Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog klinis Annisa Mega Radyani mengatakan kecenderungan orang dalam merespons informasi risiko bencana alam serta langkah-langkah bijak yang sebaiknya dijalankan ketika menerima informasi semacam itu. Dia mengatakan dalam hal ini ada orang yang cenderung menyederhanakan dan memilah informasi berdasarkan hal-hal yang dipahami saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ketika kita menghadapi (situasi) kritis, biasanya orang-orang memiliki empat cara pikir," kata lulusan Universitas Indonesia itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, cara berpikir yang demikian bisa membahayakan karena membuat orang itu tak memahami informasi secara penuh. Selain itu, orang sering berpatokan atau lebih percaya pada hal-hal yang sudah diyakini terlebih dulu. Keyakinan terhadap suatu hal yang terpatri dalam pikiran seperti ini justru dapat menimbulkan dugaan-dugaan yang memicu kepanikan.
Ia mengatakan ada pula orang yang menanggapi informasi mengenai kondisi kritis tertentu dengan mencari tahu lebih banyak tentang hal-hal yang berkaitan dengan risiko. Respons yang demikian bisa membuat orang yang bersangkutan mengakses terlalu banyak informasi, termasuk hal-hal yang tidak relevan, dan menjadi panik.
"Seringkali kita jadi terlalu banyak tahu juga dan ketika terlalu banyak tahu akhirnya kita terlalu panik dan akhirnya doomscrolling, kita mencari tahu informasi tapi tidak berbuat apa-apa," jelasnya.
Di samping itu, ada orang yang cenderung terus mempercayai informasi pertama yang diperoleh. Padahal, informasi tentang risiko bencana alam terus berkembang. Berdasarkan kecenderungan cara berpikir orang setelah menerima informasi risiko bencana, Annisa menjelaskan perlunya menjalankan langkah-langkah agar tetap bisa berpikir secara rasional dan tidak panik ketika menerima informasi mengenai risiko bencana alam.
Setelah menerima informasi mengenai risiko bencana tertentu sebaiknya mencari serta menyerap informasi secara seksama dan lengkap dari beberapa sumber yang kredibel. Annisa menekankan pentingnya mengakses informasi tentang risiko bencana dari sumber-sumber terpercaya mengingat keterangan-keterangan yang belum dipastikan kebenarannya kini bisa cepat beredar di internet dan media sosial.
"Jadi, jangan percaya dari satu atau dua sumber, terutama dari sosial media. Kita perlu tahu, mencari sumber yang terpercaya, baik itu sumber berita dan penelitian," ujarnya.
Bagikan ke orang terdekat
Selain mencari tahu untuk diri sendiri, membagikan informasi yang sudah diperiksa kebenarannya dengan orang-orang terdekat juga baik dilakukan. Annisa juga mengingatkan orang yang merasa ketakutan saat menghadapi situasi kritis agar tidak menahannya sendiri tetapi menyampaikan apa yang dirasakan kepada orang terdekat.
"Selalu ajak orang lain untuk bisa saling mendukung atau melindungi dan saling sharing informasi juga," katanya.
Ia mengatakan perasaan panik dan cemas wajar muncul setelah menerima informasi tentang risiko bencana alam. Orang yang merasa panik sebaiknya meluangkan waktu untuk menenangkan diri sebelum melakukan langkah-langkah mitigasi bencana yang diperlukan. Langkah mitigasi yang dapat dijalankan antara lain membuat daftar keperluan saat bencana alam dan menyiapkannya barang-barang yang diperlukan dalam kondisi darurat bencana secara rasional.
"Coba ditulis semua informasi dan hal-hal yang harus kita siapkan dan tentunya tidak sendirian. Coba ajak diskusi orang lain untuk bisa diskusi sejauh mana hal yang sudah kita tulis itu masih dalam tahap wajar dan rasional," tandasnya.
Pilihan Editor: Pentingnya Resiliensi Anak Hadapi Perubahan Iklim