Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fatimah duduk pasrah. Ahmad Faiz Zainuddin mengetukngetukkan ringan dua jarinya pada ubunubun perempuan 37 tahun itu. Kemudian ketukan jari telunjuk dan tengah Faiz berpindah ke alis mata, di bawah kelopak mata, di bawah hidung, pada pergelangan tangan, dan beberapa titik lainnya.
Sekitar 10 menit kemudian, setelah proses ketukan usai, lagu cadas Livin’ on A Prayernya Bon Jovi diputar keraskeras. Belum lagi separuh lagu, Fatimah mendadak berdiri. Wajahnya berseriseri. ”Terima kasih, terima kasih,” katanya. Ya, ibu dua anak ini telah terbebas dari fobia akan suara keras. Tepuk tangan pun menggema dari sekitar 300an orang yang hadir di sebuah ruang pertemuan di Hotel Menara Peninsula, Jakarta Barat, dua pekan lalu.
Fatimah pantas bersyukur. Fobia terhadap suara keras sudah menghantuinya sejak dia berusia 9 tahun. Setiap kali mendengar suara keras, seperti lagu yang disetel kencang, suara knalpot, kebisingan di tempattempat umum, tubuhnya gemetaran, jantung berdegup kencang, napas tersengalsengal, wajahnya pucat, dan kulitnya dingin. Tapi dia tidak tahu apa penyebabnya. Dua hari setelah diketukketuk, kepada Tempo, Fatimah bercerita bahwa dia sudah bisa menikmati jalanjalan di mal.
Sri Mulyawati, 34 tahun, bernasib sama dengan Fatimah. Dalam hitungan menit setelah diketukketuk, fobianya terhadap kucing sirna. Sri kemudian berani mengelus dan membopong kucing, bahkan menimangnimang seperti laiknya bayi.
Faiz bukan pesulap, bukan pula dukun. Jurus ketukan (tapping) menggunakan dua jarinya itu merupakan bagian dari metode SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) atau teknik pembebasan emosi. Ini adalah suatu cara terapi psikologi untuk menyembuhkan berbagai gangguan psikologis seperti stres, kecanduan, dan fobia. Cara kerjanya adalah dengan merasakan secara fokus—bukan menghindari—masalah yang ada, seperti fobia terhadap sesuatu. Lalu, secara simultan ketukanketukan dua jari dilakukan pada titiktitik seperti dalam akupunktur atau akupresur yang merupakan meridian tubuh (lihat infografik 18 Titik Tapping).
Logikanya, jika seseorang mendapat pengalaman negatif, akan timbul emosi negatif, yang nantinya akan ”merusak” tubuh. Nah, ujungujungnya, sistem energi tubuh pun terganggu dan menjadi tidak seimbang. ”Dengan SEFT hanya butuh beberapa menit untuk mengatasi berbagai masalah, misalnya fobia terhadap musik yang keras atau kucing seperti tadi,” begitulah klaim Faiz, alumnus Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya, ini.
Faiz merintis metode SEFT sejak akhir 2005. Mulanya, dia hanya berani menerapkannya di lingkungan terdekat, seperti kawan dan keluarga. Namun, sejak awal 2006, Faiz mulai mengadakan workshop. Di Jakarta, acara SEFT dilakukan setiap bulan di Hotel Menara Peninsula. Biaya pelatihan SEFT lumayan mahal, sekitar Rp 2,5 juta. Kini, ”murid” Faiz sudah lebih dari 5.000 orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, juga di Malaysia dan Singapura. Tak sedikit dari mereka yang berprofesi sebagai dokter dan psikolog.
Dokter Setiawan, ahli bedah di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, dan dokter Welly Tanjung, alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, mempraktekkan terapi ini untuk mengusir berbagai keluhan diri sendiri dan orangorang terdekat. Psikolog Yuli Suliswidyawati, sekretaris Ikatan Psikologi Perkembangan Indonesia, Jawa Barat, malangmelintang menebar SEFT, sejak Agustus lalu. Dia mengklaim telah berhasil mengatasi beragam keluhan psikis dan fisik dari ratusan kliennya, seperti trauma, maag akut, gangguan belajar, autis, bahkan kelumpuhan.
SEFT sendiri bukan temuan Faiz. Cikal bakalnya adalah teknik pembebasan emosi (EFT) yang digagas Gary Craig, terapis asal Amerika Serikat, pada pertengahan 1990an. Craig bukanlah seorang terapis atau psikolog. Dia berlatar belakang insinyur. Namun, penyembuhan personal sudah menjadi pusat perhatiannya selama 30 tahun. Jika dilihat di internet, EFT sudah banyak dipraktekkan di Barat dan memiliki beberapa varian, mulai dari yang menyembuhkan trauma kronis hingga khusus untuk pelangsingan tubuh.
Sedangkan Faiz mengenal EFT pada pertengahan 2005, saat mengikuti workshop di Singapura, yang menghadirkan Steve Wells, pakar EFT untuk memperoleh kinerja prima, asal Australia. Mulanya Faiz skeptis. Namun ketika fobianya terhadap gelap lenyap, dia pun percaya keampuhan EFT. Faiz mendalami metode EFT dari videovideo yang dikeluarkan Craig.
Nah, kemudian Faiz menambahkan unsur ”S” atau spiritual dalam EFT, yang berupa doa, keikhlasan, dan kepasrahan. Kandidat Master of Science, Universiti Teknologi Malaysia itu merujuk penelitian Larry Dossey, dokter dari Amerika Serikat, yang memasukkan pentingnya doa dan spiritualitas dalam pengobatan. Melalui buku Dossey, The Healing Words: The Power of Prayer and The Practice of Medicine, Faiz pun membangun SEFT.
Ada tiga unsur utama terapi SEFT. The step up alias doa kepasrahan, untuk memastikan agar aliran energi tubuh terarah dengan tepat. Fatimah misalnya, melafalkan, ”Walaupun saya gemetar seperti mau mati kalau mendengar musik keras, saya ikhlas menerima masalah ini. Saya pasrahkan kesembuhannya padaMu, ya Allah!”
Lalu, the tunein, yaitu memikirkan peristiwa atau sesuatu secara spesifik yang dapat membangkitkan emosi negatif, yang ingin dihilangkan. Bersamaan dengan itu, ketukanketukan ringan (tapping) di sejumlah titik meridian tubuh mulai dilakukan. ”Tak ada klenik atau supranatural di sini,” kata Faiz yang mengklaim angka keberhasilan SEFT mencapai 8095 persen.
Sedikit yang gagal itu antara lain dialami Gita Ginandjar. Pria 35 tahun yang kecanduan rokok sejak kelas tiga sekolah dasar ini ingin sekali berhenti merokok, tapi Faiz gagal menanganinya. Malam itu, sudah tiga putaran terapi dilakukan, eh, tetap saja bau rokok terasa sedap baginya. Faiz mengatakan, kegagalan bisa disebabkan berbagai faktor, seperti klien atau terapis tidak khusyuk, ikhlas dan pasrah, atau masalah intinya belum ditemukan.
Metode ini juga tak bebas kritik. EFT disebut sebagai pseudoscientific atau ilmu semu, karena kurangnya akurasi, buktibukti penelitian, dan terlalu gencarnya unsur promosi melalui internet. Psikolog senior Sarlito Wirawan bahkan menyebut SEFT itu di luar psikologi. Sebab, dalil dan jargonjargonnya tak dikenal dalam psikologi, seperti energi psikologi dan sampah emosi. ”Saya tak tahu itu teknik apa, tapi yang jelas, dalil dan jargonjargonnya bukan istilah psikologi,” katanya. Menurut dia, dalam psikologi, terapi dilakukan dengan kaidahkaidah baku, misalnya observasi, wawancara, dan tes. Bukan ketukanketukan.…
Dwi Wiyana
18 Titik Tapping
*Keterangan: Tapping tidak harus dilakukan berurutan; bisa secara acak asal pada semua titik, dan boleh dilakukan pada sisi sebelah kiri atau kanan, atau duaduanya.
Baby Finger (BF) Di jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku, di bagian yang menghadap ibu jari.
Karate Chop (KC) Di samping telapak tangan, bagian yang digunakan untuk mematahkan balok saat karate
Ring Finger (RF) Jari manis di samping luar bagian bawah kuku, di bagian yang menghadap ibu jari
Gamut Spot (GS) Di bagian antara perpanjangan tulang
Outside of Hand (OH) Di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan
Middle Finger (MF) Jari tengah samping luar bagian bawah kuku, di bagian yang menghadap ibu jari
Index Finger (IF) Jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku, di bagian yang menghadap ibu jari
Thumb (Th) Ibu jari di samping luar bagian bawah kuku
Inside of Hand (IH) Di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan
Crown (Cr) Pada titik di bagian atas kepala atau ubunubun
Side of the Eye (SE) Di atas tulang di samping mata
Under the Eye (UE) 2 sentimeter di bawah kelopak mata
Under the Nose (UN) Tepat di bawah hidung
Eye Brow (EB) Pada titik permukaan alis mata
Chin (Ch) Di antara dagu dan bagian bawah bibir
Collar Bone (CB) Di ujung tempat bertemunya tulang dada, collar bone, dan tulang rusuk pertama
Under the Arm (UA) Di bawah ketiak, sejajar dengan puting susu (pria), atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita)
Bellow Nipple (BN) di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah payudara
Sumber: Buku SEFT, Cara Tercepat dan Termudah Mengatasi Berbagai Masalah Fisik dan Emosi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo