Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DALAM gendongan ibunya, bocah perempuan itu memamerkan senyum. Tangan kiri memegang sebuah piano mainan berwarna-warni, tangan kanan menggenggam erat baju ibunya. Sama sekali tak terlihat lelah di wajahnya. Padahal ia baru saja ditimang-timang oleh gerbong kereta api sepanjang perjalanan Jakarta-Bogor. Untuk sampai di rumahnya di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat, si kecil dua kali naik angkutan kota bersama orang tuanya.
Ananda Asunaputri namanya. Selasa pekan silam, anak berusia kurang dari dua tahun ini baru saja pulang dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Ia terlihat seperti anak kecil pada umumnya. Berkulit terang dan bersorot mata jernih. Para penumpang kereta api ataupun penumpang angkot di Bogor tentu tak menyangka ia baru menjalani peristiwa penting dalam hidupnya: operasi jantung.
Kelainan jantung yang dialami Ananda sungguh langka. Sejak lahir, jantungnya berada di luar anggota tubuh (ectopia cordis). Mau tak mau, organ vital ini harus dimasukkan ke tempat semestinya lewat operasi. Itu pun penanganannya tidak mudah. "Yang dioperasi memang banyak, tapi sedikit sekali yang berhasil," kata Dr. Fathema Djan, ahli bedah jantung anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang mengoperasi Ananda.
Dulu orang tuanya tak menyangka benjolan kecil di atas dada kiri Ananda adalah jantung. "Semula saya pikir tali pusatnya," kata Arsa, sang ayah. Lelaki 26 tahun ini belum begitu mengerti soal bayi yang baru lahir. Maklum, Ananda adalah anak pertama hasil perkawinannya dengan Mardiyana, 22 tahun.
Setelah bocah yang lahir pada 15 November 2002 itu agak besar, barulah mereka curiga. "Tali pusat" itu kelihatan naik-turun setiap kali Ananda menarik dan mengeluarkan napas dari hidungnya. Saat itulah Arsa dan istrinya sadar bahwa posisi jantung anaknya berada di luar.
Karena cemas, sang ayah membawa Ananda, yang saat itu masih berusia empat bulan, ke pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di dekat rumahnya. Namun, pihak puskesmas angkat tangan, lalu menyarankan agar membawa Ananda ke RSCM.
Biayanya? Inilah yang dipikirkan oleh Arsa. Penghasilannya sebagai penjual soto di Terminal Bus Baranangsiang, Bogor, tak akan cukup untuk membiayai pengobatan Ananda. Untung, seorang tetangganya memberikan jalan keluar. Dia disarankan menghubungi Yayasan Peduli Kasih Indosiar. Ternyata benar, yayasan ini bersedia menanggung seluruh biaya operasi Ananda.
Di RSCM, Ananda ditangani oleh Dokter Fathema Djan. "Ananda pertama kali bertemu saya ketika ia berumur enam bulan. Masih kecil. Berat badannya pun cuma 6 kilogram," cerita Fathema. Saat itu, sang dokter bisa melihat dengan jelas jantung Ananda berdegup. Pembuluh darahnya pun tampak dari luar. "Itu karena kulit yang melapisi jantung tipis sekali," ujarnya.
Fathema tak langsung mengoperasinya. Ia menunggu Ananda tumbuh besar dengan berat badan minimal 10 kilogram. Soalnya, mengoperasi seorang bayi yang berumur di bawah satu tahun berisiko besar sekali. Selama menunggu, Ananda terus diperiksa oleh Fathema. Bolak-balik Arsa dan Mardiyana harus mengantarkan si kecil ke RSCM.
Sebuah tim khusus pun dibentuk. Bahkan Fathema mengundang Profesor Shunji Sano, ahli bedah dari Okayama University, Jepang, untuk membantu. Setelah tim ini disiapkan, dan Ananda sudah besar, ia mulai dimasukkan ke ruang operasi pada 12 Juli silam. "Ketika itu Ananda berumur 1 tahun 8 bulan dan sudah berbobot 10 kilogram," kata Fathema, yang menjadi ketua tim khusus.
Sesudah beberapa kali diperiksa, kelainan Ananda ternyata cukup kompleks. Selain jantungnya berada di luar anggota tubuh, ia juga memiliki sejumlah kelainan lagi, yakni hernia morgagni (hernia usus), dan tetralogy of fallot (TOF).
Jantung Ananda diselimuti usus yang berada persis di bawah organ penting ini. Usus tersebut juga menyembul keluar. Inilah yang disebut hernia morgagni.
Ananda juga memiliki kelainan jantung yang biasa disebut tetralogy of fallot (TOF). Ini merupakan kelainan bawaan yang meliputi ventricular septal defect (VSD), pulmonic stenosis (penyempitan pembuluh darah arteri pulmonal), overriding aorta, dan hypertrophy right ventricle (penebalan otot ventrikel kanan). VSD terjadi karena sekat katup ventrikel kiri dan kanan tidak sempurna. Ada lubang di dalam jantung, di antara ventrikel kanan dan kiri ini. Pulmonic stenosis? Kelainan ini berupa katup pulmonal yang terlalu kecil sehingga darah sulit sekali dipompa dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan kemudian ke paru-paru.
Lain halnya overriding aorta. Istilah ini untuk menggambarkan aorta yang posisinya terlalu ke kanan sehingga menerima darah dari dua ventrikel. Normalnya, aorta itu terletak dekat ventrikel kiri dan menerima darah dari sini. Pada jantung Ananda, ia terletak di antara ventrikel kanan dan kiri. Akibatnya, aorta si kecil menerima sekaligus darah kotor berwarna biru dan darah bersih berwarna merah dari dua ventrikel. "Itu sebabnya darah Ananda berwarna biru, artinya darahnya kotor yang bercampur," Fathema menjelaskan.
Kelainan yang lain adalah hypertrophy right ventricle. Otot-otot di ventrikel kanan jantung Ananda menebal. Akibatnya, lubang-lubang yang keluar ke pembuluh darah, ke arah paru-paru, menebal.
Sepintas, sejumlah kelainan ini memang tak terlalu kelihatan. Ia baru tampak ketika Ananda menangis. Bibirnya yang semula berwarna merah muda berubah membiru. Ini terjadi karena jantung tidak mendapat oksigen yang cukup akibat pasokan darah yang mengalir ke paru-paru berkurang. Inilah yang menyebabkan bibir Ananda membiru dan ia kesulitan bernapas.
Sejumlah kelainan itulah yang diperbaiki oleh Fathema dan kawan-kawan. "Repot sekali mengoperasinya," ujarnya. Bersama dengan 17 dokter lainnya, ia menangani Ananda pada 12 Juli hingga 30 Juli silam. Ada masalah saat hendak memasukkan jantung si kecil ke dalam rongga dada. Sejak lahir, jantung Ananda berada di luar sehingga otomatis ia tidak memiliki rongga dada. Karena itulah tim dokter mesti membuat rongga dada ini terlebih dahulu.
Setelah rongga dada ini selesai dibuat, jantung Ananda pun dikempiskan dan dimasukkan ke rongga baru itu. "Pengempisan itu tidak berbahaya karena kami menggunakan heart lung machine," kata Fathema. Alat ini memang mengambil alih sementara fungsi jantung. Jadi, jantung tetap berdetak meski dikempiskan.
Menurut Fathema, memasukkan jantung ke dalam rongga harus dilakukan dengan hati-hati. Begitu pun ketika mereka mendorong usus Ananda ke dalam perutnya. Setelah jantung dan usus berada pada tempat semestinya, barulah tim dokter membereskan sejumlah kelainan yang lain, termasuk TOF.
Operasi berjalan mulus. Semua kini sudah normal. Dua pekan silam, Ananda pun diperbolehkan pulang. "Tapi ia wajib kontrol hingga satu tahun ke depan," kata Fathema.
Dr. Ganesha Harimurti, Kepala Klinik Kardiologi Anak Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, pun mengakui kasus Ananda amat langka. "Operasi semacam itu jarang berhasil," katanya. Harapan Kita sendiri pernah dua kali menangani kasus serupa, tapi keduanya gagal.
Hanya, tiga bulan mendatang, Ananda mesti masuk ruang operasi lagi. Kali ini ia akan menjalani operasi plastik. Bagian dadanya, bekas tempat jantungnya yang dulu, sekarang terlihat agak cekung. "Kelihatan seperti ada lubang yang dilapisi kulit tipis. Warna kulitnya ini berbeda dengan warna kulitnya yang lain," kata Fathema. Kulit inilah yang nanti akan dioperasi agar tak terlihat lagi bekasnya.
Sambil menanti operasi plastik, kini si kecil bisa bermain-main, tersenyum, dan tertawa seperti bocah kebanyakan. Orang yang melihatnya tak akan menyangka Ananda sebelumnya pernah memiliki darah yang benar-benar biru.
Rian Suryalibrata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo