaya
Berbagai masalah kesehatan yang dialami anak muda, khususnya perempuan bisa berdampak pada meningkatnya Angka Kematian Ibu. Selain itu, hal ini pun berhubungan dengan masalah stunting yang saat ini diperangi pemerintah. “Kalau dilihat dari ke belakang, stunting bisa disebabkan karena ibu yang anemia. Ibu yang anemia bisa saja terbawa karena sudah mengalaminya sejak remaja,” katanya.
Project Manager Young Health Programme (YHP) dari Yayasan Plan International Indonesia (YPII) Fahmi Arizal mengatakan masalah nutrisi utama adalah satu dampak yang terjadi karena ketidaktahuan mereka masa peralihan yang mereka rasakan dari anak ke dewaa, yaitu perubahan fisik, psikis dan sosial yang dialami remaja itu. Dari segi fisik, remaja tentu akan mengalami pubertas dan perubahan bentuk tubuh.
Secara psikis, remaja juga akan mengalami perubahan. Bila ketika anak-anak mereka lebih riang, saat remaja mereka lebih banyak diam dan mulai bisa menentukan sikap. Ada pula anak remaja yang mulai berani melakukan beberapa kegiatan yang selama ini dilarang saat menjadi anak-anak. Salah satunya adalah merokok. Lalu dari segi sosial, remaja juga merasakan tekanan dari teman-teman sebayangnya. Tidak jarang mereka mengikuti pola mayoritas temannya. "Nah, kalau dalam masa perubahan itu remaja tidak didukung dan diberi informasi dengan baik, remaja ini jadi tidak tahu apa yang baik untuk mereka demi menjaga kesehatan fisik, psikis dan sosialnya," kata Fahmi.
Masalah nutrisi yang dialami remaja pun berhubungan dengan kurangnya dukungan yang diterima mereka. Fahmi mencontohkan, karena tidak tahu makanan apa yang terbaik untuk perubahan fisik yang mereka rasakan, maka remaja ini terbiasa memakan makanan seenaknya, bahkan ada yang menggunakan motto 'yang penting kenyang'. "Akibatnya, tumbuh lah masalah nutrisi remaja seperti obesitas.
Kembali karena kurang mendapat informasi yang baik, dan dukungan terhadap perubahan sosial. Demi mendapatkan pengakuan teman-temannya, tidak jarang anak remaja mengubah pola gaya hidupnya. Tidak jarang remaja akan mengenakan pakaian atau mengubah bentuk tubuh sesuai dengan lingkungan sekitarnya. "Kalau remaja akhirnya bergaul dengan anak nakal, ya kemungkinan dia juga akan nakal," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masalah gizi yang dialami remaja menjadi hal yang penting untuk dicari jalan keluarnya. Remaja yang kurus, anemia, atau bahkan obesitas akan berdampak pada tingkat produktivitas mereka. Hal itu juga akan berdampak pada masalah ekonomi.
Baca: Demi Dapat Generasi Emas, Penuhi Macam-Macam Hak Anak In
Pungkas mengatakan ada sebagian remaja yang masuk kategori pekerja. Ketika mereka anemia, dan juga kurus, maka remaja itu akan mengalami letih dan lesu atau sakit-sakitan sehingga mereka akan jarang masuk kerja dan mengganggu produktivitasnya. Sebaliknya, remaja yang berlebihan berat badan juga akan mengganggu produktivitas karena obesitas bisa berdampak pada penyakit tidak menular yang kemungkinan dialami oleh anak muda itu. Berbagai penyakit seperti stroke, jantung dan hipertensi serta diabetes mengintai para anak muda yang berlebihan berat badan. Ketika mereka sakit, tentu mereka tidak bisa bekerja. "Penyakit tidak menular juga bisa mengakibatkan kematian. Hal itu tentunya bisa memperbesar dampak ekonomi," kata Pungkas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini