UNTUK pertama kalinya breakdance makan korban. Dokter di Bagian Saraf, RSCM, Jakarta, 26 Februari lalu menyatakan bahwa Sukardi, 15, meninggal karena breakdance. Kisahnya dimulai ketika di rumah salah seorang ketua RT di Warakas, Tanjung Priok, Jakarta Utara, ada pemilihan ketua RT baru. Sukardi, masih famili ketua RT lama, ikut hadir, pada 15 Februari itu. Sehabis pemilihan itulah, entah untuk menyambut ketua baru atau untuk apa, remaja penggemar balap sepeda ini unjuk kebolehan. Ia ber-breakdance di sebuah ruang kosong di rumah itu. Mula-mula biasa saja: gerak-gerak kaku tangan dan kaki, langkah-langkah aneh dengan badan agak membungkuk. Mungkin karena anak-anak kecil yang merubungnya makin antusas Sukardipun melakukan gerak berbahaya. Ia menungging meletakkan kepala dilantai. Barangkali anggota Perguruan Silat Debus PS Seger Jaya ini bermaksud melakukan headspin, memutar tubuh bertumpu pada kepala. Tapi bukannya tubuhnya lalu berputar, malahan terbanting, dan dahinya membentur lantai. "Aduh," teriak siswa sebuah SMP di Warakas ini - menurut kesaksian yang melihat. Sambil memegangi dahinya, Sukardi pulang ke rumah neneknya, masih di bilangan Warakas. Anak yang tak lagi beribu ini memang ikut neneknya. Oleh Sahati, kakaknya, Sukardi disuruh minum Paramex. Tiga hari kemudian dahinya tampak bengkak, suaranya bak orang gagu, dan kepalanya tetap pusing - meski sudah menelan beberapa butir Paramex. Di hari kelima ia diurut. Selesai dipijat, ia tampak sehat kembali, bahkan lalu mandi, setelah lima hari badannya tak terguyur air. Namun, keesokan malamnya anak yang manja dan bandel ini, kata Syahlan, ayahnya. "Tidak bisa bangun, kepalanya miring ke kiri hampir menyentuh pundak, lehernya kaku." Tukang urut pun dipanggil. Kemudian leher Sukardi kembali lemas, tapi seluruh tubuh sebelah kiri lumpuh dan ia sama sekali tak bisa bicara. Dua hari kemudian, 22 Februari, barulah Syahlan membawa anaknya ke RSCM. "Gawat, anak ini harus difoto dengan komputer, bayar di muka Rp 90.000," tutur Syahlan menirukan kata dokter. Sementara Syahlan, seorang pegawai kecil, mencoba mengumpulkan uang, Sukardi diinjeksi dan diinfus di RSCM. Baru pada 26 Februari Syahlan bisa mengumpulkan Rp 90.000. Tapi sewaktu ia antre hendak membayar, sekitar pukul 10.00 anak bungsunya dari istri pertama ini dinyatakan meninggal. "Namanya dokter, . . . kita harus bayar dulu baru dipotret," kata Syahlan, setengah menyesal. "Dari diagnosa sementara, anak itu mengalami gegar otak," kata dr. Andradi, salah seorang ahli saraf di RSCM. "Pemeriksaan lebih lanjut menemukan infeksi pada cairan otaknya." Pemeriksaan lengkap belum sempat dilakukan, keburu pasien meninggal. Menurut dr. Yusuf Misbach, rekan Andradi, beberapa gerak breakdance memang berbahaya. Terutama headspin, katanya, "Sangat membahayakan ruas tulang leher." Maksudnya, tulang bisa patah. Leher, yang terdiri dari tujuh ruas tulang, memang menyimpan sejumlah jaringan saraf dan pembuluh darah. Jika ruas pertama dan kedua yan Patah. kata dr. Yusuf. nenderita akan langsung mati. Kedua ruas itu menjadi pusat jaringan pernapasan dan pengaturan tekanan darah. Bila yang lain yang cedera, "Seluruh bagian badan bisa lumpuh." Gerak yang lain, yang bisa menyebabkan kepala cedera, juga terhitung berbahaya. Misalnya salto atau overslag. "Tapi itu bukan akibat langsung semacam pada headspin," kata dr. Yusuf. "Lebih sebagai kecelakaan, bila kemudian kepala cedera." Bahayanya, tak semua bagian kepala bisa terdeteksi lewat alat ronsen, hanya 70%. Selebihnya, "Yaitu tulang kepala bagian bawah yang rumit, sulit dideteksi. Contohnya Sukardi, yang tak sempat diperiksa sempurna, mungkin saja menderita patah atau perdarahan di kepala bagian bawah," kata ahli saraf ini. Menurut American Journal of Family Physician, edisi akhir 1984, para penari breakdance yang banyak melakukan headspin diketahui menderita kelainan neurologis pada lengan dan tangan. Itu akibat jaringan saraf pada tulang leher terjepit. Bila kelainan itu makin parah, dikhawatirkan penderita akan lumpuh total. Jadi, silakan ber-breakdance, tapi awas dengan headspin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini