Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Berita Tempo Plus

Saya siap mati

Profil Muhammad Ali ketika menjadi juara dunia di tahun 1964 hingga ia mengundurkan diri pada 1980. Kini ia sedang perang menghadapi gejala parkinson, penyakit yang menyerang sistem saraf di otak.

30 Januari 1988 | 00.00 WIB

Saya siap mati
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PERTARUNGAN Tyson lawan Holmes dihadiri banyak bintang, seperti aktor Kirk Douglas dan Jack Nicholson, pasangan petenis urakan John McEnroe aan istrinya Tatum O'Neal. Juga muncul sederetan petinju profesional kaliber dunia. Misalnya Muhammad Ali, Marvin Hagler, Michael Spinks, dan Sugar Ray Leonard. Dari sekian bintang itu, hanya satu orang yang diundang naik ke atas ring dan diperkenalkan kepada penonton, sesaat sebelum pertarungan puncak dimulai. Dialah si "Mulut Besar" Muhammad Ali, bekas juara dunia kelas berat tiga kali. Kontan sekitar 16 ribu penonton yang memadati Convention Centre bertenak, "Ali . . . Ali . . . Ali!!" Teriakan penonton yang mengingatkan masa jaya Ali ketika menjadi juara dunia di tahun 1964 hingga ia mengundurkan diri pada 1980. Postur Ali sudah agak tambun. Ia mengenakan kaca mata hitam yang tak pernah lepas. Air mukanya tampak kurang begitu segar. Ia kelihatan lelah. Ketika naik ke atas ring, Ali berjalan dengan tertatih-tatih. Untuk mengangkat kedua tangannya, ia memerlukan bantuan orang lain. Wajahnya kelihatan tak berekspresi. Dingin. Ali kini memang sedang perang menghadapi gejala parkinson, penyakit yang menyerang sistem saraf di otak. Secara bertahap ia kehilangan kemampuan untuk berbicara dengan jelas. Kalau ia mengatakan sesuatu, kadang terdengar sepertl menggumam saja. Begitu juga anggota tubuhnya, seperti kaki atau tangan, mudah gemetar, tak lagi sinkron dengan perintah lewat sel-sel saraf yang berpusat di otak. Penyakit ini masih diliputi kabut misteri. Hingga sekarang belum ada obat untuk menangkalnya. Gejala serangan penyakit parkinson sudah dirasakan Ali sejak sepuluh tahun yang silam. "Tiba-tiba saja saya merasa capek sekali. Seluruh tubuh terasa lemas," katanya "Saya memang seharusnya berhenti di tahun 1978, seusai menang lawan Leon Spinks." kata Ali. Tapi ia kemudian masih mau menghadapi Holmes di tahun 1980 dan Trevor Berbick pada 1981 -- semuanya berakhir dengan kekalahan Ali. Kondisi tubuhnya makin buruk. "Kondisi fisiknya memang menurun. Tapi kemampuan berpikir dan daya ingatannya masih tetap terjaga," ujar Dr. Dennis Cope, dokter yang merawat Ali. Penyebab penyakit Ali, menurut Cope, karena ia terlalu banyak menenma pukulan di kepala. Sehingga, pembuluh-pembuluh darah yang halus di selaput otak pecah. Akibatnya, pusat sarat rusak. Tragis memang nasib si petinju besar itu. Padahal, prestasi yang pernah dicapainya, sampai sekarang, belum ada seorang petinju pun yang mampu menyamainya. Ia pernah memperoleh medali emas tinju kelas berat ringan di Olimpiade Roma tahun 1960. Lalu 3 kali menjadi juara dunia kelas berat. Ketika merebut gelar juara dunia kelas berat yang pertama dari Sonny Liston di tahun 1964, Ali sebelumnya cuma punya modal 20 pertarungan protesional. Suatu prestasi yang bahkan tak dapat disaingi oleh Tyson sekalipun. Tyson sudah bertarung 24 kali di kancah profesional sebelum merebut gelar juara versi WBC dari tangan Trevor Berbick, November 1986. Gaya bertinju Ali lebih sedap ditonton dibandingkan Tyson. Ali lebih memiliki variasi strategi baik dalam menyerang maupun bertahan. Ia antara lain memperkenalkan serangan sting like a bee (pukulan jab yang menyengat, membuat wajah lawan bengep) serta pertahanan rope a dope (bersandar di tali ring, membiarkan lawan terus memukul sampai kehabisan tenaga). Dalam sisa hidupnya, Ali banyak menghabiskan waktu dengan membaca Quran dan mendalami islam. Ia tak lagi tinggal di Los Angeles. Tapi menyepi di ranch miliknya yang terletak di Virginia atau perkebunannya di Michigan. Oktober lalu ia menikah untuk keempat kalinya dengan Lonnie, seorang muslim berusia 30 tahun asal Louisville, Kentucky. "Allah memberi kan saya musibah penyakit parkinson ini pasti ada hikmahnya. Keputusan ada di tangan Sang Pencipta. Tapi saya siap mati," kata Ali. A.K.S.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus