KETIKA menteri muda Abdul Gafur berkunjung ke kampus UGM di
Bulaksumur, Yogya, akhir bulan lalu, ada acara ekstra di luar
agenda. Atas undangan Yanto Sidik, seorang mahasiswa Tehnik
Listrik, sehabis dialog Abdul Gafur mampir ke bengkel Teknik
Listrik & Mesin.
Di sana sang Menteri Muda menyaksikan kreativitas sekelompok
mahasiswa Gajah Mada merancang dan membuat kincir angin dan
pemanas air bertenaga matahari. Kontan Gafur menjanjikan bantuan
sebesar « juta rupiah, yang akan dikirimnya dari Jakarta.
Tanpa itupun apa yang terjadi layak dapat tepuk. Ada sekelompok
mahasiswa Teknik Mesin dan Listrik Gajah Mada, yang berhimpun
dalam organisasi Paksima (Pengembangan Kreasi Mahasiswa).
Organisasi yang baru berumur tiga tahun itu kini sedang
menyelesaikan sebuah kincir angin yang bakal disumbangkan kepada
masyarakat desa Bugel di wilayah kecamatan Panjatan, Kabupaten
Kulon Progo (DIY) guna menghidupkan kembali mata pencaharian
para petani garam di sana.
Masyarakat Bugel -- begitu menurut Prayitno, Sekretaris Paksima
-- sejak 1931 hidup dari usaha garam rakyat. Di zaman Jepang
rakyat di sana dilarang membuat garam. Mungkin untuk
mempertahankan monopoli Jepang terhadap garam Madura. Tapi
setelah merdeka usaha masyarakat Buel itu dilanjutkan lagi,
apalagi setelah harga garam meninggi sekitar 1951. Namun
lama-lama usaha itu macet lagi karena harga kayu untuk merebus
garam semakin mahal. Juga lantaran saingan dari ladang garam
baru di pantai utara, yang menggunakan penguapan dengan sinar
matahari.
Plastik Hitam
Dengan kincir angin made in Bulaksumur itu nantinya, usaha
rakyat Bugel itu diharapkan dapat dihidupkan lagi. Sasaran pokok
Paksima adalah ladang pasir seluas 15 hektar di pantai tersebut.
Kincir akan menaikkan air laut ke ladang garam, dengan debit 54
ribu liter air laut per jam, rata-rata. Kincir akan bekerja
terus, kecuali bila angin kencang atau badai.
Dengan cara baru ini produksi garam rakyat Bugel akan lebih
cepat, lebih banyak, dan lebih bersih. Cuma kristalnya lebih
lembut. Ini bisa terjadi, karena air laut itu ditampung di
petak-petak garam dengan menggunakan alas plastik hitam, lalu
diuapkan dengan menggunakan tenaga matahari. Cara baru ini
adalah penemuan Agus Suyono, Ketua Paksima, dan pernah dicobanya
di Rembang.
Kincir angin itu tengah dikerjakan oleh para anggota Paksima
sejak awal 1978. Didahului dengan pembuatan prototip berdiameter
3 m dan tinggi 6 m. Setelah ditest di pantai Samas, diketahuilah
karakteristiknya. Semula dimaksudkan untuk pengairan sawah di
Glagah -- masih di Kabupaten Kulon Progo -- tapi ternyata kurang
fleksibel untuk pertanian. Maka dialihkanlah ke industri garam
rakyat.
Bahan bakunya sebagian besar memanfaatkan onderdil mobil tua
merek Fiat 1100 tahun 1952, yang dibeli seharga Rp 15 ribu dari
Bengkel Pusat UGM. Gardan mobil bekas itu dipakai untuk membuat
transmisi kincir tersebut, velg-nya untuk tempat sudu-sudu
kincir, sedang rem kincir (untuk menghentikan perputarannya
kalau angin bertiup terlalu kencang) dibuat dari rem mobil bekas
itu. Juga engkol kincir dibuat dari engkol mobil. Sedang chassis
mobil tua itu nantinya akan dipakai untuk mengangkut kincir itu
dari bengkel Gajah Mada ke desa Bugel di pantai selatan.
Kincir itu mempunyai 18 sudu dengan diameter 5 m dan tinggi 12
m. Pada kecepatan angin rata-rata (40 km/jam) kekuatannya
mencapai 2 Tenaga Kuda dengan kecepatan kerja 50
perputaran/menit.
Menurut Budi Basuki, Ketua I Paksima yang masih kuliah di
tingkat IV FTUGM, "kemungkinan rusaknya itu kecil sekali." Biaya
perawatannya juga tak begitu mahal. Cocok untuk arah dan
kekuatan angin yang berubah-ubah. Dan yang jelas, tambah Basuki,
"ini hasil teknologi kita sendiri."
Sebelum bantuan Menmud Abdul Gafur tiba, Paksima sudah pernah
mendapat bantuan Departemen P & K sebesar Rp 1,5 juta, dan Rp 1
juta dari Pemda Kulon Progo untuk biaya pemasangan kincir itu
nantinya. Selain kincir itu, Paksima juga sedang menggarap
sebuah alat pemanas air bertenaga matahari, atas pesanan warung
soto Mlati. Wah, bisa makan soto prodeo dengan garam halus dari
Bugel, nih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini