Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pemerataan Lewat Kabupaten

Menteri Adhyatma mengharapkan agar RS swasta berperan di tingkat kabupaten. Dokter-dokter yang baru lulus & dokter-dokter spesialis dipermudah untuk bekerja di rumah sakit swasta. Laju inflasi biaya meninggi.

19 November 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama terdengar, konsep Departemen Kesehatan banyak berubah di berbagai sektor. Juga perihal rumah sakit swasta, sektor yang berjejal dengan berbagai masalah, antara lain akibat salah urus di masa lalu. Dan pihak swasta pun bersiap-siap. Siapa tahu, ada kelonggaran yang bisa memacu perkembangan. Alhamdulillah, mereka tidak dikecewakan. Peraturan Menteri Kesehatan tentang distribusi dokter memperbesar harapan RS swasta. Menurut peraturan Menteri, dokter yang baru lulus dibolehkan terjun ke sarana pelayanan kesehatan swasta. Ini benar-benar kemajuan. Tidak hanya itu. RS swasta juga diperbolehkan merekrut dokter-dokter spesialis. Namun, masih harus ditunggu, akan sejauh mana Menteri membuka peluang bagi swasta. Dan akan seberapa besar peran swasta dalam Sistem Kesehatan Nasional. Tiba-tiba, Sabtu pekan lalu, pada Peringatan Hari Kesehatan Nasional yang diselenggarakan di Departemen Kesehatan, segalanya menjadi lebih jelas. Pihak swasta oleh Menteri diharapkan mengambil peran lebih besar di tingkat kabupaten. "Kabupaten memegang peran yang sangat penting dalam 1 pemerataan pelayanan kesehatan." kata Adyatma kepada Sri Pudyastuti dari TEMPO. "Di sinilah peranan rumah sakit swasta menjadi sangat penting." Dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional itu, ia memberikan penghargaan Pataka Nugraha Karya Husada kepada enam rumah sakit kabupaten. Beberapa di antaranya rumah sakit swasta. Mengapa rumah sakit di kabupaten penting? "Rumah sakit di kabupaten adalah organisasi kesehatan yang terkecil," jawab Menteri. "Rumah sakit 'kan organisasinya lengkap. Ada yang mengurus keuangan, ada yang merancang strategi, ada yang menangani kepegawaianan." Namun, peran organisasi terkecil ini dianggapnya sangat penting, karena menjadi rujukan puskesmas-puskesmas -- suatu sarana kesehatan yang tidak mempunyai organisasi lengkap. Karena sifatnya tidak terlalu besar, tapi juga tidak kecil, pengelolaan rumah sakit di tingkat kabupaten tidak sulit. Pengelolaannya dari sisi manajemen lebih mudah. Di sisi lain, juga luwes. "Banyak hal bisa dikelola secara informal," kata Menteri. Rumah sakit ini relatif lebih mudah melakukan kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat. Bila dikaji dalam Sistem Kesehatan Nasional -- disusun berdasarkan konsep Primary Health Care yang digariskan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) -- peran lembaga swadaya masyarakat seperti posyandu (pos pelayanan terpadu) juga sangat penting. Fungsi posyandu adalah meluaskan penerangan kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit. Akhirnya, Menteri berjanji akan memberikan perhatian khusus pada perkembangan semua pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten. Termasuk RS swasta. "Anda saksikan sendiri, rumah sakit yang mendapat pataka, semuanya rumah sakit kabupaten," kata Menteri kepada Gabriel Sugrahetty dari TEMPO. Diharapkannya, terjadi kompetisi di antara rumah sakit kapubaten, agar mereka berlomba menjadi RS yang terbaik dalam mutu pelayanan kesehatan. "Lebih mudah menilai mutu pelayanan mereka," kata Adhyatma. "Kalau di kota besar, mutu kadang-kadang sulit dinilai. Umpamanya RS Pondok Indall, mutunya mahal." Pendapat yang kurang lebih sama dikemukakan Dr. Ascobat Gani pada simposium "Meningkatkan Peran Rumah Sakit di Tengah Masyarakat yang Sedang Membangun", 5 November lalu, di RS Husada, Jakarta. Ahli ekonomi kesehatan ini melemparkan saran kongkret: sebaiknya RS swasta membangun atau mengembangkan cabang-cabangnya di tingkat kabupaten. Ini usaha peluasan pasar yang terpuji dan bermanfaat bagi semua pihak. "Ibaratnya 'mengkakilimakan' rumah sakit tapi dengan mutu swalayan," katanya. Gani merekomendasikan pengembangan rumah sakit swasta yang kecil-kecil namun tersebar di berbagai lingkungan masyarakat. Membangun rumah sakit besar dengan kegiatan yang terkonsentrasi, menurut Gani, sering mengakibat inefisiensi. Akibatnya, terjadi inflasi pelayanan kesehatan secara total. Nilai dana yang dikeluarkan untuk pelayanan itu menurun drastis, tidak sebanding dengan pelayanan yang didapat. Maka, dari tahun ke tahun, pelayanan kesehatan semakin turun, sementara pembiayaannya semakin mahal. "Sekarang saja laju inflasi biaya kesehatan di Indonesia ternyata mencapai 83%," kata ahli ekonomi kesehatan itu. Jim Supangkat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus