JENDERAL Kuznetsov panglima pasukan penggempur Tentara Merah
selesai sudah periksa barisan. Pagi itu pukul 6.30 tanggal 20
April 1945. Juru radio menguntit di belakang siap terima aba-aba
untuk diteruskan ke antero unit komando. Tiga menit kemudian
sang jenderal mengaum: serangan dibuka 30 detik lagi! Bintara
kubu meriam Oleg Vasilievich Kuzmin melirik ke arlojinya. Dan
persis waktunya, bintara itu bertepuk tangan. Dialah orang
pertama Tentara Merah yang menggempur Kota Berlin. Lima detik
kemudian 40 ribu pucuk meriam memuntahkan isi perutnya. Bumi
berguncang, dan kemegahan Reich Ketiga lenyap tinggal ampas.
Adolf Hitler meremas tangan Eva Braun dan menuntunnya duduk di
sofa. Di dekatnya ada meja kecil dengan pot porselin berisi
kembang mawar baru dipetik. Selain itu ada juga dua pucuk pistol
dan enam kapsul potassium cyanide. Eva bertanya, jalan mana
lebih ringkas. Hitler menjawab, kapsul agaknya lebih cepat.
Wanita berbaju polka totol putih biru kegemarannya itu mencomot
kapsul dengan jari tangan keringatan. Adolf membalut pistol
dengan kain lapik, dan mengarahkan larasnya tepat ke pelipis.
Selamat berpisah, Eva! kata Hitler dengan suara mantap. Begitu
Eva menggelepar roboh ke pundak Hitler, yang disebut belakangan
ini menempelkan jarinya ke pelatuk. Almanak dinding menunjuk 30
April 1945.
Seperti lagi piknik kedua pasangan itu saling terkapar
bertindihan di sofa, ketika letnan pasukan SS dan perwira
sekuriti Otto Kronhaussen masuk kamar. Mata perwira itu tertuju
kepada Eva Braun. Ia angkat kepalanya pada dagu, memeriksa
mulut, dan sesudah itu ia biarkan lagi kepala itu terkulai. Tak
perlu lagi rasanya perhatikan Hitler, karena sang Fuhrer sudah
pasti matinya lewat baik pistol maupun kapsul. Panggil lekas
Goebbels, perintah Kronhaussen kepada kepala rumah tangga Willi
Schmidt. Segera datang Goebbels bersama ketua organisasi Pemuda
Hitler Artur Axmann dan Reichsleiter Martin Bormann. "Heil
Hitler! Minyak tanah sudah siap," seru Kronhaussen. Kita mesti
beri tahun yang lain-lain, kata Goebbels tergagap-gagap. Itu
bukan urusanku, jawab Kronhaussen. Tugasku mengawasi hingga
jenazah terpanggang habis.
Ketika Willi Schmidt dan Martin Bormann terhuyung-huyung
membopong tubuh Eva naik tangga menuju kebun di belakang gedung,
Kronhaussen mengambil selimut, meletakkan baik-baik tubuh Adolf
Hitler di atasnya, melempangkan kedua kaki dan melipat kedua
tangan. Saat itu benar terdengar suara "Nanti dulu", dan
Kronhaussen hapal benar suara siapa itu. Bola mata Hitler
bergerak ke kanan-kiri, bertanya di mana Eva, dan ketika
Kronhaussen menjawab Eva sedang dibawa ke pembakaran, Hitler
berkata baik pistol maupun kapsul tidak membunuhnya. Karena
bukan begini caranya dia mesti mati, dan karena suratan takdir
belum menggariskan ia mati sekarang.
Sebilah pisau mempermak sang Fuhrer, memangkas rambut dan
kumisnya, mengubah beliau jadi seperti pegawai negeri yang
memelas dan kurang vitamin. Ia perintahkan bunuh siapa saja yang
pertama masuk ruang, tak peduli ia itu Willi Schmidt atau Martin
Bormann. Yang masuk kebetulan kepala rumah tangga, dan sekali
gebuk Kronhaussen mampu mencabut nyawa Willi. "Angkut mayat itu
ke pembakaran, tunggu betul hingga daging dan belulangnya luluh
lantak tiada sisa," kata Hitler.
Seorang hansip Volkssturmer tua bangka lagi parkir ambulan 50
meter dari gedung. Sekali genjot Kronhaussen melompat ke dalam,
menembak si sopir pada tengkuk hingga terjungkal, merogoh isi
kantung, mengambil kartu pengenal bertuliskan: Werner Busse,
lahir 24 Mei 1886, Salzburg, Austria, kopral. Nama itulah yang
dipakai Adolf Hitler, diktaktor jebolan Akademi Senirupa Wina,
dalam pelarian. Mobil merangkak melalui puing dan kepulan asap,
lewat kebun binatang menuju Kantstrasse, belok kiri di Messedamm
ke arah Wannsee dan selanjutnya Bavaria.
Bualan Philippe van Rijndt yang mengaku ahli masalah-masalah
Rusia warga Kota Toronto dalam The Trial of Adolf Hitler ini tak
banyak dipedulikan orang. Karena pemalsu-pemalsu sejarah baik
demi status maupun nafkah cukup banyak dijumpai di jalanan. Akan
halnya Gerd Heidermann dari majalah Stern, tentang buku harian,
cukup baik jadi bacaan waktu senggang. Sebab, diktator tulen
tidak punya banyak tempo catat-mencatat. Sudah habis tersita
untuk memelintir kepala orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini