Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Memprihatinkan, Angka Pernikahan Dini di Indonesia Masih Tinggi

Angka pernikahan dini atau pernikahan anak di Indonesia masih tinggi. Penyebabnya pun beragam dan membuat prihatin KPPPA.

9 Agustus 2019 | 14.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar
ilustrasi pernikahan muda (pixabay.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menikah adalah salah satu kebutuhan manusia. Namun, tidak semua pernikahan dapat berujung baik sesuai dengan harapan yang menjalani. Apalagi, menikah di usia yang sangat muda. Pernikahan dini, diyakini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus penyumbang kematian ibu saat melahirkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah meyakini bahwa menikah di usia dini menjadi salah satu penyebab penyumbang kematian ibu karenakan alat reproduksi remaja perempuan belum mapan sehingga tak bisa berfungsi maksimal untuk melahirkan. Walaupun demikian, pernikahan dini yang menyeret banyak generasi milenial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Data BPS menyebut satu dari empat anak perempuan di Indonesia telah menikah pada umur kurang dari 18 tahun pada 2008 hingga 2015. Berdasarkan data penelitian Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia tahun 2015, terungkap angka perkawinan dini di Indonesia peringkat kedua teratas di kawasan Asia Tenggara. Sekitar 2 juta dari 7,3 perempuan Indonesia berusia di bawah 15 tahun sudah menikah dan putus sekolah. Jumlah itu diperkirakan naik menjadi 3 juta orang pada 2030.

Terkait dengan data-data tersebut, di Sulteng khususnya untuk daerah terdampak bencana, gempa, tsunami dan likuefaksi di Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong, ditemukan 14 kasus pernikahan usia anak. Kemudian, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mencatat terdapat 1.348.866 anak perempuan telah menikah di bawah usia 18 tahun pada 2018. Bahkan, setiap tahun sekitar 300.000 anak perempuan di Indonesia menikah dibawah usia 16 tahun.

Ilustrasi anak kecil pacaran. huffpost.com

Kemiskinan menjadi salah satu faktor yang membuat remaja atau generasi milenial cenderung menikah di usia yang sangat muda . Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Susana Yembise, mengemukakan anak perempuan dari keluarga miskin berisiko dua kali lebih besar dinikahkan pada usia dini.

"Perkawinan usia anak atau anak usia dini identik dengan perjodohan yang dilakukan oleh orang tua dengan alasan ekonomi," ucap Yohana.

Pemerintah menyebut bahwa pernikahan dini akan menyumbang terjadinya kemiskinan. Bila anak menikah usia dini, maka secara otomatis akan berhenti mengenyam pendidikan atau sekolah karena bila dalam perkawinan itu melahirkan anak, maka orang tua dari anak yang lahir itu harus bekerja untuk menghidupi anak dan keluarga.

Selain karena faktor kemiskinan, faktor budaya dan tradisi juga menjadi sebab sehingga milenial di usia produktif harus naik pelaminan untuk melangsungkan ikatan janji suci. Faktor lain yang turut serta mendongkrak terjadinya pernikahan di usia yang sangat dini yakni pergaulan yang tak terkendali atau kontrol oleh keluarga. Tidak sedikit milenial terjerumus dalam pergaulan bebas, yang kemudian berdampak pada pernikahan dini.

Karena itu, penting penguatan keluarga atau rumah tangga. Peran ayah, ibu, dan lingkungan sekitar, turut serta menentukan masa depan anak atau generasi emas harapan bangsa di masa akan datang.

Salah satu komponen yang harus terlibat dalam mengakhiri pernikahan dini yaitu para tokoh di semua agama. Pendekatan agama dianggap ampuh untuk membina mental generasi muda. Misalnya, memberikan pemahaman tentang bahaya buruk pergaulan bebas dan dampak buruk dari menikah dini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus