Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tren melancong dan berkemah dengan camper van terus menggeliat sejak masa pandemi Covid-19.
Sejumlah komunitas camper van muncul di berbagai kota di Indonesia.
Memberikan pengalaman berkemah di alam terbuka yang berbeda.
SUASANA bumi perkemahan Telaga Gemilang Sampeuran di kawasan Puncak Dua, Desa Sukawangi, Bogor, Jawa Barat, tampak semarak pada Sabtu malam, 9 November 2024. Berbagai jenis mobil, yang kebanyakan telah dimodifikasi menjadi camper van alias mobil kamping, memadati area perkemahan seluas sekitar 4 hektare yang berada di ketinggian 1.030 meter di atas permukaan laut tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan orang hadir dalam kegiatan perkemahan yang digelar Gajah Kemping, komunitas penggemar jalan-jalan dan berkemah dengan camper van, itu. Bukan hanya anggota Gajah Kemping, pesertanya juga berasal dari komunitas camper van dan penggiat aktivitas alam bebas lain. Mereka berkemah di sana untuk mengikuti perayaan ulang tahun kedua Gajah Kemping bertajuk “2Gether” yang berlangsung selama tiga hari dua malam pada 8-10 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut ketua pelaksana acara ulang tahun Gajah Kemping, Firmansyah, sebanyak 144 mobil dengan total peserta 500 orang hadir dalam kegiatan berkemah hari jadi komunitas camper van itu yang jatuh pada 9 November. “Yang hadir bervariasi, ada komunitas camper van, komunitas yang masih pakai tenda tanah, hingga klub khusus mobil,” kata warga Petamburan, Jakarta, ini.
Peserta mempersiapkan camper van di Telaga Gemilang Sampeuran, Bogor, 10 November 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Aktivitas jalan-jalan dan berkemah dengan camper van seperti yang dilakukan komunitas Gajah Kemping menjadi tren yang menggeliat sejak masa pandemi Covid-19. Vakansi keluarga ke alam bebas dengan mobil kamping itu kian marak setelah terbentuk perkumpulan Camper Van Indonesia pada 2021. Selain itu, komunitas camper van seperti Gajah Kemping bermunculan di berbagai kota di Tanah Air.
Boleh dibilang vakansi menggunakan camper van mirip dengan perjalanan darat yang jauh mengendarai mobil alias road trip. Bedanya, para penggemar traveling dengan camper van tak perlu repot keluar-masuk hotel atau penginapan karena bisa bermalam di mobil yang telah dirancang dengan tambahan fasilitas tidur dan dapur. Mereka juga bisa tidur di tenda yang menempel pada mobil. Satu unit mobil kamping biasanya diisi satu keluarga yang beranggotakan tiga-lima orang.
Ada beberapa hal yang membuat orang-orang itu menggemari vakansi bersama keluarga dengan camper van. Ketua Gajah Kemping, Erwin Gunawan, mengatakan melancong dan berkemah bersama keluarga dengan mobil kamping menawarkan kesenangan tersendiri. “Anak-anak bisa bermain di alam bebas. Mereka sejenak akan melepaskan diri dari ketergantungan pada ponsel serta televisi,” ujar ayah tiga anak dari Jakarta ini.
Bagi Erwin, 45 tahun, berlibur ke alam dengan mobil kamping juga menjadi pilihan untuk melepas penat dari kesibukan pekerjaannya sebagai pebisnis mobil bekas. “Kesibukan bekerja bisa memicu stres. Maka berlibur sangat penting,” tutur alumnus magister manajemen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.
Selain itu, vakansi keluarga yang ia sebut healing tersebut bisa mendatangkan kenikmatan. Erwin menjelaskan, kenikmatan itu ia peroleh karena di setiap tempat melancong pasti bertemu dengan teman baru. “Suasana alam yang tenang, hijau, dan asri bisa memberikan efek positif bagi kesehatan,” ucapnya.
Perbedaan yang juga Erwin alami ketika melancong dan berkemah dengan camper van adalah soal gaya kamping. “Kalau dulu kita kamping sekadar gelar tenda, selesai. Sekarang enggak lagi. Kita kamping, tapi tidurnya di dalam mobil,” katanya.
Suasana alam dan pengalaman berbeda yang juga membuat Muhamad Ali gemar bervakansi dengan camper van. Hampir tiga minggu sekali pria 48 tahun itu melancong dengan mengendarai mobil kamping. Sejumlah tempat wisata di Jawa Barat kerap ia kunjungi. "Dari Bandung, Garut, Cisarua, hingga Cianjur,” ujar pendiri Gajah Kemping ini. Pada 2022, ia melancong bersama anggota komunitas Gajah Kemping ke Bali.
Ali pernah bertandang ke kawasan Gunung Sumbing, Jawa Tengah. Ia mendatangi tempat di kaki gunung tersebut yang belum pernah dikunjungi dengan camper van. “Saya meminta izin sesepuh setempat karena enggak ada mobil yang diperbolehkan ke sana,” tutur karyawan sebuah perusahaan otomotif di Bekasi, Jawa Barat, itu.
Di lain waktu, Ali pernah berkemah di kaki Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Dieng, Jawa Tengah. Terakhir, sebelum ikut berkemah merayakan ulang tahun Gajah Kemping, ia bervakansi bersama keluarganya dengan camper van di Tiara Camp, Desa Citeko, Cisarua, Bogor. Ini tempat menikmati pemandangan alam berhawa sejuk di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut dengan hamparan kebun teh.
Ali mengungkapkan, dari semua tempat yang pernah ia jelajahi, Dieng-lah yang paling berkesan. Ia melancong bersama istri, anak, dan iparnya. Menjelang magrib, mereka keluar dari mobil untuk berwudu. Suhu udara sekitar 8 derajat Celsius dan angin kencang membuat mereka menggigil. “Setelah salat magrib, anak saya berkata, ‘Ayah, aku mimisan’,” ucapnya. Ali segera mengajak anaknya masuk ke mobil. Lalu ia menyalakan pemanas kendaraan. “Selama kamping, itulah pertama kali pemanas mobil dihidupkan.”
Meski begitu, esoknya, sekitar pukul 03.30 WIB, Ali dan keluarganya keluar dari camper van. Mereka berjalan kaki melewati jalur menanjak menuju Bukit Sikunir untuk mengejar matahari terbit. “Saya berdiri takjub memandang lepas ke arah matahari terbit,” tuturnya.
Interior kendaraan yang dimodifikasi menjadi camper van di Telaga Gemilang Sampeuran, Bogor, 10 November 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Yudhi Wirawan, 57 tahun, anggota Gajah Kemping, juga merasakan suasana berbeda yang sangat berkesan ketika melancong dengan camper van. “Kalau pakai camper van, saya sudah berkali-kali keliling ke sejumlah tempat di Jawa dan Sumatera,” kata mantan pegawai bank swasta itu.
Yudhi menuturkan, pengalaman yang paling mengesankan adalah ketika dia berlibur bersama anak dan istrinya dengan camper van ke Bali pada 2021. Saat itu pandemi Covid-19 masih melanda dan pembatasan kegiatan masyarakat belum benar-benar dilonggarkan. “Saya sampai enam bulan di Bali. Sebenarnya, kalau mau, bisa keluar. Cuma, kami putuskan ya sudah, karantina di Bali saja," ujar pengusaha kopi di Jakarta dan Jawa Barat itu.
Dalam situasi tersebut, selain di camper van, ia dan keluarganya kadang menginap di vila dan hotel. Anaknya yang saat itu duduk di bangku sekolah menengah atas tetap belajar secara online. Meski begitu, mereka tetap bisa menikmati alam Bali dengan camper van. Yudhi sempat mendatangi Gunung Batur, Pantai Sanur, dan Nusa Dua.
Lain lagi cerita Asep Buldan. Awalnya dunia camper van tidak menarik bagi pensiunan polisi itu. Saat itu Asep berpikir bahwa kamping adalah kegiatan yang menyulitkan. Sebab, di tempat berkemah dia akan kesulitan mendapatkan air untuk mandi, buang hajat, dan kebutuhan lain. “Ternyata enggak, kamping itu bikin happy," katanya.
Pada awal 2024, ia diperkenalkan dengan kegiatan di alam bebas oleh adik iparnya. Mereka mendatangi tempat berkemah di hutan pinus Cikole, Lembang, Bandung Barat. Ia datang bersama istri, anak, dan cucunya. "Setelah itu, bikin, lah, camper van. Ini kayak pindah rumah saja, sekarang tidur di mobil," tutur mantan anggota Kepolisian Resor Cimahi, Jawa Barat, tersebut.
Asep mengungkapkan, di tempat kamping, ia menemukan suasana kekeluargaan. Orang-orang dari berbagai tempat berbaur, ramah, dan mudah berbagi. "Di sini toleransinya tinggi. Saya enggak merasakan perbedaan," ucap Asep, yang menghadiri acara perkemahan Gajah Kemping di Telaga Gemilang Sampeuran bersama istrinya, Tati Hernawati.
***
Bagasi kendaraan yang dimodifikasi menjadi camper van di Telaga Gemilang Sampeuran, Bogor, 10 November 2024. Tempo/Martin Yogi Pardamean
MELANCONG dengan camper van memberikan pengalaman berkemah di alam terbuka yang berbeda bagi para penggemarnya. Untuk bisa berkemah dengan camper van, mereka mesti merogoh kocek buat biaya pembuatan mobil kamping.
Erwin Gunawan mengubah mobil miliknya, Hyundai H-1, menjadi kendaraan camper van. Ia memasang sebuah tenda seharga sekitar Rp 25 juta di atap mobil buatan Korea itu. ”Ongkos modifikasi Hyundai ke camper van berkisar Rp 60-70 juta,” kata Erwin, yang menyebutkan camper van miliknya merupakan mobil bekas yang ia beli sekitar Rp 200 juta.
Cara yang sama dilakukan Muhamad Ali. Ia memodifikasi mobil Hyundai H-1 menjadi camper van. Kursi bagian tengah dan belakang mobilnya ia lepas. Ia mengubah area itu menjadi ranjang yang muat untuk dua badan orang dewasa. Sedangkan di dekat pintu belakang mobil, ia membuat lemari pakaian dan peralatan kamping.
Di antara kursi tengah dan depan, Ali menyisakan ruang kosong. Area itu ia gunakan sebagai tempat tidur untuk satu orang dewasa. Terdapat perabot berbentuk lemari yang terpasang tepat di belakang kursi depan dengan laci yang bisa ditarik keluar ke arah pintu tengah bagian kanan. Di ujungnya terdapat penyangga ke tanah. Di situ ia meletakkan kompor mini berbahan bakar gas. Kendaraan itu terlihat menjadi dapur ketika ia memasang tenda yang terhubung di bodi mobil.
Ali melepas satu dari tiga kursi di bagian depan dan memasang kulkas berukuran 55 liter dengan listrik bertenaga 54 watt. “Sebenarnya ini kursi untuk tiga orang. Saya modifikasi kursi single di belakang supaya kulkas masuk,” tuturnya.
Di bagian belakang, terdapat laci berukuran sekitar 120 sentimeter yang ia bagi untuk tempat menyimpan bahan makanan atau perbekalan seperti beras dan mi instan serta stok gas. Di kotak lain terpasang peralatan listrik mandiri dengan aki litium. Ali menjelaskan, kapasitas satu aki 100 ampere-jam. ”Dalam satu jam bisa 1.200 watt. Saya pakai dua, jadi 2.400 watt,” ujarnya. “Kapasitas itu bisa dipakai untuk memasak beras atau memanaskan air.”
Menurut Ali, penyediaan listrik mandiri sangat penting dalam liburan dengan camper van. Dia menjadi tidak khawatir akan ketersediaan listrik di spot yang akan dituju. ”Jadi kalau nge-camp kita tidak harus bergantung pada tempat yang ada listriknya,” katanya.
Ali juga memiliki tenda di atap rumah berjalannya. Tenda itu akan dipasang jika ia bervakansi bersama keluarga. Dia mengatakan tenda itu bisa menampung dua orang dewasa. Tenda seharga sekitar Rp 38 juta itu, Ali mengungkapkan, milik salah satu jenama peralatan aktivitas luar ruangan yang dipinjamkan kepadanya. ”Istilahnya, promosi berjalan,” ucapnya, lalu tertawa.
Pria yang tinggal di Setu, Bekasi, Jawa Barat, itu juga melengkapi mobil kampingnya dengan toilet di bagian sayap kiri. “Kalau saya parkir, toilet enggak ada, jauh, ya sudah, dibuka. Arus airnya pakai semprotan cuci motor,” tuturnya.
Perlengkapan lain yang ia sediakan di camper van adalah tiga alat komunikasi walkie-talkie, tabung pemadam api, sebotol oksigen, dan kotak pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K). Ali menuturkan, ia punya riwayat asma. “Jangan sampai kita mau rescue malah di-rescue orang,” katanya.
Ali mengungkapkan, kendaraan bermesin diesel yang ia modifikasi menjadi rumah berjalan itu adalah mobil bekas. Ia membelinya seharga sekitar Rp 165 juta pada 2019. Untuk memodifikasinya menjadi camper van, ia mengeluarkan dana sekitar Rp 30 juta. ”Tapi enggak sekali bayar, saya nyicil,” ujarnya.
Lain lagi jalan yang Yudhi Wirawan tempuh dalam membuat mobil kamping. Sebelum membeli mobil, pria 57 tahun yang suka melancong sejak remaja itu membeli peralatan penunjangnya dulu. Di antaranya ranjang, lemari, laci, kipas, televisi, dan penampung listrik. Sebagian peralatan itu ia beli dari Amerika Serikat dan Australia melalui toko online.
Setelah peralatan terkumpul, Yudhi membeli mobil Hyundai H-1. Untuk memodifikasi mobil buatan Korea bermesin diesel itu menjadi camper van, ia mencari referensi melalui Internet, termasuk di kanal YouTube. Lalu dia menggambar bentuk desain kabin hingga tata letak perabot. "Begitu saya beli mobil, enggak nyampe sebulan sudah saya acak-acak. Lantai saya cabut, tempat duduk saya cabut," tuturnya.
Penggemar olahraga golf itu kemudian mencari tukang yang punya keahlian memasang peralatan tersebut sesuai dengan keinginannya. Tempo melihat isi mobil itu dipadati furnitur berwarna putih. Desainnya sulit dibedakan antara perabot rumah atau perangkat tambahan mobil. "Kalau melihat panel-panel itu, mana ada yang standar lagi?” ucapnya.
Di bagian tengah kabin mobil, Yudhi memasang sebuah ranjang yang bisa diubah menjadi tempat duduk dengan posisi berhadapan. Ada sebuah meja di dekatnya yang bisa diputar ke semua posisi. "Kalau posisi tempat tidur, jadinya begini,” ujarnya menunjukkan ranjang dengan kasur yang bisa menampung dua orang dewasa.
Yudhi memasang wastafel di sudut kiri belakang. Di bawahnya terdapat lemari tempat menyimpan dua jeriken. Jeriken itu berfungsi sebagai penampung air bersih dan air buangan berukuran 20 liter dan 10 liter. Pada kotak kecil di sebelahnya, ia meletakkan peralatan makan seperti piring dan sendok. Juga ada kotak untuk menyimpan stok kopi, gula, dan garam serta minuman dalam kemasan.
Di sudut kanan, terpasang sebuah furnitur berbentuk meja tempat Yudhi meletakkan kulkas mini. Di atasnya, ada sebuah ruang untuk penyimpanan. Adapun di sampingnya dipasangi laci yang bisa ditarik keluar hingga sekitar 1 meter. Fungsinya untuk meletakkan kompor.
"Saya pakai kompor lipat portabel, paling buat manas-manasin, bikin air, simpel aja," tutur Yudhi sambil membuka kompor berbahan bakar gas. Jika hujan turun, ia cukup berdiam di dalam mobil sambil merebus mi instan atau menyeduh kopi.
Adapun di bagian bawah bumper belakang, Yudhi memasang slang air yang bisa dipakai buat mandi. "Di bawah pintu geser saya bikin pompanya, terus slang-slangnya ke sini, sehingga ini bisa buat cuci-cuci atau lainnya," katanya.
Terdapat alat pengontrol listrik di sisi kiri pintu samping mobil. Ia menunjukkan aki litium 200 ampere-jam yang menerima daya dari alternator. Ia memasang inverter 2.000 watt di sisi kiri mobil. Fungsinya adalah mengubah arus listrik 12 menjadi 220 volt dari baterai atau panel surya menjadi arus bolak-balik alias DC ke AC.
Ia juga menyediakan pembangkit listrik portabel. Di atap mobil pun tersedia tempat untuk panel surya. Namun ia tak memasang penampung daya dari sinar matahari itu. "Soalnya dari kemarin mendung, hujan," ujar Yudhi.
Yudhi mengungkapkan, untuk membangun mobilnya menjadi camper van, ia menghabiskan dana puluhan juta rupiah. Sedangkan untuk membeli mobil bekas keluaran 2010 itu, ia merogoh kocek sekitar Rp 137 juta. “Sampai set up kayak begini saya habiskan sebanyak Rp 50-60 juta. Itu sudah dengan harga tukangnya," katanya.
Abdillah, 47 tahun, pemilik salah satu bengkel karoseri camper van, memberikan perkiraan biaya modifikasi. Ia kerap mengerjakan pesanan penambahan boks ranjang, penyimpanan baju, alat masak, dan tempat listrik, seperti aki. Dia mengungkapkan, biaya pembuatan peralatan itu dari bahan multipleks yang dilapisi high pressure laminate dengan panjang 180 sentimeter dan lebar 120 sentimeter berkisar Rp 20-25 juta.
“Kebanyakan permintaan itu sebatas buat tidur atau tempat istirahat di lokasi camping," ucap Abdillah saat dihubungi lewat sambungan telepon, Ahad, 17 November 2024. Salah satu camper van yang ia garap adalah milik Muhamad Ali.
Abdillah mengatakan lama waktu penambahan perlengkapan tidur dan tempat penyimpanan itu bisa dua pekan-satu bulan. Desain furnitur yang pernah ia kerjakan itu mencakup berbagai merek mobil, seperti Hyundai, Daihatsu Gran Max, Daihatsu Terios, dan Toyota Kijang. Sejak 2021, ia sudah membangun sekitar 50 kendaraan kamping. "Masa Covid-19, banyak orang berlibur dengan camper van," tuturnya.
Namun, Abdillah menambahkan, harga desain interior mobil kamping bisa mencapai ratusan juta rupiah. Biaya sebesar itu biasanya dipatok karena ada perubahan dan penambahan perlengkapan di dalam mobil. Misalnya panel dinding, plafon, lampu, televisi, kulkas, penyejuk udara, toilet portabel, dan lantai berbahan vinil. "Kalau plafon, lantai, storage kanan-kiri, tambahan meja, bisa Rp 200 juta," kata pria yang tinggal di Jonggol, Bogor, itu.
Maryanto, staf marketing usaha karoseri Delima Jaya, Bogor, Jawa Barat, menyebutkan biaya membangun camper van bervariasi, tergantung jenis kendaraan serta fitur dan interior yang dibutuhkan. Misalnya, untuk mobil Toyota HiAce, biaya pembuatan tempat tidur, lemari, meja, tempat masak, dan kamar mandi bisa mencapai Rp 200-300 juta. "Kalau Toyota HiAce biasanya bagian dalamnya diubah total sesuai dengan konsep," ujar Maryanto melalui sambungan telepon, Ahad, 17 November 2024.
Sedangkan biaya desain camper van jenis Toyota Hilux dan Mitsubishi L200 berkisar Rp 350-450 juta. Sebab, ada penambahan bodi di luar untuk kendaraan jenis truk mini sehingga harganya berbeda dengan tarif modifikasi Toyota HiAce. "Kalau harga, tergantung konsep dan peralatan yang dibutuhkan," tutur pria 54 tahun itu.
Ihsan Reliubun
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo