ARJUNA MENCARI CINTA
Pengarang: Yudhistira Ardi Noegraha
Cetakan: Kedua, Nopember 1977
Penerbit: Cypress, Jakarta
BERITANYA jatuh cinta kepada semua gadis," begitu keberatan H.B.
Jassin terhadap novel ini.
Tapi tokoh novel ini namanya memang Arjuna. Dan Arjuna, dalam
dunia pewayangan, dikenal sebagai tokoh mata keranjang, sakti,
disayang para dewata. Arjuna, dalam tokoh novel ini, tak mau
menyimpang dari "leluhur"nya itu. Ia mata keranjang, selalu
unggul di antara teman-temannya. Cuma dia ini dibenci oleh para
orangtua -- terutama para orangtua gadis-gadis.
Bagaimana para orangtua itu tidak membencinya, kalau Arjuna suka
nyelonong begitu saja masuk rumah, memperkenalkan diri sebagai
kawan sekolah dan pacar anak mereka? Dan cewek-cewek itu memang
tak berdaya. Mereka menurut -- bahkan mendambakan -- dijadikan
pacar Arjuna, untuk kemudian merana karena Arjuna ternyata sudah
punya pacar baru.
Tapi Arjuna memang cerdas, pintar di sekolah, dan tak pernah
gagal memasang jaring cinta. Kecuali dalam babak akhir buku ini.
Arjuna hancur, ia kalah oleh ayahnya sendiri. Pergiwati,
sekretaris ayahnya, yang didambakannya ternyata dipergokinya
"sedang dipagut oleh papinya."
Yudhis menulis novel ini tanpa maksud menggurui siapa pun
--pelaku-pelakunya, ataupun pembaca. Ia hanya melukiskan
suasana pergaulan remaja sekarang. Dan bahasanya memang hidup.
Terutama lewat bahasanya itulah ia mampu memikat pembaca untuk
terus membaca sampai selesai.
Termenung Atau Muak
Dan humor-humornya. Humor dalam buku ini jumlahnya memang
banyak. Dari adegan yang lucu-lucu, dialog yang lucu-lucu sampai
jalan pikiran pelakunya yang merangsang saraf tawa pembaca.
Bukan berarti novel ini tanpa kesedihan dan air mata. Tapi novel
yang ditulis dengan gaya karikatural ini tak memberi kesempatan
pembacanya untuk termenung, atau muak -- reaksi yang biasanya
timbul karena kegagalan pengarang memancing tawa atau air mata.
Gaya karikatural Yudhis telah membuat kesedihan dan air mata
juga menjadi pancingan ketawa. Misalnya, ketika Arjuna
memberikan masing-masing sebuah amplop kepada Arimbi, Setyowati
dan Anggraeni. Isi amplop tersebut ialah surat keputusan Arjuna
bahwa ia memutuskan hubungan dengan ketiga cewek tersebut. Cuma
saja tulisan Arjuna itu ditulis pada kertas segel.
Kita memang masih bisa mengatakan kalau segalanya berlebihan
dalam novel ini. Tapi tanpa merasa hal itu janggal. Novel ini
memang sebuah karikatur kehidupan remaja masa kini.
Satu lagi, ialah tentang nama-nama pelaku. Semuanya saja oleh
Yudhis diberi nama wayang. Kecuali soal Arjuna, Palgunadi dan
Anggraeni yang bercinta segitiga, meski nama-namanya nama
wayang, jelas semuanya saja di luar pakem pewayangan. Apa pernah
ada, baik dalam cerita wayang versi baru apalagi yang baku,
Arimbi menjadi anak Burisrawa. Atau orangtua Kreshna ternyata
bernama Duryudana. Dan masak, Arjuna ketagihan mencipok
Pergiwati.
Dalam pewayangan Arimbi adalah isteri Bima. Kreshna raja
Dwarawati dan penasehat Pandawa dalam menghadapi Kurawa, dan
Pergiwati itu adalah anak Arjuna.
Toh nama-nama itu dalam novel Yudhis menjadi pas, menjadi klop
dengan humor-humornya terutama, dan tentu juga klop dengan gaya
karikaturalnya. Kita jadi menerima, bahwa segala sesuatunya cuma
cerita saja.
Tak berarti ia lepas dari kehidupan sesungguhnya. Ada terasa
kritik pengarang: bagi. para orangtua yang suka sibuk sendiri
dan membiarkan anak-anak mereka diasuh pembantu-pembantu. juga
bagi para remaja yang keterlaluan kurangajarnya tapi tak
berusaha agar punya arti dalam hidup ini.
Bambang Bujono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini