Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Cabe bawang sang diktator

Philippe van rijndt karyanya yang berjudul, the trial of adolf hitler, tidak diperdulikan orang. pemalsu-pemalsu sejarah baik untuk status maupun nafkah sudah banyak terjadi. diktator tulen tak punya diary.

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JENDERAL Kuznetsov panglima pasukan penggempur Tentara Merah selesai sudah periksa barisan. Pagi itu pukul 6.30 tanggal 20 April 1945. Juru radio menguntit di belakang siap terima aba-aba untuk diteruskan ke antero unit komando. Tiga menit kemudian sang jenderal mengaum: serangan dibuka 30 detik lagi! Bintara kubu meriam Oleg Vasilievich Kuzmin melirik ke arlojinya. Dan persis waktunya, bintara itu bertepuk tangan. Dialah orang pertama Tentara Merah yang menggempur Kota Berlin. Lima detik kemudian 40 ribu pucuk meriam memuntahkan isi perutnya. Bumi berguncang, dan kemegahan Reich Ketiga lenyap tinggal ampas. Adolf Hitler meremas tangan Eva Braun dan menuntunnya duduk di sofa. Di dekatnya ada meja kecil dengan pot porselin berisi kembang mawar baru dipetik. Selain itu ada juga dua pucuk pistol dan enam kapsul potassium cyanide. Eva bertanya, jalan mana lebih ringkas. Hitler menjawab, kapsul agaknya lebih cepat. Wanita berbaju polka totol putih biru kegemarannya itu mencomot kapsul dengan jari tangan keringatan. Adolf membalut pistol dengan kain lapik, dan mengarahkan larasnya tepat ke pelipis. Selamat berpisah, Eva! kata Hitler dengan suara mantap. Begitu Eva menggelepar roboh ke pundak Hitler, yang disebut belakangan ini menempelkan jarinya ke pelatuk. Almanak dinding menunjuk 30 April 1945. Seperti lagi piknik kedua pasangan itu saling terkapar bertindihan di sofa, ketika letnan pasukan SS dan perwira sekuriti Otto Kronhaussen masuk kamar. Mata perwira itu tertuju kepada Eva Braun. Ia angkat kepalanya pada dagu, memeriksa mulut, dan sesudah itu ia biarkan lagi kepala itu terkulai. Tak perlu lagi rasanya perhatikan Hitler, karena sang Fuhrer sudah pasti matinya lewat baik pistol maupun kapsul. Panggil lekas Goebbels, perintah Kronhaussen kepada kepala rumah tangga Willi Schmidt. Segera datang Goebbels bersama ketua organisasi Pemuda Hitler Artur Axmann dan Reichsleiter Martin Bormann. "Heil Hitler! Minyak tanah sudah siap," seru Kronhaussen. Kita mesti beri tahun yang lain-lain, kata Goebbels tergagap-gagap. Itu bukan urusanku, jawab Kronhaussen. Tugasku mengawasi hingga jenazah terpanggang habis. Ketika Willi Schmidt dan Martin Bormann terhuyung-huyung membopong tubuh Eva naik tangga menuju kebun di belakang gedung, Kronhaussen mengambil selimut, meletakkan baik-baik tubuh Adolf Hitler di atasnya, melempangkan kedua kaki dan melipat kedua tangan. Saat itu benar terdengar suara "Nanti dulu", dan Kronhaussen hapal benar suara siapa itu. Bola mata Hitler bergerak ke kanan-kiri, bertanya di mana Eva, dan ketika Kronhaussen menjawab Eva sedang dibawa ke pembakaran, Hitler berkata baik pistol maupun kapsul tidak membunuhnya. Karena bukan begini caranya dia mesti mati, dan karena suratan takdir belum menggariskan ia mati sekarang. Sebilah pisau mempermak sang Fuhrer, memangkas rambut dan kumisnya, mengubah beliau jadi seperti pegawai negeri yang memelas dan kurang vitamin. Ia perintahkan bunuh siapa saja yang pertama masuk ruang, tak peduli ia itu Willi Schmidt atau Martin Bormann. Yang masuk kebetulan kepala rumah tangga, dan sekali gebuk Kronhaussen mampu mencabut nyawa Willi. "Angkut mayat itu ke pembakaran, tunggu betul hingga daging dan belulangnya luluh lantak tiada sisa," kata Hitler. Seorang hansip Volkssturmer tua bangka lagi parkir ambulan 50 meter dari gedung. Sekali genjot Kronhaussen melompat ke dalam, menembak si sopir pada tengkuk hingga terjungkal, merogoh isi kantung, mengambil kartu pengenal bertuliskan: Werner Busse, lahir 24 Mei 1886, Salzburg, Austria, kopral. Nama itulah yang dipakai Adolf Hitler, diktaktor jebolan Akademi Senirupa Wina, dalam pelarian. Mobil merangkak melalui puing dan kepulan asap, lewat kebun binatang menuju Kantstrasse, belok kiri di Messedamm ke arah Wannsee dan selanjutnya Bavaria. Bualan Philippe van Rijndt yang mengaku ahli masalah-masalah Rusia warga Kota Toronto dalam The Trial of Adolf Hitler ini tak banyak dipedulikan orang. Karena pemalsu-pemalsu sejarah baik demi status maupun nafkah cukup banyak dijumpai di jalanan. Akan halnya Gerd Heidermann dari majalah Stern, tentang buku harian, cukup baik jadi bacaan waktu senggang. Sebab, diktator tulen tidak punya banyak tempo catat-mencatat. Sudah habis tersita untuk memelintir kepala orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus