Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sindrom Kelelahan Kronis (Chronic Fatigue Syndrome/CFS) adalah gangguan yang serius yang sering kali diabaikan atau salah diinterpretasikan. Sindrom Kelelahan Kronis adalah kondisi medis yang ditandai dengan kelelahan yang ekstrem dan persisten selama minimal 6 bulan dan tidak hilang dengan istirahat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun secara luas dikenal, CFS seringkali sulit didiagnosis karena gejalanya yang bervariasi dan sulit diidentifikasi. Kondisi ini memengaruhi kehidupan sehari-hari individu yang menderitanya, mengganggu aktivitas fisik dan mental mereka, dan bahkan dapat bertahan bertahun-tahun.
Gejala dan Diagnosis
Dilansir dari hopkinsmedicine.org, sindrom kelelahan kronis (CFS) ditandai dengan rasa lelah yang mendalam, terlepas dari istirahat di tempat tidur. Gejalanya dapat memburuk dengan aktivitas fisik atau mental. Salah satu tantangan terbesar dalam mengidentifikasi CFS adalah gejalanya yang sering kali mirip dengan flu atau penyakit lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala umum termasuk sensitivitas terhadap cahaya, sakit kepala, nyeri pada kelenjar getah bening, kelelahan dan kelemahan yang mendalam, serta nyeri otot dan sendi. Selain itu, penderitanya juga dapat mengalami kesulitan berkonsentrasi, insomnia, dan perubahan mood.
Untuk mendiagnosis CFS, kelelahan yang signifikan harus mengganggu kemampuan individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari selama minimal 6 bulan dan tidak dapat disembuhkan dengan istirahat.
Tidak ada tes spesifik untuk CFS, sehingga diagnosis seringkali didasarkan pada proses eliminasi untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari gejala yang serupa.
Penyebab dan Faktor Risiko
Penyebab pasti CFS masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa faktor yang diduga berkontribusi termasuk infeksi virus, sistem kekebalan tubuh yang melemah, stres psikologis, dan ketidakseimbangan hormon.
Meskipun infeksi virus seperti virus Epstein-Barr dan virus herpes manusia telah diselidiki dalam hubungannya dengan CFS, tidak ada satu jenis infeksi pun yang secara khusus dikaitkan dengan CFS.
Selain itu, faktor risiko lain untuk CFS termasuk kecenderungan genetik, alergi, stres, dan faktor lingkungan. Wanita berusia 40 hingga 50 tahun memiliki risiko lebih tinggi untuk didiagnosis dengan CFS dibandingkan pria.
Pengobatan
Dilansir dari Healthline, belum ada obat spesifik untuk CFS, namun ada berbagai pendekatan pengobatan dan pengelolaan gejala yang dapat membantu individu yang menderita kondisi ini.
Pengelolaan aktivitas, atau yang dikenal sebagai pacing, merupakan salah satu pendekatan yang penting dalam mengelola CFS. Ini melibatkan menemukan batas individu untuk aktivitas fisik dan mental, merencanakan aktivitas tersebut, dan kemudian beristirahat untuk tetap berada dalam batas tersebut.
Selain itu, perubahan gaya hidup seperti mengurangi konsumsi kafein, menghindari merokok dan alkohol, serta menciptakan rutinitas tidur yang konsisten juga dapat membantu mengurangi gejala sindrom kelelahan kronis. Beberapa individu juga mungkin memerlukan terapi obat untuk mengelola gejala seperti depresi atau insomnia.