Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Granulomatosis with polyangiitis (GPA) adalah kondisi langka di mana pembuluh darah menjadi meradang di sejumlah organ terutama sinus, ginjal, dan paru-paru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peradangan membatasi aliran darah dan mencegah cukup oksigen masuk ke organ dan jaringan. Penyakit ini sangat langka. Menurut National Library of Medicine, hanya 3 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat yang mengidapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada GPA, benjolan jaringan yang meradang dikenal dengan granuloma, terbentuk di sekitar pembuluh darah. Granuloma dapat merusak organ. GPA merupakan salah satu dari beberapa jenis vaskulitis, gangguan yang menyebabkan peradangan pada pembuluh darah. GPA juga dikenal sebagai granulomatosis wegener.
Mengutip Healthline, GPA adalah penyakit autoimun yang berarti sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehatnya sendiri. Dalam kasus GPA, sistem kekebalan menyerang pembuluh darah. Siapa pun dapat mengidapnya, termasuk anak-anak, tetapi paling sering terjadi pada orang dewasa.
Para ahli belum sepenuhnya memahami apa yang memicu serangan autoimun. Infeksi diduga terlibat dalam memicu penyakit. Ketika virus atau bakteri masuk ke tubuh, sistem kekebalan merespons dengan mengirimkan sel-sel yang menghasilkan peradangan. Dalam kasus GPA, pembuluh darah rusak. Namun, tidak ada satu jenis bakteri, virus, atau jamur yang secara definitif dikaitkan dengan penyakit ini.
GPA dapat merusak organ secara permanen, tetapi dapat diobati. Pengidap perlu terus minum obat dalam jangka panjang untuk mencegah penyakit datang kembali.
Obat-obatan yang dapat diresepkan oleh dokter dapat meliputi:
- obat anti-inflamasi, seperti kortikosteroid (prednison)
- obat penekan kekebalan, seperti siklofosfamid, azathioprine (Azasan, Imuran), dan metotreksat
- obat kemoterapi rituximab (Rituxan).
Dokter juga mungkin menggabungkan obat-obatan seperti siklofosfamid dan prednison untuk lebih efektif menurunkan peradangan. Melansir Hopkins Medicine, lebih dari 90 persen orang mengaku penyakitnya membaik dengan perawatan ini.
Jika GPA dirasa tidak parah, dokter mungkin merekomendasikan konsumsi obat prednison dan metotreksat. Obat-obat ini memiliki efek samping yang lebih sedikit daripada siklofosfamid dan prednison.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati GPA dapat menyebabkan sejumlah efek samping. Beberapa efek samping serius. Misalnya, mereka dapat menurunkan kemampuan tubuh Anda untuk melawan infeksi atau melemahkan tulang Anda.
Jika penyakit ini mempengaruhi paru-paru, dokter Anda mungkin meresepkan antibiotik kombinasi, seperti sulfametoksazol-trimpetoprim (Bactrim, Septra), untuk mencegah infeksi.
HATTA MUARABAGJA