Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Pertempuran Melawan Keriput

Suplemen vitamin E dikenal andal mengerem laju penuaan kulit. Namun, sebuah penelitian baru mengungkap itu tak berlaku bagi semua orang.

24 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chitra Triadi, mantan model kenamaan era 1980-an, tampak segar. Waktu terus bergulir, tapi perbedaan antara Chitra di masa remaja dan Chitra ibu dua orang putri tidak seperti bumi dan langit. Sepintas, ia bahkan lebih pantas disapa "kakak" ketimbang "ibu" di antara para gadis belia anak didiknya di agensi model Images miliknya. Chitra, yang usianya sudah kepala empat, 42 tahun, tahu diri. Karena hidup di kota besar tanpa stres merupakan mimpi belaka, ia pun mencoba bersahabat dengan stres. "Menikmati stres," katanya kepada TEMPO. Kemudian, sadar bahwa meninggalkan aktivitasnya dalam pendidikan modeling saat ini merupakan sesuatu yang mustahil, ia pun menempuh cara hidup sehat lainnya: kerap berjalan kaki, rajin menyantap sayur-sayuran dan buah-buahan, menyeruput 8-10 gelas air putih setiap hari, dan mengkonsumsi suplemen vitamin E selama 10 tahun terakhir. Nonstop. Keputusan Chitra meminta uluran tangan vitamin E buat memerangi penuaan tanpa henti mungkin tepat. Haryatmi, seorang dosen biologi di Universitas Muhammadiyah Surakarta, awal bulan ini membuktikan hal itu melalui sebuah penelitian di laboratorium. Vitamin E, demikian menurut Haryatmi, akan efektif menghambat penuaan jika dikonsumsi cukup lama. Dengan kata lain, vitamin E bukanlah obat instan anti-penuaan. Penuaan adalah proses alami, tapi proses itu sekarang diyakini bisa diperlambat atau dipercepat. Kini para ahli mengetahui bahwa kulit yang mengeriput tak lain disebabkan oleh menipisnya kulit ari atau epidermis, lapisan kulit terluar, dan menipisnya jaringan-jaringan elastis di bawahnya. Bagi orang yang sudah berumur, jaringan elastis itu digantikan oleh jaringan kolagen. Sejauh ini telah diketahui bahwa sinar matahari, sinar ultraviolet, punya andil besar dalam menggerus epidermis dan menggantikan jaringan elastis dengan serat kolagen tua. Namun, itu hanya cerita di permukaan. Di bawah kulit, secara diam-diam berlangsunglah reaksi kimia berantai yang akhirnya menimbulkan kematian aneka sel. Kerusakan kulit yang diakibatkan oleh sinar ultraviolet dan lainnya telah melahirkan senyawa-senyawa radikal bebas. Merekalah biang keladi terjadinya keriput. Radikal bebas betah sekali berdiam di membran sel, lapisan tipis mengandung lemak yang mengelilingi sel. Tak ayal, kalau membran sel rusak, kulit kehilangan ketegangannya (rigor) dan timbullah keriput. Sebenarnya pilihan Chitra meminta uluran tangan vitamin E untuk memerangi penuaan yang dihadapinya tak salah alamat. Bersama vitamin C dan A, vitamin E mengandung zat antioksidan, musuh bebuyutan radikal bebas. Antioksidan menghambat terbentuknya radikal bebas serta mempercepat pembasmian radikal bebas. Unsur utama antioksidan adalah vitamin E, C, dan A. "Kalau sehari-hari konsumsi makanan sehat dan berimbang antara kalori dan bahan-bahan antioksidan, laju keriput bisa dihambat," kata Haryatmi. Tapi kegigihan antioksidan melawan radikal bebas ada batasnya. Kadar antioksidan, berdasarkan riset klinis, menurun seiring bertambahnya usia. Pada usia 40 tahun ke atas, penurunan itu mencapai sekitar 30 persen, dan di usia 60 tahun ke atas penurunan yang terjadi hampir 50 persen. Maka, bisa dipahami jika banyak orang dewasa menginjak usia 40 tahun mengkonsumsi suplemen yang mengandung vitamin E dan C dosis tinggi. Tapi ketahuilah, vitamin E tidak selalu berkhasiat memperlambat penuaan. Dalam penelitiannya terhadap tikus putih, Haryatmi membuktikan bahwa jumlah radikal bebas dapat dikikis, penuaan dapat diperlambat, jika vitamin E diberikan di usia muda. Untuk mengukur dan mendeteksi aktivitas radikal bebas, Haryatmi menggunakan lemak peroksida. "Prinsipnya, semakin banyak ditemui lemak peroksida, semakin banyak pula unsur radikal bebas itu," ia menjelaskan. Berbulan-bulan Haryatmi menakar kadar radikal bebas pada tikus putih muda dan tua yang disuntik vitamin E. Hasilnya, tikus usia 6 bulan yang mendapat vitamin E dosis tinggi, yakni 50 international unit (IU) per berat badan selama 15 hari, mengalami penurunan lemak peroksida sebesar 68 persen. Sementara itu, pada tikus yang diberi vitamin E selama 30 hari, penurunan itu mencapai 50 persen. Nasib tikus yang tak kebagian vitamin E cukup malang. Kadar lemak peroksida di tubuhnya justru melonjak hingga 86 persen. "Pada usia muda, pemberian vitamin E memang bisa menurunkan radikal bebas yang merusak membran sel," Haryatmi menyimpulkan. Haryatmi tak berhenti sampai di situ. Kepada TEMPO, ia membandingkan nasib buruk tikus yang tidak menerima pasokan vitamin E dengan manusia yang terlambat mengkonsumsi vitamin E. Pada usia tua, fungsi sel sudah tidak efektif, tutur alumni Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada itu. Temuan itu tentu masih ditunggu kelanjutannya bila diterapkan pada manusia. Namun, Hardyanto Soebono, seorang profesor kulit dan kelamin, mengingatkan. Sebagai sumber zat antioksidan, vitamin E dan C dapat dikonsumsi pada usia muda ataupun usia 30 tahun, saat mulainya proses penuaan kulit. Namun, tidak lantas berarti dosisnya harus ditambah seiring dengan beranjaknya usia. Patut diketahui, vitamin E susah diuraikan oleh senyawa tubuh—bandingkan dengan vitamin C, yang terurai kurang dari 24 jam oleh air. Vitamin E ditimbun di berbagai jaringan yang mengandung lemak, misalnya lever, jaringan di bawah kulit, dan organ lainnya. Akibatnya, kalau konsumsi vitamin E berlebihan, ia akan bertumpuk terus dan bisa meracuni. "Dosis kecukupan konsumsi vitamin E tidak terlalu besar. Rata-rata 100 mg sehari," kata Hardyanto, yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Situs WebMD Health, yang memuat hal-ihwal nutrisi, memperingatkan bahwa penggunaan dosis tinggi vitamin E dalam jangka panjang dapat menyebabkan efek samping seperti kelelahan, sakit kepala, pandangan kabur, dan diare. Maka, perlu ketepatan sesuai dengan kebutuhannya. Lembaga penelitian obat-obatan The Institute of Medicine di Amerika Serikat menetapkan, jumlah maksimum suplemen vitamin E (atau suplemen yang mengandung alpha tochoperol) adalah 1.500 IU per harinya. Ini karena vitamin E dapat berperan sebagai antikoagulan (anti-pembekuan darah) sehingga, jika dikonsumsi secara berlebihan, dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Dosis itu mewakili tingkatan maksimum nutrisi yang aman untuk dikonsumsi. Lagi pula proses penuaan kulit yang ekstrinsik atau akibat pengaruh dari luar bisa dihambat dengan kiat lain. "Misalnya karena paparan sinar UV, hendaknya memakai pelindung tabir surya atau mengurangi paparan tersebut ke kulit," kata Hardyanto sembari mengingatkan agar berkonsultasi ke dokter sebelum mengkonsumsi suplemen vitamin E. Chitra yang terbukti awet muda itu sampai sekarang tak segan ke dokter kulit untuk memastikan dosis suplemen yang tepat bagi dirinya. Dwi Arjanto dan Imron Rosyid (Solo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus