PENYAKIT diarrhea (diare, berak-berak) dianggap lebih rendah
derajatnya dibandingkan dengan malaria, pes, atau sakit kuning.
WHO, organisasi kesehatan PBB, mencatat penyakit ini sebagai
penyakit yang paling banyak diderita oleh rakyat di Dunia Ketiga
dan termasuk salah satu penyebab kematian terbesar anak-anak
balita (di bawah usia lima tahun) di dunia. Setiap orang Asia,
Afrika, atau Amerika Selatan, menurut catatan WHO, pasti pernah
mengidap penyakit ini.
Penelitian menyatakan bahwa setiap tahun 4 sampai 5 juta
anak-anak mati karena menderita dehidrasi (kehabisan cairan
dalam tubuh). Dari berbagai jenis kelompok diare ini (kolera,
tipus, muntaber, dan sebagainya), beberapa penelitian
menyebutkan ada sekitar 1 sampai 2 milyar kasus penderita
penyakit ini setiap tahun. "Selama ini penanganannya selalu
dilakukan secara semberono," ujar Dr. K.M. Sultanul Aziz,
direktur dari Pusat Penelitian Penyakit Diare Internasional
(International Center for Diarrheal Disease Research) yang
berpusat di Dakha, Bangladesh.
Aziz juga menyatakan bahwa 10 tahun lalu, baru 20% diketahui
sebab-sebab penyakit ini. Dengan semakin majunya Ilmu
Kedokteran, "kini yang bisa kita ketahui sudah mencapai 80-90%,"
ujar Aziz pada New York Times. Sampai 1978, Pusat Penelitian
yang ada di Dakha ini dikenal sebagai laboratorium kolera yang
diprakarsai pemerintah Bangladesh. Kini ada 19 negara yang
mendukung RS tersebut dengan berbagai ahli dari beberapa negara.
Selama ini, kolera dan amuba disentri secara tradisional
dianggap penyakit yang mematikan. Pandangan lama ini oleh
ahli-ahli di Dakha, disangkal. Kalau dulu, penderita harus diet
keras, kini sebaiknya makan saja secara normal. Grup Dakha
menganggap tubuh mempunyai immunitasnya sendiri untuk menangkal
penyakit itu. Biarkanlah zat-zat dalam tubuh "hanyut" lewat
dubur atau mulut, seperti cairan, bahan gizi (nutrients) dan
mineral. Tapi hendaklah segera diimbangi dengan makanan yang
mengandung air, garam, sodium bikarbonat, klorid potasium, dan
gula.
Bagi daerah yang tidak mempunyai bahan pangan yang mengandung
semua zat di atas, cukup resep yang lebih sederhana lagi. Yaitu
beri penderita tiga jumput garam, gula, dan setengah liter air.
Kalau gula juga sulit didapat, beri saja nasi atau gandum yang
dilumatkan. Di RS yang baru di Dakha, disebutkan ada sekitar
400-500 pasien yang dirawat dan diberi pengobatan cara baru
tersebut. Cuma, tidak diberitakan berapa persen kesembuhan yang
telah dicapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini