Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pecandu makanan lezat itu bernama Sartono Mukadis. Dia rajin menjelajahi restoran dan warung di seantero Jakarta. Semuanya demi mendapatkan rawon paling top, nasi uduk paling gurih, jugasate kambing paling nyamleng. "Sayaini rakus," katanya. Tapi itu cerita kuno. Kini psikolog senior dari UniversitasIndonesia ini harus berdiet ketat lantaran penyakit gula (diabetesmelitus—DM) yang dia sandang.
Diabetes tidak cuma menggilas hobi makan Sartono. Lelaki berusia 58tahun ini bahkan harus kehilangan sebagian kaki kirinya. "Saya bandel, sih," katabapak tiga anak ini dalam percakapan dengan TEMPO pekan lalu. Pada 1989,dokter mendiagnosis adanya diabetes dan menganjurkan agar Sartono mulaiberdiet. Tapi Sartono cuek. Penganan lezat tetap dia kejar ke segala penjuru.Minuman ringan bersoda juga tak pernah ketinggalan dari menu Sartono. Satu literbisa habis ditenggaknya kurang dari satu jam.
Pada 1997, jempol kaki kiri Sartono terluka—luka yang sebetulnyaadalah alarm keras bagi seorang penderita diabetes. Maklum, penyakit diabetesatau kencing manis biasanya disertai kerusakan sirkulasi darah perifer yangmembuat luka di bagian kaki amat susah sembuh. Dasar bandel, Sartono tetapsaja cuek. "Lukanya toh cuma seukuran pasir," katanya. Apalagi, inilahjahatnya diabetes, si pasien tidak merasakan kesakitan yang nyata pada saat kadargula darah meninggi. "Paling-paling saya jadi sering buang air kecil dan beratbadan pelan-lahan merosot," kata Sartono, "Gejala ini pun sayacuekin."
Irama hidup Sartono tidak kendur. Dia tetap serba bergegas, sibuk bekerja,bekerja, dan bekerja. Olahraga tak terpikirkan. Hal ini masih diperparahdengan pola makan yang sembrono. Walhasil, pada tahun 2000, luka sebutir pasir dijempol kiri itu merembet dan menimbulkan kesakitan hebat. Langkah daruratpun digelar: amputasi. Kaki kiri Sartono dibabat sampai lutut.
Sartono tidak sendirian. Seperti terungkap dalam Hari Diabetes Sedunia,14 November lalu, gunung penyakit kencing manis ini kian menjulang. Lajupertambahannya begitu agresif sehingga diabetes dinobatkan sebagai wabahdunia atau epidemi global. Padahal, dalam keadaan normal, istilah epidemi khususditujukan untuk penyakit menular.
Tengoklah betapa ganas penyakit ini menyebar. Pada 1985, hanya ada 30juta jiwa di seluruh dunia yang mengidap diabetes. Sepuluh tahun berikutnya,1994, diabetes telah menimpa 110,5 juta warga dunia. Kini, OrganisasiKesehatan Dunia (WHO) menyebutkan penderita DM telah mencapai 194 juta jiwa.Sebagian pasien diabetes, 30-40 persen kasus, menuai gagal ginjal yangmembutuhkan perawatan cuci darah atau dialisis seumur hidup.
Gunung diabetes tentu memperberat beban ekonomi dunia, terutamakarena penyakit ini lebih banyak menimpa mereka yang berusia produktif. DiAmerika Serikat, hanya pada 1997, perawatan pasien diabetes menghabiskan ongkos US$ 44 miliar atau sekitar Rp 347 triliun.
Ongkos perawatan yang lebih besar justru ditanggung negara-negaraberkembang—Asia, terutama—tempat dua pertiga kasus diabetes. Penyakit yangkerap berujung pada situasi fatal lagi mematikan ini, antara lainstroke, sakit jantung, gagal ginjal, ketulian, dankebutaan, bahkan sering diberi predikat sebagaithe Asian disease.
Indonesia adalah cermin gamblang fenomena Asiandisease. Pada 1994, di negeri ini terdeteksi 2,5 juta pendudukterkena diabetes. Sekarang sudah ada 5,6 juta penyandang diabetes diIndonesia. Pada tahun 2010 nanti diperkirakan penderita kencing manis di negeri inimembengkak sampai 6,5 juta jiwa.
Mengapa Asia? Para ahli meyakini adanya faktor genetis yang punyaandil kuat. Sudah lama orang Asia diduga memiliki gen lapar(thrifty gene) yang diduga sebagai faktor potensialpemicu diabetes. Gen inilah yang dicurigai membuat orang Asia—juga orangHispanik—lebih rentan diabetes dua sampai tigakali lipat ketimbang orang kulit putih.
Pada tahun 2000, sekelompok ilmuwan di Lembaga Biologi MolekulerEijkman, Jakarta, mencoba mencari jawab atas kecurigaan ini. Mereka menjelajahipuluhan pulau guna melacak adanya gen lapar pada suku-suku lokal yang adadi Nusantara.
"Hasilnya mengejutkan," kata Herawati Sudoyo, ilmuwan dari Eijkmanyang memimpin tim periset. Suku-suku kita punya gen lapar dengan variasi10-60 persen populasi. Ini angka yang amat tinggi. Sebagai perbandingan, cuma10-15 persen populasi Barat-Kaukasia yang punya gen lapar (lihat boks).
Hanya, harus diakui, masih banyak faktor yang turut bermainselain unsur genetis. "Orang yang lahir dengan gen lapar tidakotomatis tumbuh menjadi pengidap diabetes," kataHerawati. Gen tersebut hanya akan mewujud(manifested) jika yang bersangkutan punyagaya hidup rentan diabetes.
Dan inilah yang terjadi di Asia. Selain dilengkapi gen lapar, orangdi kawasan ini dilanda oleh perubahan gaya hidup yang besar-besaran.Pembaratan (westernization) terjadi di segala sektorkehidupan. Dulunya piring makan kita dipenuhi tahu-tempe-sayur,tapi kini orang lebih suka menyantap ayam goreng siap saji yang "kres-kres"renyah. Dulu orang mesti berjalan kaki berkilo-kilometer untuk menuju sawah,ladang, atau pasar, tapi kini mobilitas kita bergantung pada bus kota, mikrolet,kereta, dan juga mobil pribadi. Aktivitas fisik jauh merosot.
Perubahan gaya hidup itu menuntut bayaran tersendiri. Hormon insulintidak lagi peka, cenderung mengabaikan tugas mencerna karbohidrat yang kitamakan. Karbohidrat yang tidak terolah ini menumpuk dalam bentuk senyawa gula(glikogen) dalam cairan darah. Lama-ke lamaan pankreas keletihanmenghadapi timbunan sampah gula darah ini. Sel-sel beta pankreas pun mogok dan tidakoptimal menghasilkan insulin. Akibatnya, ada jurang antara produksi insulin dankebutuhan tubuh. "Jadilah diabetes,"kata Dr. Sidartawan Sugondo, ahli diabetes dari Pusat Diabetes dan Lipid, FakultasKedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Insulin, Sidartawan menjelaskan, bertugas mengatur pencernaankarbohirat dan menyeimbangkan kadar gula di dalam cairan darah (glikogen).Ketidakberesan kerja insulin membuat karbohidrat tidak tecerna dengan baik. Glikogenpun melonjak melampaui batas normal: sekitar 140 miligram/desiliter darah.Keadaan ini disebut diabetes tipe 2 atau adult onsetdiabetes, jenis yang terjadi pada usia dewasa dan merupakan 95persen dari keseluruhan kasus diabetes. Sedangkan diabetes tipe 1 disebabkan olehrusaknya sel-sel beta pankreas karena kelainan genetis—jenis ini banyakterjadi pada anak kecil.
Pasien diabetes tipe 2, menurut Sidartawan, menunjukkan tren semakinmuda usia. Beberapa dasawarsa lalu, penderita diabetes didominasi mereka yangberusia di atas 40 tahun. Sekarang, "Banyakpasien saya yang berumur 25-an," katanya. Mungkin saja ini terjadi karena gayahidup kebarat-baratan yang semakin gencar dianut anak muda zaman sekarang.
Lalu adakah solusi yang bisa diikuti? Herawati Sudoyo menekankan,dengan adanya gen lapar pada suku-suku Indonesia, pada dasarnya kita punyabakat besar untuk menjadi penyandang diabetes. "Ibarat garis tangan," katanya,"kecenderungan mengidap kencing manis sudah tercetak sejak awal."
Tapi garis tangan bukan berarti harga mati. Kita bisa menghindari diabetesdengan resep klasik tapi ampuh: santap makanan sehat, gerak badansemaksimal mungkin, istirahat cukup, dan pintar-pintar mengelola stres.
Sidartawan Sugondo memberikan tambahan. Para penyandang faktor risikodiabetes—orang yang kegemukan, perokok, orang yang punya riwayat keluargadiabetes, pemuja santapan berlemak, pengguna narkotik dan obatberbahaya—hendaknya segera memeriksakan diri secarakomplet (general check-up) dan teratur.
Jika terbukti terkena diabetes, Sidartawan menegaskan, Anda bersiapuntuk selamanya hidup bersama diabetes. Perubahan gaya hidup mutlak menjadiprioritas paling top. Pertama, ucapkan sayonara kepada rokok, minuman keras,serta makanan berlimpah gula dan lemak. Kedua, atur diet sesuai dengankebutuhan. Ketiga, berolahraga ringan, umpamanya jalan kaki 30 menit, demi memupukkembalinya kinerja pankreas. Jadwalnya bisa diselang-seling. Yang penting, takboleh ada dua hari berturut-turut tanpa olah jasmani.
Memang ada juga kondisi yang bandel. Banyak pasien yang kadar guladarahnya tetap melambung tinggi kendati sudah melakukan diet, olahraga, danminum obat-obatan, Gula darah terus saja berfluktuasi liar bak kuda lumping."Pada kondisi ini, suntikan insulin bisa jadipilihan untuk menurunkan gula darah secara signifikan," tutur Dr. JamesHarjadi, Direktur Medis PT Aventis Pharma Indonesia, perusahaan farmasi yangbanyak meneliti diabetes. Begitu suntikan insulin sukses bekerja, pengendalian guladarah selanjutnya bisa lebih gampang.
James menambahkan, belakangan para ahli di negara-negara maju jugameresepkan insulin untuk pasien yang kadar gula darahnya belum kelewat tinggi.Tujuannya agar kerja pankreas lebih enteng karena tugasnya sebagian diambilalih pasokan insulin dari luar. Laju kerusakan sel-sel beta pun diperlambat dankomplikasi yang lazim mengiringi diabetes bisa ditekan.
Hanya, penggunaan insulin belum populer di Indonesia. "Pasien takutmenyuntik diri sendiri meskipun sudah ada alat yang dirancang gampangdipakai," kata James. Selain itu, banyakdokter yang belum memahami cara kerja dan kegunaan insulin. Maklumlah, negeriini hanya punya 42 dokter ahli diabetes untuk 220 juta penduduk, sehinggasebagian besar pasien ditangani dokter umum yang kurang memahami insulin.
Memang, harus diakui, insulin dan obat apa pun tidak bakal sanggupmengikis habis diabetes. Tidak seperti infeksi, penyakit kencing manis tidak bisadisembuhkan seratus persen. Tapi, "Setidaknya kita bisa membuat diabetesterkendali," kata Sidartawan. Insulin, gerakbadan, pil obat-obatan, dan diet adalah jurus kombinasi penjinak gula darahyang melonjak seperti kuda lumping. Hidup pun menjadi lebih nyaman dengandiabetes yang sudah dapat dijinakkan.
Mardiyah Chamim, Ucok Ritonga (TNR)
Sepintas Diabetes
Jika diukur dalam keadaan perut kosong, kadargula darah yang normal ada di kisaran 70-110miligram/desiliter. Setelah makan, biasanya guladarah meningkat tajam tetapi kemudian turun lagi hinggadi level normal 120-140 mg/dl.
Pada orang diabetes, kadar gula bisa menjulangsampai di atas 200 mg/dl. Pada kondisi ini, gula yang adadi darah akan mengalir dan disaring oleh ginjal. Halinilah yang membuat kantung kemih penuh dan menjadikansi pasien selalu ingin buang air kecil, salah satu gejalautama diabetes. Keadaan ini juga memaksa penderitaterus-menerus kelaparan dan haus, sebagai usahameng-kompensasi hilangnya kalori dan cairan tubuh.
Sel Beta, Si Pabrik Insulin
Pada diabetes tipe 1, sel-sel beta mengalamikerusakan karena adanya faktor genetik yang dibawasejak janin. Kerusakan ini membuat tubuh tidakbisa memproduksi insulin. Oleh karena itu diabetesjenis diterapi dengan suntikan insulin yangterus-menerus (insulin dependent).
Pada diabetes tipe 2, insulin yang diproduksi pankreas tidak bisa mengimbangi masuknya makanan yang melimpah. Karbohidrat menjadi tidak tercerna dan menumpuk dalam bentuk glikogen dalam cairan darah. Selain pengobatan, pasien wajib mengubah gaya hidup dan rajin olah raga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo