Obat baru kanker darah ditemukan tak sengaja. Sel berbahaya diubah menjadi sel normal. SETELAH terbebas dari kanker payudara, Rima Melati seperti lahir kembali. Kini rambutnya mulai melebat lagi meski belum seperti semula. Akibat sakit tadi, bintang film ini memang pernah kehilangan rambutnya yang indah. Rima boleh bersyukur. Namun, kesembuhannya lebih berarti daripada sekadar rambutnya yang rontok. Terburainya rambut itu hanya salah satu akibat samping kemoterapi yang mesti dijalani para penderita kanker. Sedangkan, bagi penderita kanker darah, atau leukemia, kemoterapi harus dilakoninya selama berbulan-bulan. Kini para ilmuwan di Manhattan, Amerika Serikat, berhasil menemukan sebuah terapi baru yang menggunakan obat dari turunan vitamin A. Dengan terapi baru ini efek sampingnya lebih kecil dibanding terapi konvensional. Pada pengobatan konvensional, efek samping, seperti kerontokan rambut dan melemahnya daya tahan tubuh, hampir pasti tidak bisa dielakkan karena obat yang ditelan dalam jangka waktu lama itu ternyata memang meninggalkan racun yang bisa merusakkan sistem kekebalan tubuh. Demikian tulis Elisabeth Rosenthal dalam The New York Times Medical Sciences dua pekan lalu. Menghadapi penyakit kanker darah memang mengundang putus asa. Sementara itu, jalan menuju kesembuhan pun panjang dan berliku. Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan menekan jumlah sel darah yang rusak. Untuk mencapai keadaan remisi, dilakukan pengobatan dengan obat yang bisa memakan waktu berbulan-bulan. Keadaan remisi tercapai ketika sel kanker dipukul mundur, hingga tak terdeteksi lagi baik pada tulang sumsum maupun dalam darah. Setelah mencapai remisi, kemudian baru dapat dilanjutkan dengan penanganan lebih jauh, misalnya transplantasi sumsum. Kini dengan terapi baru menggunakan obat dari derivat vitamin A setidaknya tampak hasil yang menjanjikan. Cara kerja obat baru ini ternyata tak membahayakan sel yang masih normal. Sebab, obat baru ini mendorong sel-sel kanker yang tumbuhnya tak terkendali itu tumbuh menjadi sel normal. Sedangkan, terapi konvensional menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel yang berbahaya. Selain makan tempo lama, malah hasilnya tak menggembirakan. Ini bukan saja karena tak efektif, tetapi justru banyak sel yang masih normal ikut terbunuh. "Penemuan obat untuk penyakit mematikan yang responsnya luar biasa semacam itu, dan dapat mendokumentasikan mekanismenya, sungguh luar biasa," puji Dr. Raymond P. Warrell Jr., Kepala The Memorial Sloan-Kettering Cancer Center, sebuah lembaga pusat kanker di Manhattan. Karena obat ini mustajab, tentu menggembirakan. Para dokter kini tidak hanya melihat kemajuan kondisi pasiennya, bahkan mereka juga berhasil mengamati perubahan pada sel-sel darah yang terserang kanker itu. Pada percobaan di tabung digunakan derivat vitamin A yang disebut retinoid untuk mengubah sel kanker. Dengan takjub para ilmuwan itu mengamati hasilnya. Bagaimana sel-sel itu berangsur-angsur ternyata bisa pulih menjadi sel yang normal. "Inilah pertama kali kami bisa secara konsisten mendapatkan perubahan sel-sel kanker pada pasien," ujar Dr. Michael Hawkins, Kepala Penyelidikan Pengembangan Obat pada Lembaga Nasional Kanker di AS. Padahal, pada penderita leukemia, perkembangan sel darahnya akan tidak terkendali lagi karena mekanisme kontrol pematangan sel darah sudah dikacaukan oleh kerusakan genetika. Dan pada penderita promyelocytyc leukemia terjadi mutasi pada kromosom 15 dan 17. Pertukaran ini menyebabkan salah satu penangkap retinoid terganggu. Akibatnya, kontrol selnya terganggu pula. Itu sebabnya, sel yang terkena kanker perkembangannya menjadi tidak teratur. Sel leukemialah yang akan berkembang sedemikian pesat hingga jumlahnya berlebihan dan mendesak sel-sel normal. Infiltrasi darah putih ini terutama menyerang sumsum tulang. Kerusakan sumsum pada tahap selanjutnya membuat produksi sel darah putih dan sel darah merah menurun. Dalam keadaan begini, sel-sel kanker menyebar lebih luas lagi dalam darah dan sumsum. Karena itu, akibat utama leukemia adalah anemia, atau kekurangan darah, di samping menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sebetulnya, obat itu ditemukan secara tidak sengaja oleh para peneliti dari Cina. Mereka sedang mencoba terapi diferensiasi di laboratorium Waxman. Pada waktu itu, yang diteliti adalah 13-cis retinoic acid. Ini dikenal sebagai accutane. Senyawa ini secara kimiawi "dekat" dengan all-trans-retinoic acid, yang kemudian rupanya menjadi obat baru itu. Karena accutane sangat sukar diperoleh, lalu mereka mengubahnya menjadi alltransretinoic acid. Tentu peneliti di Cina tadi boleh merasa terkejut, setelah all-transretinoic acid sukses dicobakan terhadap manusia. Sebelumnya, dalam tes laboratorium, accutane tidak efektif melawan kanker. Dalam studi selanjutnya, Warrell dan koleganya berhasil pula mengetahui proses pematangan sel. Dengan cermat mereka berhasil melihat bahwa permukaan sel darah itu rupanya dilapisi dua tipe protein. Satu adalah sel kanker yang bentuknya unik, dan yang lainnya adalah permukaan sel normal. Dari situlah tabir rahasia pertukaran kromosom kemudian bisa dikuak. "Mungkin ini sangat spesifik untuk molekul itu, dan penyakit itu," ujar Hawkins. "Tapi kami bisa melihatnya bahwa itu bisa memberi petunjuk untuk penyakit kanker yang lain." Ini agaknya suatu penunjuk arah untuk menelusuri lorong-lorong gelap rahasia kanker yang memang masih panjang. G. Sugrahetty Dyan K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini