COBA lihat, mana ada pemain sepakbola kita yang berasal dari
keluarga kaya," kata Yacob Sihasale di Surabaya. Pernyataan ini
dikukuhkan oleh sejarah hidup macan bola dari Ujungpandang yang
memulai kariernya dengan menendang buah jeruk sebagai bola.
Ramang yang ditebas dari sejarah PSSI karena persoalan "suap"
atau dengan nama yang lebih manis "hadiah", menyeruak dari
masyarakat lata sebagai pahlawan sepakbola nasional pada tahun
50-an. Ia pernah dibanggakan oleh semua orang Indonesia yang
suka pada bola. Sedikit yang tahu bahwa pada mulanya ia hidup
sebagai kenek truk yang menjelajahi Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1940-an sesudah melewati masa main bola dengan
memakai bola tenis atau buntalan kain, Ramang memperkuat bon
sarru di Sulawesi Selatan. Tahun 1945 ia pindah ke Ujungpandang
sambil membawa becak. Sambil hidup dengan mendayung becak, ia
tetap main bola. Tahun 1947 ia dipanggil Persis (Persatuan
Sepakbola Induk Sulawesi). Dari klub itu ia meloncat ke bon
Makassar (MVB yang sekarang bernama PSM). Prestasinya menanjak
dalam penampilan PON III -1953. Sejak itu ia mulai memperkuat
PSSI.
Akan tetapi di tahun 1960, sesudah namanya sempat melangit ia
dijatuhi skorsing. Dituduh makan suap. Dalam kompetisi PSSI, PSM
gagal menjadi juara 3 kali, padahal Ramang sedang berada dalam
kondisi puncak. Tahun 1962 ia dipanggil kembali, tapi pamornya
sudah berkurang. Pada tahun 1968, dalam usia 40 tahun, Ramang
bermain untuk terakhir kalinya membela panji-panji PSM di Medan,
yang berakhir dengan kekalahan.
Mungkin Sinting
Karena sibuk dengan bola, rumah tangga Ramang memang terganggu.
"Tapi mau bagaimana, biar saja, kita susah, kita sendiri yang
tanggung," ujarnya. "Karena sibulc bermain bola, terpaksa
profesi saya menarik beca saya tinggalkan," katanya menambahkan.
Cobaan pada rumah tangganya datang bertubi-tubi, untung ia masih
bisa ditampung bekerja di jawatan PU. "Namun apapun yang
terjadi, coba kalau isteri saya tidak teguh iman, mungkin
sinting, kata macan bola itu.
Ramang tidak pernah cidera. Ia seorang pemain yang lihai. "Kalau
saya mau dimakan oleh lawan, saya pura-pura takut," kisahnya,
"tapi begitu ia lengah saya hantam dengan halus, saya tidak
pernah cidera tapi orang yang cidera lantaran saya sudah
banyak."
Tapi bagaimana dengan kariernya yang cidera karena suap? Ramang
tetap membantah itu sebagai suap. Ia menamakannya "hadiah ".
sahkan ia balik menuduh bahwa tuduhan itu hanya sentimen. "Saya
minta keadilan, tapi tidak ada," kata Ramang. "Saya telah
menunjukkan orangnya yang memberikan hadiah, ternyata tidak
pernah ditanyakan kepadanya benar atau tidak. Hadiah itu
diberikan setelah pertandingan melawan Persidja setelah kita
menang ! "
Ramang bagai macan yang sudah ompong. Tapi dasar darahnya darah
bola yang diwarisinya dari bapaknya "Nyo'lo" seorang pengawal
pribadi Raja Barru yang pintar "sepak raga", ia tetap hidup di
lapangan. Salah seorang anaknya -- Anwar Ramang - bermain untuk
PSM. Ia sendiri sibuk jadi pelatih. Pada masa menjalani skorsing
ia sudah sibuk membina pemain-pemain muda termasuk Anwar Ramang
dan Ronny Patty. Dari mana ia mendapat biaya untuk membina
pemain itu? Jawab Ramang, dari "hadiah" (suap) yang pernah
diterimanya. Lalu berkata "Nah hasilnya kan bukan untuk saya
saja!"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini