Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Menunggu perintah tuhan

Tentang cara berpraktek Dr. Simon dan pencabutan izin prakteknya. Beberapa kesan yang diungkapkan rekan-rekan Simon dan pasiennya. (ksh)

6 April 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada meja di ruang tunggu itu. Juga hampir tak ada hiasan. Yang ada, empat 1 deret kursi panjang. Inilah tempat praktek dr. Gunawan Simon. Bila dilihat sepintas lalu, tak ada yang istimewa. Tapi kalau diperhatikan lebih teliti, di tempat tersembunyi ada sebuah hiasan, berupa sulaman (strimin) berukuran 15 x 20 cm: gambar Yesus sedang mengobati pasien. Di samping itu, ada juga hiasan berupa tulisan indah memuat ayat-ayat Injil tentang kesembuhan. Ini memberi kesan, yang empunya praktek, Gunawan Simon, seorang yang saleh, taat beragama. Ketika IDI memintanya untuk tidak merahasiakan obat-obatnya, Simon tetap menolak. Ia, katanya, baru akan membeberkan ramuan obat-obatnya setelah ada perintah dari Tuhan. Toh, tampaknya, Simon bukannya tak bisa kompromi. Dalam wawancara pekan lalu ia menyatakan tidak lagi memberikan obat dan racikan obat langsung kepada pasien. "Sejak beberapa bulan yang lalu, saya hanya memberikan resep. Lihat, resep saya sampai mau habis begini," katanya seraya memperlihatkan kertas resepnya. Pada kesempatan itu, ia juga menyangkal telah menggunakan obat-obat aneh. Menurut Simon, obat-obat yang diberikannya kepada pasien obat-obat umum biasa. Misalnya Aspirin. "Aspirin 'kan sudah biasa digunakan oleh masyarakat kita. Nah, apakah obat semacam ini harus diuji coba dulu sama binatang?" katanya. Simon memang penuh kontradiksi. Kawan-kawannya semasa mahasiswa pun tak seragam dalam memberikan pendapat. "Sikapnya biasa-biasa saja, setia kawannya malah boleh dibilang baik," kata dr. Tjetjep Tisna Sukarna, yang pernah menjalani latihan klinik bersamanya di RSU Hasan Sadikin. "Seingat saya, Gunawan Simon malah suka bergurau," ujar dr. Erasmus, rekan latihan klinik lainnya. Tapi dr. Wibisono Suwarno, yang mengenal Simon di tingkat V dan Vl, berpendapat lain. "Kesan saya, Gunawan Simon sudah sejak dulu punya sifat pemberang," kata dokter itu, "ia malah sudah sering pula mengemukakan hal-hal yang kontroversial." Akan tetapi, di tengah pendapat yang berbeda-beda itu, hampir semua rekan mahasiswa yang pernah mengenalnya berpendapat, Simon di masa mahasiswa tidak termasuk suka menonjolkan diri, dan tidak suka cari ribut. "Saya sarnpai heran, dulu dia tidak apa-apa, kok sekarang ribut melulu," kata teman seangkatan Simon, yang tak mau disebutkan namanya. Gunawan Simon lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 28 Agustus 1972. Di mata bekas pasiennya, dr. Zacky Roselly, Simon memang saleh, tapi mudah grogi. Penderita kanker kelenjar getah bening ini suatu kali terserang kejang-kejang setelah disunrik Simon. Menghadapi keadaan itu, Simon berdoa keras-keras tapi juga panik dan seperti lupa bahwa ia menghadapi pasien. Baru setelah diingatkan istri Rosely, yang kebetulan tahu masalah kedokteran, Simon bertindak. Sejak itu, Roselly berhenti berobat pada Gunawan Simon - kini ia dirawat tim kanker RSU Hasan Sadikin, di bawah pimpinan dr. Tjiam Tjin Goan. Umumnya, mereka yang mengenal Simon punya kesan baik terhadapnya. Keluarga Maman, pedagang besi bekas, adalah pasien tetap Simon. Seluruh anggota keluarga senantiasa berobat pada Simon, dengan tarif Rp 4.000. "Keluarga saya sudah kenal sekali dengan beliau. Saya biasa omong-omong, ramah tamah. Setiap saya minta tolong, beliau selalu bersedia," tutur Maman. Tentang larangan berpraktek bagi Simon, Maman tak begitu peduli. Ia akan tetap berobat. "Sebagai apa, terserah," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus