Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Mengenal Sistem dan prosesi Pernikahan Adat Bali atau Pawiwahan

Dalam pernikahan adat Bali disebut pawiwahan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari berbagai bentuk prosesi penuh makna.

9 Mei 2024 | 11.20 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tradisi dan budaya telah menjadi pondasi kehidupan Umat Hindu di Bali, setiap hal di Pulau Dewata ini selalu dirayakan dengan ucapan syukur melalui upacara simbolik berupa bebantenan (sesajen) yang dipersembahkan kepada sang pencipta. Termasuk dalam merayakan setiap jenjang kehidupan, seperti pernikahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam adat Bali, pernikahan disebut sebagai Pawiwahan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari berbagai bentuk serta melalui serangkaian prosesi panjang yang penuh makna.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari artikel jurnal Luh Sukma Ningsih berjudul “Upacara Pawiwahan Dalam Agama Hindu di Bali” bentuk Pawiwahan menurut adat Bali ada empat yaitu :

Sistem Memadik/Meminang

Bentuk pernikahan adat Bali ini dipandang sebagai bentuk pernikahan yang paling terhormat menurut adat Bali maupun menurut agama Hindu. Pernikahan dengan cara ini biasanya dilakukan apabila diantara calon mempelai laki-laki dan wanita telah memiliki hubungan satu sama lain yang kemudian disepakati untuk melangsungkan pernikahan.

Sistem Ngerorod/Ngerangkat

Ngerorod adalah bentuk pernikahan adat Bali ini lebih lumrah disebut dengan istilah kawin lari. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan pernikahan lari adalah bentuk pernikahan yang tidak didasarkan atas lamaran orang tua tetapi berdasarkan kemauan kedua pihak yang bersangkutan karena tidak mendapat persetujuan dari orang tua laki-laki atau perempuan.

Sistem Nyentana 

Nyentana adalah bentuk pernikahan yang menyimpang dari bentuk pernikahan yang umum di Bali. Tidak seperti pernikahan lainnya baik itu dengan cara memadik maupun ngerorod yang berakibat masuknya pihak wanita kedalam keluarga pihak laki-laki, dalam pernikahan nyentana justru pihak laki-laki yang masuk ke dalam keluarga pihak wanita. Dalam pernikahan nyentana, pihak laki-laki keluar dari keluarga asalnya dan masuk ke keluarga wanita. 

Sistem Kejangkepan 

Kejangkepan adalah pernikahan atas kehendak orang tua kedua belah pihak untuk menjodohkan anaknya.

Selain keempat bentuk pernikahan tersebut, apabila pihak wanita tidak ingin pekidih atau meninggalkan rumah untuk pergi ke keluarga pihak laki-laki, begitupun sebaliknya pihak laki-laki tidak ingin nyentana namun tetap ingin menikah. Bentuk perkawinan lain yang dapat dilakukan adalah pernikahan pada gelahan. Pernikahan pada gelahan berarti “milik bersama”.

Dalam konteks pernikahan yang dilangsungkan oleh umat Hindu, pernikahan pada gelahan mengandung arti pernikahan yang dilakukan sesuai ajaran agama Hindu dan hukum adat Bali, dimana suami dan istri  tetap berstatus kapurusa (yang tetap bertempat tinggal dirumahnya) di rumah masing-masing yang dalam Hukum Adat Bali, yang berhak sebagai ahli waris adalah kapurusa.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus