KARENA kesehatannya tak mengizinkan, sejak lama ia tak keluar
malam. Tapi 1 Februari, Tauchid, 65 tahun, merasa harus
menghadiri pertemuan tim penulisan sejarah Perguruan Taman
Siswa, di Yogyakarta. Di sana ia memperoleh giliran keempat
untuk bicara. Dikatakannya, penulisan sejarah itu sumbernya
harus dimulai dari Ibu Pawiyatan Taman Siswa.
Tapi belum lagi ia menguraikan catatan tulisan tangan yang
dipegangnya, tokoh Taman Siswa itu mendadak lemas. Napasnya
sesak. Ki Nayono, ketua tim, segera menskors acara. Dan Ki
Tauchid pingsan. Beberapa orang ditugaskan menghubungi dokter.
Tapi akhirnya diputuskan Ki Tauchid dikirimkan ke rumah sakit
Bethesda saja. Dan pukul 12.15 ia menghembuskan napas terakhir
-- tanpa sempat ditolong dokter.
Tak meninggalkan harta benda, "yang diberikan ayah hanyalah
bimbingan agar anak-anaknya bebas, merdeka dan berani," ujar
Imam Yudotomo, putra almarhum. Anaknya tujuh orang. Yang
terkecil, Nuni Sapta Rini, barusan diwisuda sebagai sarjana
farmasi UGM.
"Tak diduga, perpisahan terjadi malam itu," kata Ki Suratman,
Ketua Umum Majelis Luhur Taman Siswa -- yang menggantikan
kedudukan mendiang, 1975. Jenasah bekas pengurus Persatuan
Jurnalistik Indonesia (1936-1940) itu dimakamkan keesokan
harinya dengan upacara militer, di pekuburan keluarga Taman
Siswa, Taman Wijaya Brata, Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini