Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sebuah ralat dari mahkamah agung

Ralat keputusan sengketa antara pt asa dengan huffo. tuntutan asa kini dikabulkan. (hk)

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHKAMAH Agung, lembaga peradilan tertinggi, bisa salah dan meralat keputusannya. Sebuah putusan dua tahun lalu, tentang sengketa antara perusahaan nasional PT ASA Engineering dan kontraktor minyak asing Roy M. Huffington Inc. (Huffco), misalnya, sekarang diubah: tuntutan ASA yang semula ditolak, US$ 25 juta, kini dikabulkan sebagian, US$ 1,2 juta. Namun, sampai akhir pekan lalu, toh keputusan MA tanggal 17 Maret itu belum terlaksana. Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Setiawan, menyebutkan bahwa telah mengirimkan surat teguran, 29 April. Huffco, katanya, telah menyatakan kesediaannya untuk membayar. "Huffco prinsipnya bersedia membayar, hanya saja caranya yang perlu dibicarakan," ujar pengacara Huffco, Hidayat Achyar. Sengketa antara Huffco dengan ASA itu sudah menahun. ASA, yang semula menjadi rekanan Huffco, merasa dirugikan oleh perusahaan asing itu. Pada 1974, perusahaan nasional yang dipimpin oleh B.Q. Vega mendapat kontrak membangun sebuah perkampungan untuk Huffco, yang lagi mengerjakan proyek gas alam LNG di Balikpapan. Menurut ASA, penggugat, ia telah melaksanakan pembangunan 70 buah rumah berikut fasilitasnya, ketika Huffco memutuskan kontrak dua tahun kemudian. Selain dari kerugian berupa pengeluaran yang belum dibayar, penggugat juga memmta gantl rugi atas sikap "ingkar janji" pihak Huffco. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang mengadili gugatan itu, 6 Agustus 1979, memutuskan bahwa Huffco harus membayar ganti rugi US$ 25 juta lebih. Keputusan itu, bahkan dapat dijalankan terlebih dahulu, meski Huffco naik banding atau kasasi. Eksekusi, sebenarnyalah, ketika itu hanya tinggal soal waktu saja, karena rekening Huffco di FNCB telah kena sita untuk jaminan. Namun, beberapa waktu kemudian, MA mendapat surat dari direktur Pertamina, waktu itu Piet Haryono, yang meminta penundaan putusan pengadilan. Surat Piet menyebutkan, kegiatan Huffco yang merupakan kontraktor Pertamina untuk menyelesaikan proyek LNG di Balikpapan, akan terganggu akibat putusan itu. Bahkan dikatakan, kontraktor itu tidak mempunyai kekayaan sendiri dalam melaksanakan kontraknya, karena semua yang dimiliki Huffco merupakan kekayaan Pertamina. MA serta merta memerintahkan agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak melaksanakan keputusannya. Hakim Agung Asikin Kusumah Atmadja, yang menandatangani surat itu, mengingatkan ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada surat edaran MA 1 April 1978, yang tidak memperkenankan keputusan dijalankan lebih dulu. Huffco belakangan naik banding ke Pengadilan Tinggi. Ternyata pengadilan banding itu menguatkan keputusan pengadilan tingkat pertama. Hanya saja, majelis Hakim Agung yang terdiri dari Santoso Poedjosoebroto, Asikin Kusumah Atmadja, dan Indroharto dalam putusan kasasi, 2 Oktober 1980, menolak gugatan ASA. Dengan adanya keputusan kasasi MA tersebut, menurut hukum, selesailah sudah sengketa kedua perusahaan itu. ASA tentu saja tidak puas. Apalagi ketika itu lembaga peninjauan kembali keputusan peradilan yang berkekuatan tetap dibekukan. Barulah setelah lembaga itu dihidupkan kembali oleh MA, 1980, ASA mengajukan permohonan peninjauan kembali itu. Kctua MA yang baru, Mudjono, menerima permohonan itu. Majelis, yan diketuai Hakim Agung Purwoto, membuka kembali kasus itu sampai jatuh putusan Maret lalu itu. Hakim Agung Purwoto, yang juga wakil ketua MA, tidak menyalahkan seluruh keputusan MA sebelumnya. Kata Purwoto, salah satu dari tiga tuntutan ASA sebelumnya, lupa dipertimbangkan -- yaitu tentang tagihan. "Wong barangnya sudah diterima, kok belum dibayar," katanya. Tapi dua tuntutan lainnya, yaitu permintaan ganti rugi dan tuntutan akibat pembagian kontrak yang sudah ditolak oleh keputusan sebelumnya, tidak ditinjau lagi. "Jadi keputusna yang dulu itu ada kekeliruan sedikit," simpul Purwoto hgi. Ketua Majelis Hakim yang lama, Dr. Santoso Poedjosoebroto, yang kini menjadi anggota DPA, tidak menutup kemungkinan dirinya khilaf. "Saya sebetulnya sudah lupa kasusnya. Tapi manusia itu memang ada khilafnya, mungkin ada hal-hal yang saya kurang teliti," ujar Santoso merendah. Pengacara Huffco, Hidayat Achyar dari Kantor Pengacara Hanafiah, masih hendak mempersoalkan segi hukum keputusan MA tersebut. "Putusan itu tidak sah, karena tidak sesuai dengan peraturan MA sendiri, tentang peninjauan kembali keputusan yang berkekuatan tetap," katanya. Menurut Hidayat, seharusnya peninjauan kembali itu dilakukan atau diperiksa kembali pengadilan tingkat pertama. Sebuah bahan diskusi untuk kapan-kapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus