Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Gaya Hidup

Mengenal Helicopter Parenting, Dampak, dan Antisipasinya

Helicopter parenting adalah pola asuh ketat orang tua terhadap seorang anak. Kenali ciri, dampak, dan antisipasinya berikut ini.

23 Januari 2024 | 11.48 WIB

Helicopter parenting adalah pola asuh ketat orang tua terhadap seorang anak. Kenali ciri, dampak, dan antisipasinya berikut ini. Foto: Canva
Perbesar
Helicopter parenting adalah pola asuh ketat orang tua terhadap seorang anak. Kenali ciri, dampak, dan antisipasinya berikut ini. Foto: Canva

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Apakah Anda termasuk orang tua yang selalu mengawasi anak dan memberi suatu keputusan tanpa melakukan diskusi dan melibatkan mereka terlebih dahulu? Jika iya, maka hal tersebut merupakan salah satu dari ciri-ciri helicopter parenting

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Istilah helicopter parenting cukup populer dan sering disebut di sosial media baru-baru ini. Lalu, apa yang dimaksud dengan helicopter parenting? Untuk lebih memahaminya, berikut penjelasan lebih lengkapnya. 

Helicopter Parenting Adalah

Merangkum dari beberapa sumber, helicopter parenting adalah gaya pengasuhan di mana orang tua atau pengasuh sangat mengawasi serta terlibat dalam setiap aspek kehidupan anak mereka atau dapat dikatakan sebagai pola asuh yang terlalu berlebihan dalam menjaga anak. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski memiliki tujuan yang baik, ternyata pola asuh ini memiliki dampak buruk bagi perkembangan anak. 

Ciri-ciri Helicopter Parenting

Sebagai orang tua, perkembangan anak tentunya menjadi aspek dalam kehidupan yang sangat penting untuk diperhatikan agar mereka dapat tumbuh dengan baik. Maka, mari ketahui ciri-ciri dari helicopter parenting berikut ini:

1. Tahap Balita

Pada tahapan ini umumnya orang tua yang menerapkan helicopter parenting melakukan pengawasan yang ketat ketika anak bermain. 

Orang tua tidak mengizinkan jika anak mereka disentuh oleh orang lain, tidak memberi kesempatan bagi anak untuk explore suatu permainan baru, khawatir berlebihan bahwa anak akan terluka ketika bermain, mengontrol perilaku anak, dan tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk memiliki waktu sendiri.

2. Tahap Usia Sekolah hingga Kuliah

Pada tahapan ini, helicopter parenting umumnya seringkali menetapkan suatu keputusan dalam hidup anak tanpa melibatkan dan mengajak mereka berdiskusi terlebih dahulu. Ciri lainnya juga dapat dilihat ketika orang tua mulai mengontrol lingkup pertemanan sang anak.

Tahap ini seringkali juga dapat terlihat dalam contoh ketika seorang anak hendak memasuki jenjang pendidikan perkuliahan lalu orang tua memiliki kendali besar untuk memutuskan program studi dan fakultas yang harus diikuti sang anak.

Dampak Buruk Helicopter Parenting

Meski tujuan orang tua yang menerapkan helicopter parenting baik, namun kenyataannya pola asuh ini dapat memberikan dampak buruk bagi tahap perkembangan anak semasa hidupnya. Beberapa dampak buruk tersebut diantaranya:

  1. Menghambat keterampilan problem solving anak.
  2. Menimbulkan perasaan cemas dan khawatir berlebihan pada anak.
  3. Menumbuhkan sikap rendah diri.
  4. Menumbuhkan rasa tidak percaya diri.
  5. Menumbuhkan sikap berbohong untuk lolos dari kekangan orang tua.

Upaya Menghindari Gaya Helicopter Parenting

1. Izinkan Anak Mengalami Kegagalan 

Kegagalan merupakan suatu hal yang menimbulkan perasaan sedih dan tidak dapat dengan mudah diterima. Namun, kegagalan dapat menjadi pembelajaran dan menjadi bagian dari proses pertumbuhan anak. 

Dari kegagalan tersebut, anak dapat belajar untuk membangun karakter yang kuat pada dirinya dan belajar untuk mandiri dalam mengatasi masalah serta melakukan evaluasi ulang terkait langkah untuk mencapai tujuan mereka.

2. Mendorong Anak Berkomunikasi 

Mendorong sikap terbuka terhadap anak sejak dini merupakan hal yang penting untuk tahap perkembangan diri mereka. 

Doronglah anak untuk dapat mengkomunikasikan pikiran dan perasaan mereka, setelahnya orang tua dapat memberi ucapan terima kasih kepada mereka karena telah berbagi atau mengkomunikasikan perasaan dan pikiran mereka saat ini. 

Dengan hal tersebut, anak dapat memahami apa yang mereka butuhkan dan mampu menyampaikannya dengan tepat kepada orang lain.

3. Berikan Tugas Untuk Anak 

Pada tahap perkembangan anak khususnya masa anak-anak, menjadi fase di mana orang tua mengajarkan keterampilan hidup bagi anak untuk membantunya di masa dewasa kelak. 

Penting bagi orang tua untuk memberikan tugas sederhana sehari-hari bagi anak sejak dini seperti misalnya mencuci piring setelah makan untuk menumbuhkan sikap mandiri. 

Jika orang tua selalu memenuhi segala kebutuhan anak tanpa memberi peluang untuk melibatkan mereka, maka keterampilan ini tidak akan terbentuk.

4. Membiasakan Anak Membuat Perencanaan 

Mengajarkan anak untuk membuat perencanaan sejak dini memiliki peran penting untuk menumbuhkan kebiasaan mengatur perencanaan kegiatan mereka. 

Meski kegiatan pada masa anak-anak hanya bermain dan bertemu teman, namun perencanaan dapat mengajarkan mereka mengenai bagaimana mencatat jadwal dan mengingat kegiatan yang akan mereka lakukan. 

Kebiasaan ini akan terbawa hingga usia mereka terus bertambah dan membantu mereka untuk memiliki keterampilan manajemen waktu dan kegiatan yang baik.

GHEA CANTIKA NOORSYARIFA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus