DENGAN keringat mengucur dan jantung masih berpacu kencang,
Sjamsoe Soegito, pejabat tinggi Departemen Penerangan, menoleh
jam tangannya. Ia baru saja berlari di lintasan bagian dalam
Stadion Utama, Senayan. Suatu tingkat nilai aerobik ia capai
pagi itu, satu kegemaran yang sudah sejak lama ia tekuni.
Sementara itu di lapangan Monumen Nasional, Jakarta Pusat,
sekitar 1000 orang saban pagi berolahraga, seperti bersenam,
jalan atau lari-lari untuk mencapai kesegaran jasmani. Di sini,
sejak minggu lalu para penggemar olahraga pagi sedikit banyak
sudah terbantu dengan terpasangnya rambu aerobik, yang
dipancangkan Yayasan Jantung Dewi Sartika dalam rangka
peringatan hari ulang tahunnya yang ke 4. Tampak empat papan
nilai aerobik yang didirikan pada tiang berukir di pinggir
jalan. "Nilai aerobiknya memang untuk tingkat pemula, untuk
menghindari risiko," ulas dr Dede Kusmana, ahli jantung dari
YJDS.
Aerobik sudah agak lama dikenal di sini. Sekalipun kurang begitu
pasti sejak kapan program latihan kesegaran jasmani yang
dipelopori Kenneth H. Cooper itu mulai dipraktekkan orang.
Mungkin sejak tahun 1972, ketika Monas merapikan tamannya dan
gelandangan yang bersarang di sana berhasil dienyahkan. Hingga
orang bisa berolahraga dengan sip di situ. Cooper sendiri,
dokter Angkatan Udara AS, tahun 1973 pernah berkunjung ke
Jakarta dan memberikan serangkaian ceramah. Di beberapa kota
besar lain kegemaran ini juga tumbuh dengan pengikut yang cukup
besar.
Sistim Cooper ini pada dasarnya adalah latihan untuk mencapai
nilai 30 tiap minggu. Ia bisa dicapai melalui lari, berenang,
jalan, bersepeda, tennis dan berbagai cabang olahraga yang
membutuhkan gerakan. Untuk mencapai nilai 30 dalam tiap minggu
itu misalnya seseorang bisa mengambil latihan lari 1 mil (1609
meter) tiap hari. Jika seseorang bisa menempuh jarak 1 mil
dalam 6 setengah menit sampai 7 menit 59 detik ia telah
mengumpulkan nilai 5. Tapi untuk turut dalam program tersebut
orang harus memeriksakan kesehatannya dulu dan harus berangsur
meningkatkan latihannya selama 3 bulan. Nilai 30 tiap minggu
itu, suatu tingkat yang harus dipertahankan demi kesegaran
Jasmani.
Banyak orang menampik untuk secara tekun mencapai nilai 30 itu,
dengan alasan bahwa kondisi tubuh orang Barat berbeda dengan
orang Indonesia. Sebuah tulisan koran minggu malah menawar 5
sampai 10% dari program Cooper sudah cukup untuk orang di sini.
Tapi dalam The Aerobics Way -- bukunya yang ke empat mengenai
aerobik Cooper sama sekali tidak memberikan kesempatan penawaran
untuk nilai 30 tadi.
Agaknya satu-satunya yang bisa ditawar adalah soal cuaca yang
memang panas di sini. Cooper sendiri tidak menganjurkan latihan
di bawah terik matahari 39ø C. Tapi siapa pula yang mau
lari-lari, bersepeda atau jalan kaki di bawah panas matahari
seperti itu?
Selain menggunakan sistim Cooper melalui buku aerobik (sebuah di
antaranya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia), banyak
orang melaksanakan gerak badan di luar sistim tersebut. "Saya
latihan senam untuk kesegaran jasmani dan melatih disiplin,"
kata Zainal Ilyas, 29 tahun, sambil mengusap peluh yang membasuh
tubuhnya di kaki Monas.
Ketika ditanya sistim kesegaran jasmani jurus mana yang dia
ikuti, pemuda ini menjawab "Nggak tahu, ada yang bilang campuran
Kung Fu. Pokoknya saya ikuti saja aba-aba dari pluit yang ditiup
di depan," Zainal menyambung. Agak jauh di depannya berdiri
dengan tegap Le Seng Tjong, 50 tahun, yang sudah 6 tahun jadi
pemimpin sukarela para peserta yang tak pernah tercatat.
Pokoknya siapa yang mau ikut gerakannya yang diselang-seling
dengan sempritan menjepit di mulutnya, boleh ikut tanpa syarat.
Setelah bertahun-tahun orang berolahraga bebas tanpa pengarahan,
maka Yayasan Jantung Dewi Sartika nampaknya mulai turun tangan
dengan pemasangan rambu aerobik di lapangan Monas. "Supaya
kesegaran jasmani orang yang berolahraga benar-benar cukup
sesuai dengan sistim Cooper. Untuk rehabilitasi bekas penderita
serangan jantung, aerobik juga dipakai," kata dr Dede Kusmana
yang sehari-harinya dinas di Bagian Kardiologi, RSCM, Jakarta.
Jantung Sehat
Menurut dokter ini, bekas penderita serangan jantung, kalau
tidak ada komplikasi, 3 minggu setelah meninggalkan rumah sakit,
sudah boleh latihan jalan kaki. Pada minggu ke 6 misalnya mereka
sudah boleh menempuh jarak 500 meter. "Sudah tentu aktivitas ini
harus dibawah pengawasan dokter." Terbukti ada seorang yang
terserang penyakit jantung tahun 1975, seorang pejabat tinggi
DKI, sekarang ini sudah bisa berlatih sejauh 5 kilometer yang
ditempuhnya dalam 40 menit," katanya.
Dengan perhatian yang cukup besar dari ahli-ahli jantung yang
berhimpun dalam YJDS, kegemaran olahraga pagi-pagi nampaknya
akan terorganisir lebih baik. Tangal 19 Nopember, misalnya,
yayasan tersebut menyelenggarakan lomba lari untuk bekas
penderita jantung, satu kegiatan yang sudah ia mulai sejak tahun
lalu. Atas inisiatif yayasan ini juga, di mana Ny Yoga Sugama
dan Ny. Bustanil Arifin ikut memimpin, sudah terbentuk pula Club
Jantung Sehat yang kegiatannya berpusat di gelanggang olahraga
Kuningan. Siapa saja boleh masuk dalam organisasi ini, tanpa
pungutan, kecuali modal ketekunan untuk berlatih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini