Sejumlah brankas di Jambi dibobol maling. Polisi menduga pelakunya profesional. Ternyata pelajar. KETERAMPILAN pelajar-pelajar SLTP/SLTA membongkar brankas seberat sekitar satu ton itu membuat kagum ratusan penonton. Dua buah brankas (peti besi) dalam waktu kurang dari sejam mereka angkut keluar kantor bupati dan isinya dikuras habis. "Tak tahu di mana belajar, mereka benar-benar terampil melakukan kejahatan itu," ujar Bupati Batanghari, Saman Chatib. Adegan pembongkaran brankas di kantor bupati pada Rabu pekan lalu itu adalah bagian dari rekonstruksi kejahatan komplotan sejumlah remaja yang masih duduk di bangku sekolah di Muarabulian, ibu kota Kabupaten Batanghari. Prestasi mereka tak tanggung-tanggung, 29 kali pencurian termasuk membobol 17 brankas di sejumlah instansi pemerintah. Total mereka berhasil menguras uang Rp 50 juta. Brankas kantor bupati mendapat giliran pada awal April lalu. Saat itu empat orang petugas tibum yang jaga malam di kantor itu sedang tertidur pulas. Tanpa mengganggu mereka, komplotan pelajar itu berhasil mengangkut brankas di kantor itu, dan menyikat isinya Rp 7 juta, hanya dengan sebilah bayonet, linggis, dan gergaji besi. Habis beraksi, mereka langsung membagi rata hasilnya. Dari brankas di kantor bupati itu, mereka rata-rata menerima Rp 1,5 juta. "Uangnya habis dipakai foya-foya, beli baju, keluar masuk diskotek," ujar Haryadi, 17 tahun, siswa kelas III sebuah SMA swasta di Muarabulian. Peristiwa di kantor bupati itu hanyalah satu dari sekian banyak aksi komplotan itu selama dua tahun terakhir ini. "Semula kami menganggap kejahatan itu dilakukan sindikat profesional. Ternyata, anak-anak ingusan yang masih duduk di bangku sekolah," ujar Kapolres Batanghari, Letnan Kolonel Farouk Basrie. Dalam setiap operasi, mereka melakukan persiapan dengan matang. Mulai dari pengintaian, pembuatan peta lokasi, sampai pembagian tugas mereka lakukan dengan cermat. Semua ini diorganisasikan oleh Usin, 19 tahun, seorang pelajar putus sekolah asal Jambi yang masih buron. Akibat aksi mereka penduduk Kabupaten Batanghari yang berjumlah sekitar 250 ribu jiwa resah. Sebab, bukan hanya brankas yang jadi sasaran mereka, tapi juga harta penduduk. Mereka bergerak, bak siluman. Polisi bahkan nyaris hilang kepercayaan. Sampai-sampai Kapolres mengultimatum akan memutasikan jajaran satuan serse (satserse)nya bila dalam sebulan mereka tidak berhasil menggulung kejahatan ini. Bupati menginstruksikan agar di setiap masjid penduduk membaca Surah Yasin selama tiga malam berturut-turut. Toh, komplotan itu tak terendus, sementara pencurian semakin menjadi-jadi. Akhirnya misteri itu terungkap juga. Pada 9 Mei lalu, dalam suatu acara keramaian terjadi perkelahian remaja. Seorang pemuda, Kamal, 16 tahun, kedapatan membawa bayonet. Ia sesumbar, "Pisau ini serbaguna bisa menusuk orang, juga bisa mencongkel brankas." Ucapan ini terdengar seorang anggota satserse yang berada di sekitar itu. Pelajar kelas II madrasah sanawiah ini pun ditangkap. Kepada polisi, Kamal terus terang bahwa bayonet itu biasa dipakainya mencongkel brankas. Berkat pengakuan itu, enam orang kawanan Kamal diringkus polisi. Ternyata, mereka semua pelajar berusia belasan tahun. Di sekolah mereka, memang dikenal sebagai anak nakal. Darwin, kelas II SMA, misalnya, bisa kencing seenaknya di dalam kelas. "Nilai rapornya pun berantakan," ujar seorang guru di sekolah itu. Polisi, yang merasa sukses menggulung komplotan itu, tiga hari kemudian mengarak anak-anak itu keliling kota. Dengan tangan diborgol dan kepala gundul, sepanjang jalan mereka dipaksa berteriak lewat pengeras suara: "Kami maling! Kami maling!" Mengenaskan, memang. Hasan Syukur & Aina Rumiyati Azis (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini