MISALKAN Ian Kenneth tak sampai tewas di bungalo Candi, Desa Karang Asem, tak seorang akan tahu bahwa ia pembawa virus AIDS. Rahasia penyakit wisatawan Australia itu terungkap secara kebetulan. Ia ditemukan mati dua pekan lalu dalam kasus kriminal. Ketika polisi memeriksa dan melacak identitasnya, datang catatan dari AIDS Council of New South Wales, Australia, yang mengabarkan Ian Kenneth adalah pembawa virus AIDS (Acqired Immune Deficiency Syndrome) - penyakit yang merontokkan daya tahan tubuh. Tes darah Ian disebutkan memberikan hasil seropositif. Artinya, turis dari Australia itu mengidap virus AIDS, tapi ia bukan penderita AIDS. Dari berbagai hasil penelitian, disepakati bahwa memang tidak semua pemilik darah seropositif seperti Ian kemudian menderita AIDS. Seseorang disebutkan menderita AIDS bila bibit penyakit telah nyata-nyata merontokkan daya tahan tubuhnya. Pada tingkat ini - disebut full blown penderita tak bisa disembuhkan, dan terancam kematian dalam waktu singkat. Namun, pemilik darah seropositif diketahui bisa menularkan virus HIV (Human Immunodefiaengl Virus) penyebab AIDS yang ada dalam tubuhnya. Penjangkitan yang dikenal paling efektif adalah transfusi darah dan hubungan seks sedang penularan cara lain hingga kini masih diperdebatkan. Catatan statistik jumlah penderita menunjukkan, hubungan seks yang paling banyak menularkan virus HIV ini adalah hubungan seks sejenis - yakni homoseks, pria dengan pria. Ada dua faktor yang menyebabkan mengapa homoseksualitas jadi penjangkit utama AIDS. Pertama, akibat hubungan seks secara anal - penetrasi melalui dubur - yang menimbulkan luka-luka kecil karena pemaksaan, hingga cairan tubuh yang mengandung virus HIV masuk ke dalam darah. Faktor kedua, kebiasaan kaum homoseks melakukan kontak seks dengan banyak mitra. Ini salah satu sebab yang mengakibatkan virus HIV menyebar secara cepat dalam waktu singkat ke seluruh dunia. Yang mencemaskan dalam kasus Ian Kenneth adalah ia diketahui berkencan dengan seorang pria Bali, IWS, yang kini raib entah ke mana. Masalahnya kini, berapa banyak wisatawan pelaku homoseks yang darahnya seropositif bebas bergentayangan di Bali. Dan berapa banyak pula pacar mereka di Bali, yang telah kejangkitan virus HIV. Memang, jumlah seropositif di Indonesia sampai kini belum mencapai tingkat mencemaskan. Berdasarkan angka resmi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan, tercatat hanya tiga orang pemilik darah seropositif. Dua tinggal di Jakarta dan seorang di Bali. Namun, seberapa jauh angka itu mencerminkan kenyataan yang sebenarnya? Dua dokter yang terlibat dalam penanggulangan AIDS di Bali, dr. Sadewa Jelantik dan dr. Dwi Sutanegara dari RSUP Sanglah pekan lalu menegaskan bahwa tidak mudah memantau pembawa AIDS. "Susahnya, homoseksualitas itu merupakan aib di Bali," ujar Sutanegara. "Maka, tak ada homo yang mau memeriksakan diri." Kata Sadewa Jelantik, paling banyak hanya lima pelaku homoseks yang melakukan tes darah tiap bulan. Ini pun lantaran tersiar kabar tentang wisatawan Belanda Edward Hop, yang meninggal karena AIDS di Bali, April 1987. Reagensia - senyawa untuk melakukan tes virus HIV yang mahal dan didapatkan dengan susah payah itu akhirnya mubazir. "Kit untuk 100 tes yang berharga 1,4 juta rupiah ini tak bisa tahan lebih dari sebulan," ujar Jelantik. "Jadi, yang tak terpakai itu terpaksa dibiarkan rusak." Perintis penelitian AIDS di Indonesia, dr. Zubairi Djoerban, menyatakan bahwa pemantauan kelompok homoseks yang punya risiko tinggi sebenarnya sangat penting. Pemeriksaan yang memerlukan kesadaran kaum homo ini cukup setahun sekali, asal secara berkala. Analisa statistik, menurut Zubairi, menunjukkan angka seropositif semakin penting. Pada mulanya hanya 5% kelompok seropositif yang berkembang menjadi full blown. Dua tahun lalu angka itu menjadi 37%, sementara analisa terakhir menunjukkan 50% pemilik darah seropositif akhirnya menjadi penderita AIDS. "Di Asia angka seropositif memang masih rendah, tapi bila tidak dilakukan pemantauan, kita bisa kaget, tahu-tahu angkanya sudah tinggi." Yang juga mencemaskan, angka seropositif berkembang lebih cepat daripada jumlah penderita AIDS. Data pada Lembaga Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat menunjukkan, bila angka penambahan penderita AIDS 35.000 setahunnya, kenaikan angka seropositif bisa mencapai 200.000 per tahun. Angka seropositif di dunia dewasa ini adalah 1,5 juta. Gejala ini menunjukkan, penyebaran melalui darah seropositif tidak selalu tercermin pada jumlah penderita AIDS. Karena itu, sejumlah negara sudah mulai menyiapkan ancang-ancang menangkal penyebaran AIDS, terutama yang masuk melalui wisatawan asing. Cara yang efektif hingga kini adalah menetapkan hukuman berat bagi pemilik darah seropositif yang tertangkap,misalnya setelah menyelinap secara gelap. Australia, Jepang, dan Korea Selatan negara disebut terakhir menghadapi banjirnya wisatawan pada Olimpiade 88 mendatang - sudah menyiapkan program penangkalan dalam bentuk undang-undang. Indonesia barangkali juga sudah perlu memikirkan tindakan pengaman semacam itu, khususnya untuk Bali, Pulau Dewata yang kini jadi surga wisatawan asing. Jim Supangkat, Syafiq Basri (Jakarta), I Nengah Wedja (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini