SEBAGAI pengacara, Rosip Siregar biasa menemui kliennya di tahanan, atau di penjara. Tapi, suatu kali, ia menemukan pengalaman tidak enak. Seorang kliennya, Nyonya Siti M. Harahap, ditemuinya di tahanan polisi ketika meninabobokan bayinya yang baru berusia tiga bulan. Siti, yang ditahan karena dituduh membantu suaminya melakukan pencurian, mengaku pula ditahan tanpa surat penahanan. Rosip, ketua Pusbadhi (Pusat Bantuan dan Pengabdian Hukum) cabang Padangsidempuan, tentu saja gusar. Hari itu juga ia mencoba menemui kaplres Tapanuli Selatan Letkol Ansyar Roem. Tapi, kata Rosip, Ansyar saat itu sibuk menyiapkan acara kunjungan kepala Polda Sumatera Utara ke daerahnya. Menurut Rosip, sore itu juga Siti, yang sempat meringkuk di tahanan selama lima hari, dikenai tahanan luar - hanya beberapa jam sebelum Kapolda sampai di daerah itu. Tapi pengacara yang tidak bergelar sarjana hukum itu tetap tidak puas. Ia menulis semacam surat terbuka di harian Sinar Pembangunan dan Mimbar Umum, Medan, mempertanyakan tindakan Kapolres menahan kliennya beserta seorang bayi tanpa surat perintah penahanan. Akibat surat terbuka, 22 Agustus 1984 itu, pekan-pekan ini Rosip diadili di Pengadilan Negeri Padangsidempuan dengan tuduhan menghina Kapolres Ansyar. Jaksa Abdur Rahim, yang membawa perkara itu ke pengadilan, juga menuduh Rosip melakukan fitnah. Sebab, menurut Abdur Rahim, tuduhan Rosip bahwa polisi menahan Siti tanpa surat perintah ternyata tidak benar. "Lihat saja berita acara pemeriksaan polisi dalam perkara Siti itu. Jelas disebutkan, ada surat perintah penahanan," tutur Abdur Rahim. Siti, 32, ditahan polisi, Juli 1984, dalam perkara pencurian. Ia bersama suaminya, Alinur Nasution, dituduh membujuk seorang anak di bawah umur, Pudi (bukan nama sebenarnya), untuk mencuri perhiasan milik kakaknya seberat 30 gram. Pudi, 12, tertarik melakukan kejahatan itu karena dijanjikan oleh Alinur akan dibawa merantau ke Jakarta. Siti pula yang menjual emas curian itu ke pasar loak dengan harga Rp 384 ribu. Dengan uang itu, Alinur beserta Pudi berangkat ke Jakarta. Tapi Siti, yang tinggal mengasuh dua orang anaknya, ditangkap dan kemudian dihukum 4 bulan penjara dalam masa percobaan 6 bulan. Persidangan perkara pencurian itu berjalan lancar. Sebab, Siti terus terang mengakui perbuatannya. Rosip pun tidak banyak protes. Hanya persoalan penahanan Siti bersama bayinya yang, waktu itu, mengganjal hatinya. "Apa sih salah bayi itu? Apa polisi tidak bisa mengupayakan agar ibu dan bayinya itu ditahan luar saja? Mereka 'kan tidak mungkin melarikan diri," ujar Rosip. Soalnya ternyata tidak segampang itu. Polisi, yang telah kehilangan jejak Alinur, tentu saja, ketika itu tidak ingin Siti menyusul suaminya ke Jakarta. Hanya saja, karena Siti mempunyai bayi, ibu itu terpaksa membawa bayinya ke tahanan. "Jika bayinya dipisahkan, malah tidak berperi kemanusiaan," ujar sumber TEMPO di Polres Padangsidempuan. Selain itu, kata sumber tadi, Siti sendiri tidak keberatan bayinya ikut masuk tahanan. "Sebab saya bisa langsung menjaganya," kata Siti, seperti ditirukan sumber itu. KUHAP memang tidak memberikan petunjuk bagi tahanan atau narapldana wanita yang membawa bayinya ke tahanan. Ketua Pengadilan Negeri Padangsidempuan, Mukmin Yus Siregar, juga tidak melihat persoalan apa-apa tentang bayi yang ikut ibunya ke tahanan. "Tempat tahanan itu, seperti juga LP, 'kan bukan tempat penyiksaan," kata Yus. Hanya saja, yang kini membuat Rosip, 41. bingung adalah tuduhan balik terhadapnya sebagai pelaku penghinaan dan memfitnah polisi. Ia mencurigai bahwa kliennya, ditahan dengan surat penahanan seperti diutarakan Jaksa. "Jangan-jangan, surat itu diatur berlaku surut," ujar Rosip tertawa. Hakim Yus Mukmin Siregar memang sering menemui surat penahanan yang berlaku surut. Tapi ia tidak bisa memastikan apakah surat penahanan untuk Siti juga begitu. Ia juga tidak melihat kesalahan apa-apa dalam surat terbuka Rosip. Sebab, menurut Yus, banyak kritik yang lebih keras di koran-koran daripada tulisan Rosip yang hanya sekadar bertanya itu. Dan lagi, kata Yus, jika Rosip harus diadili, "Pemimpin redaksi koran-koran itu juga harus menjadi terdakwa karena menyebarluaskan penghinaan itu," tambah Yus. Nah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini