Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Perempuan Pencinta Cerutu

Para perempuan pun tak canggung menikmati cerutu. Bukan soal kesetaraan dengan kaum lelaki, melainkan memang ada sisi feminin cerutu yang bisa dihayati kaum Hawa.

24 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAJU hangat berlapis yang dikenakan Elisa Weston tak mampu menahan udara dingin yang menusuk hingga ke dalam daging. Bahkan minuman beralkohol yang ditenggaknya tak terasa memberikan kehangatan. ”Rokok juga enggak terasa,” ujarnya. Kala itu, pada 2000, ia sedang berlibur musim dingin di Paris. Elisa menginap di Hotel Hilton bersama suaminya yang warga negara Inggris. ”Suami saya mengusulkan mencoba cerutu,” kata Elisa.

Tanpa ragu dan memang butuh mengusir hawa dingin, Elisa yang memang perokok mencoba cerutu. ”Kok, enak,” ujarnya. Bermula dari situ, Elisa menjadi penggemar cerutu. ”Saya keterusan sampai sekarang,” kata ibu dua putri itu. Dalam sehari, Elisa biasanya menghabiskan satu batang cerutu, yang dinikmatinya di sore hari. ”Biasanya sambil browsing Internet di rumah,” ujar perempuan 46 tahun ini.

Elisa adalah satu dari segelintir perempuan yang menjadi penikmat cerutu. Memang masih susah menemukan perempuan pencerutu di Indonesia. Jumlahnya di Jakarta—menurut para penggemar cerutu perempuan—hanya sekitar 100 orang. Dan mereka juga tidak seperti pencerutu pria yang bisa cuek menikmati cerutu di tempat umum. Pencerutu perempuan butuh tempat tertutup atau privat agar mau dan bisa menikmati cerutu. Mereka biasanya berkelompok dan nongkrong dengan teman-teman satu geng sesama pencerutu.

Di sini cerutu tergolong barang mewah yang dikonsumsi kalangan terbatas. Hanya mereka yang memiliki kemampuan ekonomi menengah ke atas yang mampu membeli cerutu. Penggemar cerutu juga hanya orang tertentu yang punya hobi atau ketertarikan pada asap tembakau cokelat itu.

Cerutu bukan sekadar gulungan tembakau berkualitas tinggi, tapi sudah menjadi komoditas citra dan gengsi. Eksklusivitas cerutu ini menambah tinggi daya tariknya. ”Memang hanya yang mempunyai kemampuan ekonomi,” ujar Elisa. Harga cerutu per batang berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 1 juta. Bahkan cerutu termahal edisi koleksi bisa mencapai Rp 10 juta sebatang.

Sebagai barang mewah, cerutu harus diperlakukan khusus. Cerutu sebaiknya disimpan di ruangan dengan suhu berkisar 15-20 derajat Celsius dan tingkat kelembapan 70-75 persen. Penyimpanan di tempat seperti ini diperlukan agar ketika hendak diisap, cerutu tetap dalam kondisi baik, yakni tidak pecah karena kekeringan dan tidak kehilangan aroma karena terlalu lembap. Karena itu, dalam ruangan penyimpan cerutu selalu ada penyejuk udara dan humidifier atau alat pengatur kelembapan.

Elisa tanpa sungkan menunjukkan kebolehannya bercerutu. Lebih dari dua jam bersama Elisa, dua batang cerutu Montecristo sebesar jempol orang dewasa dihabiskannya, Selasa sore pekan lalu. Menempati salah satu sudut The Chateau & Tobaccos di Kemang, Jakarta Selatan, Elisa menuturkan kisahnya dan teman-teman perempuan penggemar cerutu lainnya. ”Kami biasanya ngumpul kalau janjian,” kata Elisa, yang mengenakan rok mini hitam dan rambut dicat merah.

Cerutu biasanya lebih nikmat jika disandingkan dengan minuman beralkohol, terutama red wine. ”Saya paling suka sambil minum cognac,” kata Elisa. Biasanya kongko bersama gengnya dilakukan sore hari selepas jam kerja. Kepenatan seharian mereka lumerkan dengan nongkrong di kafe sembari menikmati cerutu. Hal-hal yang dibicarakan beragam, mulai bisnis, pekerjaan, hingga arisan.

Saat yang paling tepat menikmati cerutu adalah ketika santai dan tidak terburu-buru. Cerutu tidak cocok dinikmati ketika sedang pusing, stres, atau dilanda masalah—seperti biasa dilakukan orang ketika merokok. Menikmati cerutu butuh waktu khusus karena durasi menghabiskan sebatang cerutu berkisar 30 menit hingga satu jam. Mengisapnya juga tidak seperti rokok di waktu dan tempat sembarang, misalnya di pinggir jalan. ”Harus tempat yang tertutup,” ujar Elisa.

Menikmati cerutu juga tidak sembarangan. Dibutuhkan alat-alat khusus untuk bisa memulai mengisap cerutu. Cerutu harus diperlakukan dengan baik agar bisa diisap sempurna. Pertama, bagian pangkalnya dipotong dengan cutter atau sekadar dilubangi dengan alat bernama puncher. Ini agar cerutu berlubang dan bisa mengeluarkan asap. Tangan Elisa mahir melakukannya.

Setelah itu, cerutu dipegang dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memegang pemantik yang menyemprotkan gas berapi ke ujung cerutu. Setelah ujungnya terbakar sempurna, baru cerutu diisap. Momen cerutu mengena ke bibir pertama kali itu menjadi sangat berharga karena mulut sudah siap merasakan asapnya.

Asap cerutu tidak ditarik ke dalam paru seperti rokok. Menikmati asap cerutu hanya dengan mengulum atau mengumurnya di mulut sebelum diembuskan keluar. ”Kalau ditarik, malah bikin batuk,” ujarnya. Setelah asap beterbangan di udara sekitar, suasana pun terasa lebih hangat dan akrab. Tak terasa, obrolan pun mengalir, dari masalah politik sampai kisah keluarganya.

Elisa mengakui masih ada pandangan negatif soal perempuan pencerutu. Sebab, cerutu biasanya diidentikkan dengan machisme lelaki. ”Awalnya memang dipandang sinis, bahkan oleh orang bule sendiri,” ujarnya. Namun dia tidak peduli dan tetap mengisap cerutu. ”Selama saya suka dan tidak menyakiti orang lain, kenapa harus berhenti,” ujar perempuan yang selalu tampil seksi ini.

Beberapa nama perempuan yang dikenal mengisap cerutu adalah Claudia Schiffer dan Demi Moore. Di Indonesia, jarang perempuan pengisap cerutu yang mengaku secara terbuka (come out) seperti mereka. Bahkan ada yang sengaja menyembunyikan hobinya bercerutu. Hal itu diakui Lydia Tamboto, pemilik Havana Gallery, gerai penjual cerutu di Plaza Indonesia.

Menurut Lydia, hanya 10 persen dari sekitar 100 pelanggannya yang berjenis kelamin perempuan. Biasanya mereka hanya membeli dan membawa pulang cerutu, tidak dinikmati di tempat. ”Mereka tidak mengisapnya di tempat umum,” kata Lydia, yang juga penikmat cerutu. Menurut dia, biasanya perempuan tertular menyukai cerutu dari pasangannya. ”Saya juga suka karena suami saya,” kata istri Kastorius Sinaga, anggota staf ahli Kepala Kepolisian RI, ini.

Perkembangan pencerutu perempuan sebenarnya juga semakin marak, tapi tidak terlihat. Biasanya penyebarannya dari mulut ke mulut. Teman mengajak teman perempuannya untuk mencoba. ”Buktinya, sudah banyak produk cerutu yang berukuran mini, khusus perempuan,” kata Lydia. Perkembangan produk itu, kata dia, kurang dari setahun belakangan, persisnya sejak Februari 2010.

Cerutu berukuran mini biasanya merupakan produk asal Dominika dengan merek, antara lain, Macanudo dan Don Sebastian. Produk Dominika memang dikenal akrab dengan perempuan. Beda dengan produk Kuba yang tidak cocok dengan selera perempuan. Beberapa merek terkenal asal Kuba adalah Cohiba, Montecristo, Partagas, Vegas Robaina, dan Bolivar. Mungkin karena pasar berkembang ke kaum Hawa, Montecristo dan Cohiba pun mulai memproduksi cerutu mini. Produk lokal Indonesia juga ada, seperti Golden Seal dan Dos Hermanos.

Manajer The Chateau & Tobaccos Novan Dayana mengakui adanya perkembangan pencerutu perempuan. Bahkan, kata Novan, banyak pelanggan barunya anak-anak muda. Mereka tadinya perokok yang mencoba-coba cerutu. ”Bahkan ada yang diusulkan orang tuanya untuk bercerutu daripada merokok,” kata Novan. Sebab, menurut dia, lebih sehat bercerutu daripada merokok.

Elisa mengakui cerutu lebih sehat dibanding rokok. Dikatakannya, perokok selalu mencari rokok untuk diisap, misalnya saat stres, senggang, dan habis makan. ”Bahkan pagi-pagi bangun pun mencari rokok,” ujarnya. Hal itu terjadi karena rokok mengandung zat yang menyebabkan ketagihan; sedangkan cerutu tidak. ”Cerutu hanya dicari kalau lagi santai dan butuh refreshing.”

Tito Sianipar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus