Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Deteksi Dini Kanker Hindari Komplikasi

Pada Hari Kanker Sedunia, 4 Februari, Ikatan Dokter Anak Indonesia menyerukan pentingnya deteksi dini kanker pada anak.

6 Februari 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pasien kanker anak. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hari Kanker Sedunia diperingati setiap 4 Februari.

  • Di Indonesia, 2.000 anak berjuang melawan kanker setiap tahun.

  • Angka harapan hidup pasien kanker pada anak di Indonesia masih sangat rendah.

Empat tahun berlalu setelah Anita Tewal pertama kali berkenalan dengan kanker yang menyerang putranya. Kala itu, awal 2019, Cleaf, yang duduk di bangku sekolah dasar, mengalami demam yang tak kunjung henti disertai nyeri pada tulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak ingin putranya terus kesakitan, warga Pekanbaru itu mendatangi rumah sakit. "Kata dokter, kekurangan kalsium," ujar Anita, 45 tahun, kepada Tempo, Sabtu, 4 Februari 2023. Obat telah habis diminum, tapi demam dan nyeri tak kunjung hilang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Begitu Cleaf mengalami mimisan, Anita kembali membawanya ke rumah sakit. Anita kaget bukan kepalang saat dokter mendiagnosis si kecil menderita leukemia. Setelah sekian bulan berjuang lewat obat dan terapi, bocah itu meninggal pada Juni 2019.

Ilustrasi pasien kanker anak. Shutterstock

Anita meneruskan perjuangan anaknya dengan memberikan dukungan kepada para orang tua anak pengidap kanker, seperti saat peringatan Hari Kanker Sedunia, 4 Februari. Ibu rumah tangga itu mewanti-wanti para ibu dan bapak untuk mewaspadai kanker pada anak. “Kalau anak sudah punya gejala seperti nyeri, ada memar di badan tanpa sebab, lalu mimisan, jangan tunggu, segera bawa ke dokter,” ujarnya.

Leukemia juga dikenal sebagai kanker darah. Selain leukemia, kanker yang kerap menyerang anak adalah kanker mata, kanker tulang, kanker getah bening, kanker ginjal, dan kanker kelenjar adrenal. 

Piprim Basarah Yanuarso, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), mengatakan kanker bisa menyerang anak pada usia yang masih sangat dini. “Karena itu, kita perlu bicara soal deteksi dan treatment awal,” ujar dia. Jika belum terlambat, Piprim melanjutkan, pengobatannya akan lebih mudah. “Makin dini terdeteksi, pengobatannya tidak sekompleks jika sudah menyebar.”

Jumlah kasus kanker pada anak tergolong tinggi. IDAI mencatat ada hampir 2.000 anak Indonesia berjuang melawan kanker setiap tahunnya. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, di tingkat global, ada lebih dari 1.000 anak yang didiagnosis mengidap kanker per hari atau 400 ribu per tahun. 

Usia harapan hidup mereka berbeda-beda. Di negara berpendapatan tinggi, sebanyak 80 persen dari mereka menjadi penyintas. Namun, di negara dengan pendapatan rendah, seperti Indonesia, usia harapan hidupnya 20 persen. WHO menargetkan untuk menaikkan angka harapan hidup anak dengan kanker di negara berpendapatan rendah menjadi 60 persen pada 2030. 

Ada beberapa faktor penyebab rendahnya harapan hidup anak pengidap kanker di Indonesia. Dari keterlambatan deteksi, kurangnya akurasi diagnosis, mengabaikan pengobatan, hingga ketiadaan akses terapi dan pengobatan.

Ilustrasi pasien kanker anak. Shutterstock

Teny Tjitra Sari, Ketua Unit Kerja Koordinasi Hematologi-Onkologi IDAI, mengatakan, berbeda dengan kanker pada orang dewasa, kanker pada anak tidak dapat dicegah. “Tapi sangat bisa ditemukan dalam stadium dini dan berpeluang sembuh,” ujarnya.

Sayangnya, Teny melanjutkan, kesadaran deteksi dini pada masyarakat Indonesia masih minim. Dia mencontohkan kanker tulang yang bergejala patah tulang dan nyeri. "Orang tua yang tidak paham akan membawa anaknya ke dukun patah tulang,” kata dia. Bukan sekali, tapi hingga berulang-ulang. “Padahal, jika dipijat tidak sembuh dan malah nyeri, seharusnya diperiksakan ke dokter.”

Contoh lain, Teny melanjutkan, adalah kasus anak pengidap tumor besar di kaki. Orang tuanya memilih berobat ke dukun yang hanya memberinya air putih. “Kami tidak bisa menyelamatkan kakinya,” kata dia.

Menurut Teny, kecenderungan mendahulukan pengobatan alternatif ketimbang medis membuat tertundanya deteksi dini kanker pada anak. “Sebanyak 50-60 persen pasien kanker pada anak terlambat terdeteksi,” ujarnya. 

Permasalahan lain yang ikut mempengaruhi rendahnya harapan hidup anak dengan kanker adalah minimnya jumlah tenaga ahli. Teny mengatakan Indonesia kekurangan dokter konsultan hematologi dan onkologi. Hematologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang darah dan onkologi tentang kanker. Mereka berperan dalam mengidentifikasi jenis kanker dan menentukan pengobatannya.

Se-Indonesia, dengan jumlah 273 juta penduduk, hanya ada 106 dokter ahli hematologi-onkologi. “Di samping jumlahnya sedikit, sebarannya belum merata,” kata Teny. Mereka terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.

Masalah lain adalah akses kesehatan juga sulit dijangkau warga di perdesaan. Sebab, rumah sakit yang mampu menangani kanker hanya ada di kota besar. “Masyarakat di pelosok harus menempuh perjalanan jauh untuk datang ke rumah sakit, sedangkan pengobatan kanker perlu bolak-balik,” ujar dokter spesialis hematologi ini.

#Info Kesehatan 7.1.1-Didominasi Leukemia

Anita Tewal ikut merasakan permasalahan itu. Awalnya almarhum anaknya menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Pekanbaru. Merasa kurang puas dengan pelayanannya, Anita memboyong anaknya pindah ke kampung halamannya, Manado.

Kebetulan, dari 106 ahli onkologi dan hematologi, dua di antaranya ada di Manado. Dia juga mendapat kabar RS Kandou di Manado memiliki unit pelayanan khusus untuk pasien kanker pada anak.

Berkat pendekatan yang lebih profesional dari para dokter dan perawat di Manado, Anita melanjutkan, mendiang anaknya mendapat pelayanan yang lebih baik. Termasuk menjalani kemoterapi, terapi yang selalu dia tolak di rumah sakit sebelumnya.

Profesionalitas tenaga medis memang ikut menentukan kelangsungan pengobatan pasien kanker pada anak. Selain dukungan orang tua dan keluarga, bocah-bocah itu membutuhkan dukungan dokter serta perawat di rumah sakit untuk menjaga kondisi psikologis. "Bahkan, dalam beberapa kasus, ada yang perlu penanganan psikiater," kata Teny.

ILONA ESTERINA PIRI 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus