Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Pasangan Meninggal Dunia, Ini Dampak Kesehatan pada yang Ditinggalkan

Penelitian mengungkap berbagai dampak bagi orang yang ditinggal mati pasangan, dari masalah jantung sampai depresi.

15 November 2023 | 23.15 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kematian adalah rahasia Yang Maha Kuasa. Namun bila pasangan yang berpulang, rasa duka dapat memicu detak jantung tidak teratur yang berpotensi membahayakan nyawa. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesimpulan ini adalah hasil riset risiko kematian akibat patah hati. Data hampir 1 juta warga Denmark menunjukkan peningkatan risiko selama setahun dari detak jantung tak teratur. Orang yang berusia di bawah 60 tahun dan ditinggal mati pasangan ternyata paling berisiko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Risiko tertinggi terjadi pada 8-14 hari setelah ditinggal mati, setelah itu risiko berkurang," tulis studi yang pernah dipublikasikan di jurnal Open Heart itu. "Setahun setelah ditinggal mati, risikonya hampir sama dengan orang yang tidak berduka."

Sementara itu, riset fokus menjelaskan hasil observasi fenomena orang yang meninggal dunia tak lama setelah pasangan wafat. Beberapa penelitian menunjukkan pasangan yang berduka berisiko lebih tinggi meninggal dunia, terutama akibat penyakit jantung dan stroke, tapi mekanismenya masih belum jelas. 

Detak jantung tak teratur
Penelitian yang lebih baru mempertanyakan secara spesifik apakah seorang yang berduka lebih berpotensi mengalami atrial fibrilasi atau detak jantung tidak teratur yang menjadi faktor risiko stroke dan gagal jantung. Peneliti di Denmark menggunakan data populasi yang dikumpulkan pada 1995-2014 untuk mencari sebuah pola. Dari data itu, 88.612 orang didiagnosis baru mengalami atrial fibrilasi dan 886.120 dalam kondisi sehat.

"Risiko memiliki detak jantung tak teratur untuk pertama kali 41 persen lebih besar terjadi pada orang yang berduka, termasuk yang kehilangan pasangan," tulis hasil studi pimpinan Simon Graff dari Universitas Aarhus itu.

Mereka yang lebih muda, berusia di bawah 60 tahun, dua kali lipat berisiko terkena masalah itu. Sedangkan yang pasangannya meninggal mendadak berisiko 57 persen. Tim peneliti menegaskan tidak ada kesimpulan yang bisa diambil dari sebab-akibat ini karena penelitian ini hanya observasi yang melihat adanya korelasi dalam data. 

Kehilangan pasangan dianggap sebagai salah satu kejadian hidup yang paling bikin stres, menurut The Guardian, karena bisa memicu masalah seperti depresi, kehilangan nafsu makan, tidak bisa tidur, terlalu banyak minum alkohol, dan berhenti berolahraga. Semuanya dapat merusak kesehatan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus