Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mematahkan semangat hamba rokok

Label peringatan "merokok bisa merugikan kesehatan" akan dicantumkan pada kemasan rokok. agar masyarakat sadar pada bahaya rokok. produsen diberi tenggang waktu untuk pemasangan.

26 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NYALI kesetiaan penghamba rokok bakal digoyang keteguhannya. Sebentar lagi pada tiap kemasan rokok harus dicantumkan label yang berbunyi, "Peringatan Pemerintah: Merokok Bisa Merugikan Kesehatan". Kesepakatan itu lahir Kamis pekan lalu. Mengapa langkah preventif itu baru sekarang? Padahal, mengatur pengawasan produksi, distribusi, dan pengadaan zat-zat adiktif demi perlindungan kesehatan rakyat sejak 1989 sudah ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 3. Menteri Kesehatan Adhyatma mengakui kelambatan itu. "Karena perlu kondisioning, agar masyarakat sadar pada bahaya rokok, dan tak kaget menerima pengumuman itu," katanya kepada Sugrahetty Dyan dari TEMPO. Ketentuan wajib pasang tanda peringatan tersebut memiliki tenggang waktu enam bulan, agar para produsen rokok menghabiskan sisa stok kemasan lama. Pada Oktober 1991, semua produsen rokok harus melaksanakan ketentuan tersebut. Perincian ini diatur pada April nanti dengan SK Direktur Jenderal POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Langkah yang ditempuh Departemen Kesehatan RI itu memang penuh timbang rasa karena ini memberi dampak pada aspek ekonomi dan sosial. Maka, Menteri Adhyatma perlu berdialog dengan produsen rokok kretek yang bergabung di Gappri (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia) dan produsen rokok putih yang bernaung di bawah Gabungan Perusahaan Rokok Indonesia (Gaprindo). Namun, pertemuan di Departemen Kesehatan selama dua jam pada hari itu berjalan alot. Semula Ketua Gappri Soegiharto Prajogo minta ketentuan baru itu diberlakukan tiga atau empat tahun lagi sehingga pengusaha rokok bisa melakukan diversifikasi ke bidang usaha lain. Menurut Soegiharto, pencantuman label peringatan itu bisa menurunkan produksi rokok sampai 20 persen. Perhitungan kasar itu bertolak dari kasus yang sama seperti di Amerika Serikat, yang pangsa pasarnya turun sampai 30 persen. Kalau penurunan itu sampai terjadi, kata Soegiharto, dampak sosial ekonominya sangat terasa. Aset produsen rokok itu memang besar. Ini tampak dari data Gappri tahun 1990: jumlah setoran ke kas negara dari rokok lebih dari Rp 3 trilyun. Dan tenaga kerja yang terserap, dari 121 pabrik rokok, 150 ribu orang. Jumlah ini belum lagi tenaga di sektor yang terkait, seperti buruh percetakan, angkutan, petani cengkeh dan tembakau. Total yang menggantungkan nafkahnya dari rokok sekitar 14 juta jiwa. Dengan alasan itulah, Gappri minta pencantuman label dilakukan bertahap. Di samping itu, Gappri kurang yakin jika rokok disebut sebagai penyebab penyakit paru, kanker, tenggorokan, dan jantung. Diberi contoh perokok berat seperti Churchill, Mao Zedong, dan Deng Xiaoping malah berumur panjang. Keberatan terhadap rokok lebih dilandaskan pada tulisan ilmiah, disertasi, dan ceramah dokter. Di Indonesia, menurut Soegiharto, hingga kini belum ada badan khusus yang melakukan penelitian mendalam terhadap pengaruh rokok kretek pada kesehatan. Namun, ada penelitian di luar negeri menunjukkan sebatang rokok yang diisap itu mengandung 2-3 mg nikotin. Ini bisa menaikkan tekanan darah serta mempercepat denyut jantung. Akibatnya, pekerjaan jantung memberat. Karbon monoksida, gas beracun yang tak berbau, terdapat pada asap rokok. Karbon itu dapat mengikatkan dirinya pada sel-sel darah merah. Ini membuat oksigen tersingkir dan tak dapat digunakan tubuh. Efek lainnya: pembuluh darah menyempit dan mengeras. Rokok juga mengandung tar. Sebatang sigaret menghasilkan 10-20 mg tar. Tar merupakan kumpulan senyawa kimia dari daun tembakau, ditambah bahan sigaret lainnya. Kadar tar dalam rokok inilah yang bisa menimbulkan risiko kanker. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga yang dilakukan Depkes tahun 1972, 1980 dan 1986, tampak jelas bahwa proporsi kematian yang disebabkan karena penyakit jantung dan kanker makin meningkat. Dari hasil penelitian itu termasuk paling tinggi adalah angka kanker paru-paru. Sedikit banyaknya kanker ini ada hubungannya dengan merokok. Biarpun awalnya ngotot, Gappri akhirnya menyerah. "Kami dapat memahami keinginan Pemerintah," komentar Sekjen Gappri, H. Djuffan. Adhyatma mengemukakan bahwa kebijaksanaan itu mengacu pada GBHN. Pada bab XXIII buku ke-3 sektor Kesehatan disebutkan, rakyat perlu dilindungi dari bahaya polusi, makanan, dan minuman yang berbahaya. "Rokok termasuk klasifikasi barang tersebut," kata Djuffan. Ketika menetapkan bunyi peringatan itu kembali menjadi perdebatan. Menteri Adhyatma menyodorkan kalimat: "Merokok Merugikan Kesehatan. Gappri menolak karena kalimat itu dianggap tidak memberi kesempatan kepada masyarakat menentukan pilihannya. Lalu Gappri mengajukan dua kalimat: "Demi Kesehatan Jangan Banyak Merokok", atau "Demi Kesehatan Jangan Merokok Berlebihan". Kali ini, Menteri yang menolak. Dan setelah tarik ulur, diperolehlah kalimat penengah, "Peringatan Pemerintah: Merokok Bisa Merugikan Kesehatan". Mengapa peringatan itu harus dari pemerintah dan bukannya dari dokter? Adhyatma menjawab tegas, "Pemerintah bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan masyarakat." Aries Margono, Supriyanto K. (Surabaya), B. Amarudin (Kudus)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus