Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Paksima, Bugel Dan Soto Mlati

Mahasiswa Teknik Mesin dan Listrik Univ. Gajah Mada sedang menyelesaikan kincir angin, akan disumbangkan kepada masyarakat Desa Bugel, Kulon Progo, Yogyakarta, untuk menaikkan air laut ke ladang garam.(tek)

7 Oktober 1978 | 00.00 WIB

Paksima, Bugel Dan Soto Mlati
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KETIKA menteri muda Abdul Gafur berkunjung ke kampus UGM di Bulaksumur, Yogya, akhir bulan lalu, ada acara ekstra di luar agenda. Atas undangan Yanto Sidik, seorang mahasiswa Tehnik Listrik, sehabis dialog Abdul Gafur mampir ke bengkel Teknik Listrik & Mesin. Di sana sang Menteri Muda menyaksikan kreativitas sekelompok mahasiswa Gajah Mada merancang dan membuat kincir angin dan pemanas air bertenaga matahari. Kontan Gafur menjanjikan bantuan sebesar « juta rupiah, yang akan dikirimnya dari Jakarta. Tanpa itupun apa yang terjadi layak dapat tepuk. Ada sekelompok mahasiswa Teknik Mesin dan Listrik Gajah Mada, yang berhimpun dalam organisasi Paksima (Pengembangan Kreasi Mahasiswa). Organisasi yang baru berumur tiga tahun itu kini sedang menyelesaikan sebuah kincir angin yang bakal disumbangkan kepada masyarakat desa Bugel di wilayah kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo (DIY) guna menghidupkan kembali mata pencaharian para petani garam di sana. Masyarakat Bugel -- begitu menurut Prayitno, Sekretaris Paksima -- sejak 1931 hidup dari usaha garam rakyat. Di zaman Jepang rakyat di sana dilarang membuat garam. Mungkin untuk mempertahankan monopoli Jepang terhadap garam Madura. Tapi setelah merdeka usaha masyarakat Buel itu dilanjutkan lagi, apalagi setelah harga garam meninggi sekitar 1951. Namun lama-lama usaha itu macet lagi karena harga kayu untuk merebus garam semakin mahal. Juga lantaran saingan dari ladang garam baru di pantai utara, yang menggunakan penguapan dengan sinar matahari. Plastik Hitam Dengan kincir angin made in Bulaksumur itu nantinya, usaha rakyat Bugel itu diharapkan dapat dihidupkan lagi. Sasaran pokok Paksima adalah ladang pasir seluas 15 hektar di pantai tersebut. Kincir akan menaikkan air laut ke ladang garam, dengan debit 54 ribu liter air laut per jam, rata-rata. Kincir akan bekerja terus, kecuali bila angin kencang atau badai. Dengan cara baru ini produksi garam rakyat Bugel akan lebih cepat, lebih banyak, dan lebih bersih. Cuma kristalnya lebih lembut. Ini bisa terjadi, karena air laut itu ditampung di petak-petak garam dengan menggunakan alas plastik hitam, lalu diuapkan dengan menggunakan tenaga matahari. Cara baru ini adalah penemuan Agus Suyono, Ketua Paksima, dan pernah dicobanya di Rembang. Kincir angin itu tengah dikerjakan oleh para anggota Paksima sejak awal 1978. Didahului dengan pembuatan prototip berdiameter 3 m dan tinggi 6 m. Setelah ditest di pantai Samas, diketahuilah karakteristiknya. Semula dimaksudkan untuk pengairan sawah di Glagah -- masih di Kabupaten Kulon Progo -- tapi ternyata kurang fleksibel untuk pertanian. Maka dialihkanlah ke industri garam rakyat. Bahan bakunya sebagian besar memanfaatkan onderdil mobil tua merek Fiat 1100 tahun 1952, yang dibeli seharga Rp 15 ribu dari Bengkel Pusat UGM. Gardan mobil bekas itu dipakai untuk membuat transmisi kincir tersebut, velg-nya untuk tempat sudu-sudu kincir, sedang rem kincir (untuk menghentikan perputarannya kalau angin bertiup terlalu kencang) dibuat dari rem mobil bekas itu. Juga engkol kincir dibuat dari engkol mobil. Sedang chassis mobil tua itu nantinya akan dipakai untuk mengangkut kincir itu dari bengkel Gajah Mada ke desa Bugel di pantai selatan. Kincir itu mempunyai 18 sudu dengan diameter 5 m dan tinggi 12 m. Pada kecepatan angin rata-rata (40 km/jam) kekuatannya mencapai 2 Tenaga Kuda dengan kecepatan kerja 50 perputaran/menit. Menurut Budi Basuki, Ketua I Paksima yang masih kuliah di tingkat IV FTUGM, "kemungkinan rusaknya itu kecil sekali." Biaya perawatannya juga tak begitu mahal. Cocok untuk arah dan kekuatan angin yang berubah-ubah. Dan yang jelas, tambah Basuki, "ini hasil teknologi kita sendiri." Sebelum bantuan Menmud Abdul Gafur tiba, Paksima sudah pernah mendapat bantuan Departemen P & K sebesar Rp 1,5 juta, dan Rp 1 juta dari Pemda Kulon Progo untuk biaya pemasangan kincir itu nantinya. Selain kincir itu, Paksima juga sedang menggarap sebuah alat pemanas air bertenaga matahari, atas pesanan warung soto Mlati. Wah, bisa makan soto prodeo dengan garam halus dari Bugel, nih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus