Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Obat Mencret Baru

Pusat penelitian penyakit diare internasional yang berpusat di dakka, menemukan cara baru untuk mengobati penderita diare. bukan pantang makan, tapi bahkan harus makan secara biasa.(ksh)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYAKIT diarrhea (diare, berak-berak) dianggap lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan malaria, pes, atau sakit kuning. WHO, organisasi kesehatan PBB, mencatat penyakit ini sebagai penyakit yang paling banyak diderita oleh rakyat di Dunia Ketiga dan termasuk salah satu penyebab kematian terbesar anak-anak balita (di bawah usia lima tahun) di dunia. Setiap orang Asia, Afrika, atau Amerika Selatan, menurut catatan WHO, pasti pernah mengidap penyakit ini. Penelitian menyatakan bahwa setiap tahun 4 sampai 5 juta anak-anak mati karena menderita dehidrasi (kehabisan cairan dalam tubuh). Dari berbagai jenis kelompok diare ini (kolera, tipus, muntaber, dan sebagainya), beberapa penelitian menyebutkan ada sekitar 1 sampai 2 milyar kasus penderita penyakit ini setiap tahun. "Selama ini penanganannya selalu dilakukan secara semberono," ujar Dr. K.M. Sultanul Aziz, direktur dari Pusat Penelitian Penyakit Diare Internasional (International Center for Diarrheal Disease Research) yang berpusat di Dakha, Bangladesh. Aziz juga menyatakan bahwa 10 tahun lalu, baru 20% diketahui sebab-sebab penyakit ini. Dengan semakin majunya Ilmu Kedokteran, "kini yang bisa kita ketahui sudah mencapai 80-90%," ujar Aziz pada New York Times. Sampai 1978, Pusat Penelitian yang ada di Dakha ini dikenal sebagai laboratorium kolera yang diprakarsai pemerintah Bangladesh. Kini ada 19 negara yang mendukung RS tersebut dengan berbagai ahli dari beberapa negara. Selama ini, kolera dan amuba disentri secara tradisional dianggap penyakit yang mematikan. Pandangan lama ini oleh ahli-ahli di Dakha, disangkal. Kalau dulu, penderita harus diet keras, kini sebaiknya makan saja secara normal. Grup Dakha menganggap tubuh mempunyai immunitasnya sendiri untuk menangkal penyakit itu. Biarkanlah zat-zat dalam tubuh "hanyut" lewat dubur atau mulut, seperti cairan, bahan gizi (nutrients) dan mineral. Tapi hendaklah segera diimbangi dengan makanan yang mengandung air, garam, sodium bikarbonat, klorid potasium, dan gula. Bagi daerah yang tidak mempunyai bahan pangan yang mengandung semua zat di atas, cukup resep yang lebih sederhana lagi. Yaitu beri penderita tiga jumput garam, gula, dan setengah liter air. Kalau gula juga sulit didapat, beri saja nasi atau gandum yang dilumatkan. Di RS yang baru di Dakha, disebutkan ada sekitar 400-500 pasien yang dirawat dan diberi pengobatan cara baru tersebut. Cuma, tidak diberitakan berapa persen kesembuhan yang telah dicapai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus