Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Awalnya Menang, Kemudian Kehilangan Uang

Terus kehilangan uang tak menghentikan para pecandu untuk tetap bermain judi online. Pecandu akut perlu bantuan psikiater.

26 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi seorang wanita sedang bermain di salah satu situ judi online. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hanya dalam sepekan, Kementerian Kominfo mematikan akses 11 ribu konten judi online.

  • Para pelaku mengalami kecanduan judi online karena pernah menang, lalu terus penasaran meski terus kehilangan uang.

  • Psikolog mengatakan pelaku tersugesti oleh maraknya iklan, termasuk via influencer.

Narji—bukan nama sebenarnya—masih mengingat bagaimana ia mulai terjerumus game judi online pada 2015. Kala itu ia duduk di bangku kelas II SMA dan tinggal di satu asrama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Mulanya, ia mencoba poker yang dia kenal dari Facebook. “Awalnya menang, terus ketagihan,” kata dia kepada Tempo, Selasa, 25 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Narji merasa mulai memahami cara bermain dan kerap menang. Makin hari, nominal taruhannya pun semakin besar. Awalnya hanya Rp 50 ribu, lalu naik menjadi Rp 100 ribu. Sejak itulah untung berganti menjadi buntung. Dia menderita kekalahan demi kekalahan. Kehabisan uang, sampai-sampai menghabiskan uang sekolah dan bayaran asramanya. “Akhirnya habis semua,” ujarnya. Ujung-ujungnya, orang tuanya turun tangan melunasi semua utang Narji.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia kapok, tapi cuma sementara. Saat kuliah di Bandung pada 2017, dia kembali kecanduan bermain game judi online. Sama-sama permainan kartu, yaitu Poker dan Qiuqiu. Alurnya sama: menang, ketagihan, kalah, kalah, dan kalah. Narji sampai harus berutang di perusahaan pinjaman online. “Gali lobang, tutup lobang. Dapat pinjol, dimainkan lagi," kata dia.

Puncaknya, Narji tidak lagi punya apa pun untuk membayar utang-utangnya. Mahasiswa jurusan jurnalistik itu pun tega-teganya menggadaikan kamera milik kawannya. Uangnya dia pakai untuk membayar pinjol, lalu kembali main game judi online.

Bisa ditebak, dia kalah lagi. Dengan demikian, untuk menebus kamera temannya di pegadaian, dia meminjam kamera dari temannya yang lain untuk dia gadaikan. Begitu terus sampai sejumlah temannya mengerubunginya untuk menagih kamera mereka. 

Ujung-ujungnya, orang tua Narji yang harus kembali turun tangan melunasi utang-utang tersebut. Dampaknya, Narji berhenti kuliah. “Itu adalah penyesalan terbesar dari judi online yang saya rasakan sampai sekarang,” kata Narji.

Ilustrasi pengguna sedang melakukan transaksi permainan di situs judi online. Shutterstock

Kecanduan judi online menjadi fenomena yang kian luas, bahkan menjerat anak dan remaja. Pemblokiran atau pemutusan akses merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menekan maraknya praktik judi online. Sejak 2018 hingga 2023, Kementerian Komunikasi dan Informatika memutus akses bagi 846.047 konten perjudian online. Budi Arie Setiadi, Menteri Kominfo yang baru, menyatakan bahkan hanya dalam kurun waktu 13-19 Juli 2023, Kementerian men-takedown 11.333 konten.

Budi Arie mengatakan maraknya judi online tak terlepas dari promosi yang gencar. “Selain melalui influencer, modus penyebarannya melalui SMS dan WA,” kata dia.

Diawali Sugesti 

Agung Wahyu Prasetyo, psikolog klinis, mengatakan promosi melalui influencer dan iklan menjadi daya tarik besar yang menjerumuskan pengguna Internet. “Dengan iklan yang dikemas menarik, orang akan tersugesti seolah-olah judi itu mudah, juga bikin penasaran,” kata dia kepada Tempo, kemarin.

Psikolog yang membuka praktik di klinik di Ciputat, Tangerang Selatan, tersebut mengatakan, sebelum kecanduan, pelaku sekadar coba-coba. “Secara umum, awalnya iseng, menganggap judi online sebagai game menguntungkan, main game dapat uang dalam waktu singkat,” ujarnya. 

Hal itu dibenarkan Ali Topan, bukan nama asli. Sebagai mantan pecandu judi, pria berusia 29 tahun ini sering melihat iklan-iklan judi berseliweran di media sosialnya, bahkan di situs web judi yang dia mainkan. Beberapa situs web menawarkan kata dan kalimat yang membuat penasaran. “Misalnya, dijanjikan ada jaminan jackpot,” kata dia. Kemudahan lain contohnya menyediakan demonstrasi agar pemain bisa menjajal tanpa menggunakan uang.

Ali Topan mengenal game judi online saat baru kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Manado pada 2014. Awalnya, dia memainkan Mix Parlay, judi online berupa tebak skor pertandingan sepak bola. Dia mengenal permainan ilegal itu dari temannya yang mengaku memenangi jutaan rupiah hanya bermodalkan Rp 10 ribu. “Dia nawarin saya main, sekalian kasih kursus kilat,” kata Ali Topan.

Dia tak langsung menang, tapi nyaris. Rasa penasaran membuatnya terus mencoba dan menang. Setelah itu, Ali Topan mulai berani memasang taruhan lebih besar. “Dari Rp 10 ribu menjadi Rp 50 ribu,” ujar dia.

Selama sekian tahun kuliah, dia kecanduan judi online. Ali Topan mengaku pernah menang Rp 5 juta dalam semalam. Untung? Tidak juga. Dari hitung-hitungannya, uang yang dia setorkan jauh lebih besar daripada pendapatannya.

#Info Gaya Hidup 5.1.1-Mengenali Game Judi Online

Kecanduan judi termasuk gangguan jiwa. Kategorinya, kata psikolog Agung Wahyu, tergolong gangguan manik, yaitu disrupsi kepribadian yang ditandai dengan perasaan menggebu-gebu. “Biasanya mereka punya motivasi tinggi, tapi arahnya negatif,” kata dia. Perilaku ini mendominasi kepribadian para pecandu.

Kecanduan juga disebabkan oleh beberapa faktor, seperti psikososial hingga biologis. “Biologis berupa faktor genetik. Bisa jadi ada keluarganya pernah bermain judi atau tumbuh dan dekat dengan keluarga yang hobi berjudi, baik tradisional maupun modern,” ujarnya.

Menurut Agung Wahyu, kecanduan judi ditandai dengan beberapa gejala, seperti gelisah, murung, mudah marah, dan mudah tersinggung. Bahkan ada pecandu yang mencuri atau melakukan tindak kriminal lain. Jika sudah merasa sulit lepas dari kecanduan tersebut, mereka butuh bantuan psikolog klinis. “Tapi, kalau sudah masuk ke gangguan jiwa atau gangguan kepribadian, perlu dirujuk ke psikiater untuk menjalani terapi obat guna menstabilkan emosinya dulu,” kata dia.

Agung pernah menangani pasien pria berusia 35 tahun yang kecanduan judi. Kehilangan semua hartanya, dia mengalami depresi dan gangguan kecemasan. Menurut Agung, penanganan kasus ini butuh waktu panjang, apalagi bagi orang yang telah kecanduan judi selama bertahun-tahun. "Bisa dirawat inap di rumah sakit jiwa bagi yang tingkat keparahannya tinggi,” kata dia.

Perlu dukungan lingkungan dan orang terdekat untuk membantu penyembuhan pecandu judi. Menurut Agung, saat menyadari ada anggota keluarga keranjingan game judi online, hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mengajaknya berbicara. “Kalau masih bisa berkomunikasi dengan baik, bisa antarkan ke psikolog. Tapi, kalau sudah parah, harus ke psikiater atau rumah sakit,” ujarnya.

Ilustrasi judi online. REUTERS/Dado Ruvic

Seperti Pecandu Narkotik 

Agung Wahyu mendukung langkah pemerintah memblokir akses judi online. Namun hal itu tak mencabut akar masalah. Sebab, pelaku selalu mencari permainan lain. Dia menyamakan orang yang kecanduan judi online dengan pecandu narkotik. Mereka tak bisa diminta berhenti seketika. Perlu diturunkan kadarnya perlahan sampai benar-benar berhenti.

Agung menyarankan penjudi untuk mengisi waktu luang dengan aktivitas yang lebih sehat, juga berolahraga. Hal itu pun yang dilakukan oleh Narji. Setelah bertahun-tahun terjerat kecanduan judi online, secara perlahan, dia berusaha bangkit dengan menyibukkan diri lewat hobi lamanya, membuat desain grafik. "Itu lumayan mengalihkan perhatian dari judi online," kata Narji.

Menurut Narji, lingkungan merupakan faktor krusial. Selama masih berteman dengan orang-orang yang doyan berjudi, dia tak pernah keluar dari jerat judi online. "Setelah merenung, saya mencoba membangun hubungan dengan teman-teman yang positif dan mendukung saya untuk lebih baik," ujarnya.

ILONA ESTERINA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus